1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Interim Honduras Bersedia Berunding

29 September 2009

Pemerintah interim Honduras semakin menunjukkan sikap diktatornya. Dengan mencabut hak warganya mengeluarkan pendapat dan berkumpul dicabut. Kini pemerintah itu bersedia berunding dengan delegasi penengah internasional.

https://p.dw.com/p/JtQP
Presiden de facto Honduras Roberto MichelettiFoto: picture alliance/landov

Pemerintah interim di Honduras akhirnya menyepakati perundingan dengan delegasi penengah internasional. Senin kemarin (28/9) kementerian luar negeri melaporkan, bahwa presiden de facto, Roberto Micheletti, mengundang sebuah perwakilan Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) ke Honduras dan kedatangannya diharapkan Rabu besok (30/9). Hingga hari Minggu lalu (27/9) pemerintah interim masih menolak kunjungan sebuah delegasi penengah internasional.

Sementara menteri luar negeri pemerintah Honduras yang digulingkan, Patricia Rodas, Senin kemarin (28/9) menghadiri debat umum tradisional di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketika berbicara di depan dewan, Rodas mengarahkan telefon genggamnya ke mikrofon, sehingga suara presiden terguling Manuel Zelaya dapat didengar. Zelaya mendesak, agar masyarakat internasional memberikan dukungan untuk negaranya. Ia mengatakan, „Honduras dikuasai oleh sebuah pemerintah diktator.“ Ditambahnya, rakyatnya dirampas kebebasannya dan dipaksa untuk diam. Sikap PBB terhadap pemerintah interim hendaknya jangan berubah dan tetap tegas. Dari kedutaan besar Brasil di ibukota Honduras, Tegucigalpa, Zelaya menyerukan, "saya memohon pada PBB untuk mendukung usaha diterapkannya kembali negara hukum dan dikembalikannya kebebasan rakyat Honduras.“

Sebelumnya Honduras berada dalam keadaan darurat. Pemerintah interim memerintahkan agar kebebasan bergerak dan berkumpul, kebebasan pers dan mengeluarkan pendapat, dicabut untuk 45 hari ke depan. Polisi dan tentara berwewenang menahan warga tanpa perintah penangkapan. Dan jam malam diberlakukan di sebagian besar kawasan Honduras.

Sebuah pemancar televisi dan pemancar radio, TV Canal 36 dan Radio Globo yang mendukung politik Zelaya, diserbu oleh militer. Aksi penggrebekan ini sempat disiarkan langsung oleh radio Globo hingga siarannya dihentikan oleh militer. Moderator masih sempat mengatakan bahwa Radio Globo menyiarkan berita independen, lalu tiba-tiba siarannya putus. Kini di Honduras sudah tidak ada lagi kebebasan mengeluarkan pendapat.

Negara-negara OAS menggelar sebuah rapat darurat di Washington. Wakil AS, Lewis Amselem, menilai tindakan dan sikap pemerintah interim Honduras sebagai „menyedihkan dan bodoh“. Karena tidak menguntungkan Honduras maupun pelaku kudeta. Tapi Amselem juga mengritik kepulangan secara diam-diam Zelaya pekan lalu sebagai tindakan „tidak bertanggung-jawab dan tolol.“ Duta OAS dari Guatemala, Jorg Skinner, menyebut peristiwa ini sebagai krisis Amerika Tengah terbesar sejak 25 tahun.Skinner, “ini sebuah krisis yang melampaui batas negara Honduras.“

Duta Guatemala itu kemudian melanjutkan, bahwa krisis ini mengancam keamanan di kawasan itu. Guatemala menyesali dan mengecam sikap totaliter dan kelaliman pemerintah de facto Roberto Micheletti. Dengan menghapus hak dasar warga Honduras, pemerintah diktator menunjukkan wajah sebenarnya. Dalam rapat darurat OAS itu Skinner memaparkan, bahwa militer Honduras menahan, memukuli dan menginterogasi dua wartawan Guatemala, "kami tidak mempunyai informasi mengenai keadaan dan kondisi dua wartawan itu.“

Sedangkan Brasil menegaskan, tidak akan mengerahkan tentaranya ke Honduras untuk melindungi kedutaannya. Pemerintah interim Honduras mengeluarkan sebuah ultimatum pada Brasil untuk menyerahkan Zelaya dalam 10 hari atau memberinya suaka politik di Brasil.

Michael Castritius / Andriani Nangoy

Editor: Hendra Pasuhuk