1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Mesir Umumkan Pengunduran Diri

22 November 2011

Senin (21/11), pemerintah transisi mesir mengumumkan pengunduran diri. Jika disetujui, dikhawatirkan hal ini bisa menimbulkan kekacauan dalam pemilu parlemen yang dijadwalkan berlangsung tanggal 28 November.

https://p.dw.com/p/13En9
Bentrokan antara demonstran dan apara kemanan di Kairo, Minggu (20/11)Foto: dapd

Satu minggu sebelum pemilu parlemen digelar, tekanan terhadap Dewan Tertinggi Militer Mesir semakin gencar. Menyusul eskalasi kekerasan, hari Senin (21/11) pemerintah Mesir mengumumkan pengunduran diri. Akan tetapi, seperti yang dilaporkan televisi pemerintah mengutip satu sumber dari militer, Dewan Militer menolak pengunduran diri ini. Sementara Menteri Penerangan Haikel Osama mengatakan bahwa Dewan belum memutuskan masalah ini.

Jika pengunduran diri pemerintah disetujui, ini dapat mengacaukan pemilihan umum parlemen yang dijadwalkan digelar pada 28 November. Pemilu ini merupakan yang pertama sejak rezim Hosni Mubarak digulingkan pada bulan Februari lalu.

Rakyat Mesir Tidak Puas

Hampir 10 bulan setelah jatuhnya Mubarak, belum dirasakan adanya satu kemajuan di Mesir. Demonstrasi kembali digelar ke Lapangan Tahrir, lapangan yang menjadi simbol revolusi Mesir. Para demonstran mengecam pemerintahan transisi dan terutama Dewan Militer, yang dituduh berusaha untuk mempertahankan kekuasaan, dengan dikeluarkannya rancangan konstitusi yang dapat mengamankan kekuasaan militer.

Demonstrasi yang berlangsung sejak hari Jumat (18/11), berubah menjadi aksi kekerasan, saat aparat keamanan berusaha menghalau demonstran dari Lapangan Tahrir, hari Sabtu (19/11).

Kairo Demonstration
Tenda-tenda milik demosntran dibakar di Lapangan Tahrir, Minggu (20/11)Foto: picture-alliance/dpa

Terus Gelar Demonstrasi

Dari Lapangan Tahrir dilaporkan, sekitar 20.000 demonstran masih bertahan di lapangan pusat kota Kairo ini, Selasa malam kemarin. Mereka menuduh pihak keamanan terus membatasi akses demonstran menuju lapangan agar demonstran menyerah. Pihak keamanan dituding berusaha untuk mengurung para demonstran, dikatakan seorang demonstran.

Menurut rencana, hari Selasa siang (22/11), kembali akan digelar aksi protes menentang militer. Menurut keterangan Kementraian Kesehatan Mesir, sedikitnya 33 orang tewas dalam aksi kekerasan yang telah berlangsung sejak akhir minggu lalu.

Pengaruhi Rencana Pemilu

Sementara itu, menanggapi pernyataan pengunduran diri pemerintah Mesir, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan rasa prihatinnya dan menyerukan Mesir untuk menggelar pemilu sesuai jadwal yang direncanakan.

Juru bicara Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat Victoria Nuland mengatakan, "Harapan terbaik bagi demokrasi Mesir adalah untuk melaksanakan pemilu, sehingga warga dapat mengekspresikan diri mereka melalui kotak suara dan bagi bergerak majunya proses demokrasi di Mesir.“

Tapi dengan semakin panasnya situasi di Mesir, timbul kekuatiran dalam pelaksanaan pemilu parlemen minggu depan, seperti dikatakan Amr El Shalakany, profesor bidang hukum di Universitas Amerika di Kairo. "Saya kuatir, kekerasan yang terjadi merupakan awal dari apa yang akan kita nantikan minggu depan. Kekerasan dalam pemilu pertama negara ini. Mungkin saja pihak militer membatalkan pelaksanaan pemilu atau kita akan menyaksikan dua tahap kekerasan. Yang pasti, Dewan Militer lah yang bertanggungjawab atas keamanan, dan mereka gagal."

Yuniman Farid/rtr/dpa/afp Editor: Hendra Pasuhuk