1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilik Greencard yang mendapat kesulitan di pasaran kerja Jerman

14 Oktober 2003
https://p.dw.com/p/CPEs

Sudah tiga tahun program Green Card dilaksanakan di Jerman. Dengan pemberian Green Card pemerintah Jerman akan menjaring 20 ribu pakar asing dari bidang teknologi informasi dan komunikasi. Sementara itu kebutuhan akan pakar di bidang itu sekarang menurun drastis, karena seperti hampir di setiap bidang termasuk bidang High-Tech, sejumlah perusahaan bangkrut. Sebenarnya peraturan pemberian Green Card sudah akan dihentikan. Namun karena di Jerman masih belum memiliki undang-undang imigran, maka pemerintah Jerman memperpanjang program Green Card hingga akhir tahun depan. Apakah program Green Card yang telah berlangsung tiga tahun itu belum cukup?
Kanselir Jerman Gerhard Schröder pada pameran komputer Cebit tahun 2000 mulai memberikan ijin khusus yang membolehkan pakar komputer asing bekerja di Jerman selama lima tahun. Ketika itu kanselir mendapatkan pujian. Banyak perusahaan merasa lega. Karena dulu jumlah pakar IT sangat kurang. Florian Schütz, pendiri dan pimpinan perusahaan ‚Pepper Technologies' di München mengakui kesempatan itu telah membantu para pengusaha dan perusahaan besar antara lain dalam mengembangkan dan merealisasikan strategi pemasaran mereka.
Untuk strategi pemasaran itu diperlukan program komputer khusus yang untuk pembuatannya, perusahaan membutuhkan pakarnya. Padahal tiga tahun lalu pakar software sangat sulit didapat. Pasaran kerja tidak dapat memenuhi kebutuhan itu. Mahasiswa IT mendapat kenaikan gaji sekitar seratus ribu Mark lebih. Dalam situasi ini program Green Card merupakan penyelamat bagi banyak perusahaan. Sekarang setelah tiga tahun diluncurkan, sekitar 15 ribu pakar komputer asing telah bekerja di Jerman. Dua puluh persen atau sekitar tiga ribu pakar berasal dari India yang diikuti Rumania, Rusia dan Polandia yang masing-masing sekitar lima persen, namun juga ada pakar komputer asing yang datang dari Amerika Latin.
Dia adalah Diego Carbonel. Sejak tiga tahun Diego yang berasal dari Uruguay berada di Jerman. Diego Carbonel merupakan salah satu pakar komputer yang datang ke Jerman ketika bidang IT tengah sangat membutuhkan pakar komputer. Ketika itu lamaran yang dikirimkannya ke Jerman dalam waktu singkat mendapat jawaban dari sepuluh perusahaan. Diego Carbonel kemudian tiba di München pada musim gugur tahun 2000 dan mulai bekerja disana. Namun bidang IT ternyata tidak menjanjikan. Perusahaan tempat Diego Carbonel bekerja bangkrut. Padahal ia baru saja memulai karirnya. Demikian juga dengan tempat kerjanya yang kedua, sebuah perusahaan Telekom besar di München.
Namun nasib Diego Carbonel masih baik. Belum begitu lama menganggur ia sudah mendapatkan pekerjaan lagi. Tidak demikian halnya dengan Rajesh Kale, pakar komputer dari India. Setelah dua tahun bekerja di München, musim panas tahun lalu perusahaan Rajesh Kale juga bangkrut. Karena situasi ekonomi yang buruk, perusahaannya tidak banyak mendapat proyek. Oleh sebab itu perusahaannya mengurangi pegawainya, kata Rajesh Kale. Ia juga dapat menerima kenyataan itu.
Sejak enam bulan lalu Rajesh Kale menganggur.
Hal yang sama juga dialami oleh pakar komputer lain yang mendapatkan Green Card. Lembaga untuk pasaran kerja dan penelitian pekerjaan yang merupakan bagian dari lembaga tenaga kerja Nürnberg, dalam suatu penelitian mengenai pasaran kerja di München menemukan bahwa sekitar tujuh persen pemilik Green Card sudah pernah menjadi penganggur. Pada kenyataannya jumlahnya lebih besar lagi. Meski banyak pemilik Green Card kehilangan pekerjaannya, namun tetap saja dikeluarkan Green Card baru. Pemerintah Jerman telah memperpanjang pemberian Green Card hingga akhir tahun 2004. Ketika itu disetujui untuk mengeluarkan 20 ribu Green Card. Namun hingga Juni tahun ini baru 14566 Green card yang telah diberikan. Persatuan informasi ekonomi, telekomunikasi dan media (Bitkom) mengimbau agar pemberian Green Card tetap dilanjutkan. Menurut Bernhard Rohleder, ketua Bitkom, selama Jerman belum memiliki undang-undang imigran, Jerman tetap membutuhkan Green Card. Juga jika keadaan ekonomi saat ini menurun jika dibandingkan dengan masa ketika Green Card mulai diluncurkan. Setiap bulannya akan dikeluarkan 199 Green Card baru atau sekitar 50 Green Card setiap minggunya. Green Card ini diperlukan oleh perusahaan tingkat menengah. Sebab mereka kekurangan pakar dalam bidang komputer yang mereka butuhkan.
Sedangkan kebutuhan ini belum dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan Jerman. Sehingga untuk memenuhinya harus mengambil dari luar negeri. Pengusaha asal München Florian Schütz juga setuju akan hal ini, sebab ia bisa mendapatkan pegawai dengan kualitas terbaik dengan harga bersaing. Masalahnya, apa yang terjadi setelah lima tahun dan jika pegawai itu sudah sangat cocok bekerja di perusahaannya? Bernhard Rohleder mengatakan, sebenarnya tenaga ahli yang dibutuhkan adalah bukan orang asing yang datang dari luar negeri untuk bekerja di Jerman, namun mahasiswa asing yang kuliah di universitas Jerman. Sebab menurut peraturan, setelah mahasiswa itu menyelesaikan kuliahnya, mereka harus kembali ke negaranya, padahal sudah banyak uang yang diinvestasikan untuk pendidikannya di Jerman.
Namun dulu tujuannya bukan seperti itu. Ketika kanselir Jerman Gerhard Schröder tiga setengah tahun lalu meluncurkan program Green Card, ia membicarakan tentang tenaga ahli yang meninggalkan tanah airnya untuk kemudian bekerja di Jerman. Namun setelah itu ternyata keadaan di Jerman berubah. Setiap tenaga ahli yang karena Green Card bisa bekerja di Jerman mulai resah dengan kiat baru pemerintah Jerman. Juga Diego Carbonel tidak begitu yakin dengan program Green Card ini. Ia tidak pernah lagi menganjurkan warganya untuk bekerja di Jerman. Hal ini juga dilakukan tenaga ahli asing lainnya.
Sebuah jajak pendapat di internet menunjukkan, lebih dari 71 persen pemilik Green Card yang ditanyai, menilai Jerman sebagai negara yang buruk bagi para imigran. Tiga persen tidak memberikan penilaian dan hanya 26 persen memberikan nilai baik atau sangat baik. Juga jika jajak pendapat ini memberikan hasil yang tidak sesuai dengan realitas, tidak ada salahnya untuk memperhatikan masalah ini.