1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Pemerintah Pastikan UU ITE Tidak Dicabut, Hanya Revisi Kecil

Detik News
30 April 2021

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan pemerintah telah melakukan kajian terhadap UU ITE dan memastikan UU itu masih dibutuhkan. Meski begitu, pemerintah ia sebut akan membuat aturan implementasi demi mencegah salah tafsir.

https://p.dw.com/p/3sm0D
Foto ilustrasi orang bersosial media
Foto ilustrasi orang bersosial mediaFoto: Reuters/D. Ruvic

Pemerintah mengatakan tak akan mencabut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pemerintah mengatakan bakal membuat aturan implementasi agar pasal-pasal yang dianggap pasal karet tak lagi multitafsir.

"Undang-Undang ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi, bukan menghukum ya, dan menghukumi dunia digital. Masih sangat dibutuhkan," kata Menko Polhukam Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (29/04).

Mahfud mengatakan ada revisi semantik dalam UU ITE, seperti memasukkan penjelasan pada unsur-unsur yang ada di pasal karet. Mahfud mengatakan perubahanUU ITE hanya perbaikan kecil.

"Untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan maka dibuatlah pedoman teknis dan kriteria implementasi yang nanti akan diwujudkan dalam bentuk SKB 3 kementerian dan lembaga, yaitu Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri," kata Mahfud Md.

"Ada revisi semantik, perubahan kelima, atau revisi terbatas yang sangat kecil berupa penambahan frasa atau perubahan frasa berupa penjelasan, di penjelasan," sambungnya.

Menko Polhukam RI Mahfud Md sebut UU ITE masih sangat dibutuhkan
Menko Polhukam RI Mahfud Md sebut UU ITE masih sangat dibutuhkanFoto: Getty Images/AFP/R. Gacad

Pasal mana saja yang kerap dianggap berbagai pihak sebagai pasal karet?

1. Pasal 26 ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.

2. Pasal 27 ayat 1 tentang Asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.

3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.

4. Pasal 28 ayat 2 tentang Ujaran Kebencian. Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah.

5. Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan. Rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.

6. Pasal 36 tentang Kerugian. Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.

7. Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang. Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoax.

8. Pasal 40 ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.

9. Pasal 45 ayat 3 tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.

Berikut bunyi dari masing-masing pasal yang disorot itu

Pasal 26 Ayat 3

Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

Pasal 27 Ayat 1

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan "mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "mentransmisikan" adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Eletronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.

Yang dimaksud dengan "membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

Pasal 27 Ayat 3

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Penjelasan

Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 28 Ayat 2

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 36

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Pasal 40 Ayat 2a

Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40 Ayat 2b

Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Pasal 45 Ayat 3

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 27, 28 dan 29 dikenal sebagai pasal karet

Pasal 27, 28 dan 29 UU ITE selama ini dikenal dengan pasal karet dengan tafsir yang begitu luas. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menilai UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memang perlu revisi di pasal karet itu.

"Kalau saya ditanya apakah pasal 27 sampai 29 adalah multitafsir? Iya," ujar Edward, Kamis (04/03).

Dia mengungkap suatu norma harus memenuhi empat syarat legalitas yakni pertama, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya; kedua, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang tertulis; ketiga, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas; keempat, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang yang ketat.

"Pasal 27, 28, 29 itu tidak memenuhi syarat legalitas," tegasnya.

"Pencemaran nama baik itu bukan hanya pasal 310 dan 311 saja. Coba dibuka, tertuang pada pasal 307 sampai 321 yang menyangkut 6 jenis penghinaan. Penghinaan di pasal 27 itu yang mana, tidak jelas. Itu ketidakjelasan pertama," urai Edward.

Contoh lain yang diungkap Edward, yaitu pada Pasal 28 UU ITE soal penyebar kebencian. Hal itu, kata Edward, diatur dalam pasal 154,155, 156, dan 157 KUHP.

"Pasal 28 UU ITE, pasal penyebar kebencian masuk dalam Pasal 154, 155, 156, dan 157 KUHP. Padahal dari pasal-pasal itu sudah ada yang dicabut MK," katanya.

"Atau ada pasal karet yang harus diperbaiki melalui revisi," terang Edward. (Ed: gtp/ha)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Revisi UU ITE Tak Sentuh Pasal 'Karet', Cuma Penambahan Penjelasan