1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintahan Potong Dana Rehabilitasi Korban Narkoba

2 Agustus 2016

Pemerintahan Jokowi selalu menegaskan darurat narkoba sebagai alasan eksekusi hukuman mati. Sedang korupsi di lembaga peradilan dan kalangan penjara tidak ditindak, tapi dana untuk rehabilitasi korban narkoba dipotong.

https://p.dw.com/p/1Ja8P
FOED Portugal Drogenpolitik
Foto: DW

Ada pejabat yang menyatakan bahwa narkoba jauh lebih berbahaya daripada ancaman terorisme dan kelompok militan. Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM berulangkali menegaskan pentingnya hukuman mati untuk menanggulangi kejahatan narkotika.

Makin lama, hipokrasi di kalangan peemerintahan Jokowi soal masalah narkoba makin mengemuka. Setelah menyatakan situasi "darurat narkoba" di Indonesia, pemerintah justru memotong dana untuk rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkotika. Ribuan korban narkotika di Indonesia ditinggalkan tanpa bantuan.

"Kami membutuhkan dukungan dalam hal anggaran untuk bisa merehabilitasi pengguna narkoba yang perlu dibantu," kata Menteri Sosial Khofifah Indra Parawansa kepada kantor berita Reuters.

"Anggaran kami tidak cukup untuk itu, malah mengalami penurunan," kata dia.

Menurut perkiraan pemerintah, di Indonesia saat ini ada ada 6 juta pengguna narkoba. Menurut data-data laporan PBB tahun 2013, ada 1 juta orang yang kecanduan Methampetamin atau yang populer disebut sabu-sabu. Hanya kurang dari 1 persen orang yang kecanduan bisa dirawat di Indonesia, bandingkan dengan angka rata-rata global, yaitu 16 persen.

Indonesien Todesstrafe Portest
Menurut berbagai studi ilmiah, hukuman mati tidak punya efek jera pada kejahatan narkotikaFoto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo

Memang ada aturan yang mengusulkan rehabilitasi pada mereka yang tertangkap menggunakan narkotika dalam jumlah kecil. Tapi kebanyakan mereka mendarat di penjara yang penuh sesak.

"Banyak dari mereka yang mendarat dipenjara, sebenarnya tidak boleh dihukum penjara sama sekali, mereka seharusnya dikirim ke lembaga rehabilitasi," kata Menteri Sosial Indah Parawansa.

Tahun ini, Kementerian Sosial memasang target untuk merehabilitasi 15.000 pengguna narkoba dengan anggaran sebesar 87 miliar rupiah. Tahun depan, dananya akan dipotong sehingga hanya cukup untuk sekitar 9.000 orang, kata Indah Parawansa. Tinggal hampir setengahnya saja korban narkoba yang bisa ikut program rehabilitasi karena penciutan anggaran.

Di lain pihak, dana lembaga Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terutana bertugas mengejar pelaku kejahatan narkotika dinaikkan tiga kali lipat, menjadi 2,1 miliar Rupiah, anggaran kepolisian juga naik.

Juru bicara Presiden Jokowi, Johan Budi menerangkan, pemotongan anggaran rehabilitasi korban narkoba tidak berarti presiden tidak menghargai upaya rehabilitasi. Tapi memang banyak anggaran daerah yang diperketat.

Indonesien Todesstrafe Gefängnis
Banyak bisnis ilegal narkotika dikendalikan dari dalam penjara, karena polisi dan jaksa bisa disuapFoto: Getty Images/AFP/B. Nur

"Presiden terutama prihatin tentang bagaimana mencegah penyebaran narkoba, dan program rehabilitasi adalah bagian dari itu," kata Johan Budi

"Kita harus bersikap keras pada penyelundup dan pengedar, itu sebabnya mengapa Presiden mengambil pendekatan keras. Tapi itu tidak berarti perang terhadap narkoba dengan mengorbankan rehabilitasi. Baik (peningkatan)n penegakan hukum maupun rehabilitasi dilakukan secara bersamaan," kata Johan Budi

Kampanye darurat narkoba dan ekseksusi hukuman mati secara masif, menurut kalangan pengamat, akan memperbesar kecenderungan kriminalisasi korban narkoba. Akibatnya, proses rehabilitasi makin sulit dan makin banyak hambatannya.

"Mereka mau membangun lebih banyak penjara, padahal yang seharusnya perlu mereka bangun adalah pusat-pusat rehabilitasi, dan menyediakan lebih banyak akses dan pilihan bagi pengobatan," kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch di Jakarta.

hp/rn (rtr)