1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pembunuhan di Ferguson Ubah Amerika

Gero Schließ10 Agustus 2015

Setahun setelah kerusuhan di Ferguson, mimpi buruk AS dan rasisme kembali disoroti dunia. Peristiwa pembunuhan 9 Agustus 2014 tinggalkan jejak jelas di negara itu, juga pada presidennya. Tajuk Gero Schließ.

https://p.dw.com/p/1GCd5
Proteste gegen Polizeigewalt in Baltimore
Demonstrasi di Baltimore (23/04/2015)Foto: Reuters

Sejak tahun lalu, konflik bermotif rasisme di AS punya nama baru: Ferguson. Tewasnya remaja kulit hitam Michael Brown dan pukulan dari serangkaian kerusuhan yang kemudian terjadi tidak hanya meninggalkan jejak di kota buruh kecil di Missouri itu, melainkan di seluruh AS.

Ferguson mengubah AS. Memang benar, sebelum peristiwa itu, sudah ada remaja kulit hitam yang ditembak mati polisi berkulit putih. Sebelum itu pun konflik bermotif rasisme sudah jadi ibaratnya luka terbuka yang menyakitkan, yang tidak ada obatnya.

Namun foto-foto bentrokan yang menyerupai perang saudara, gambar polisi dengan perlengkapan berat, dan kenyataan bahwa ada polisi kota yang berpandangan rasis meninggalkan ingatan yang meresahkan banyak orang secara mendalam. Sebutan "kekuatan negara" bagi mereka sekarang bernada mengancam. Jika dulu orang amerika secara intuitif membela polisi, kalau melihat bentrokan antara polisi dan remaja kulit hitam, sekarang mereka tidakbegitu saja percaya kepada polisi.

Schliess Gero Kommentarbild App
Gero Schließ, koresponden DW di Washington

Rasisme dan kekerasan polisi

Tambah luasnya konflik bermotif rasisme sejak peristiwa Ferguson 2014 tidak terlepas dari kebrutalan polisi. Ini masalah rumit yang penuh malapetaka, yang menelan korban-korban berikutnya di Cleveland, North Charleston dan Baltimore. Bahwa sekarang hampir separuh dari 50 negara bagian AS menetapkan penggunaan kamera di badan polisi, meningkatkan jumlah pelatihan bagi polisi, atau meminta dibentuknya komisi penyelidikan independen, bisa jadi harapan bahwa proses belajar di AS mulai berjalan.

Situasi di Ferguson berubah akibat insiden tahun lalu. Pemilihan dewan kota pertama kali setelah pembunuhan Brown mengejutkan: warga yang memberikan suara dua kali lipat dari sebelumnya, dan jumlah anggota dewan kota yang berkulit hitam naik tiga kali lipat.

Sekarang Ferguson punya dewan kota yang baru, kepala polisi dan juga hakim baru. Mereka semua berkulit hitam, berarti mewakili warga mayoritas yang berkulit hitam. Selain itu juga ada kabar baik lain: upaya menambah anggaran yang menurun dengan cara menetapkan denda bagi pelanggaran-pelanggaran ringan sekarang dihapus, setelah departemen kehakiman AS mengeluarkan laporan tentang sejumlah penyalahgunaan.

Namun demikian, warga Ferguson kini lebih terpolarisasi dibanding sebelumnya. Rasa tidak percaya antara warga kulit hitam dan putih semakin dalam setelah kerusuhan. Polisi memang berusaha memberi kesan positif dalam berbagai kegiatan di masyarakat, dan memakai kamera di badan. Tapi warga masih belum bersedia menerima mereka.

Dari kata-kata jadi tindakan

Ferguson tidak hanya mengubah negara, melainkan juga presiden AS yang berkulit hitam. Lama setelah periode kedua pemerintahannya dimulai, Barack Obama masih ragu membela komunitas kulit hitam dalam konflik rasisme. Setelah Ferguson da bicara makin tajam, mengambil posisi jelas, dan mengkritik polisi dan sistem peradilan secara terbuka, karena diskriminasi terhadap warga kulit hitam dan warga Latin. Pengampunan bagi penjual narkoba muda yang dipadu dengan reformasi bidang peradilan, menunjukkan bahwa dia megambil tindakan, tidak hanya bicara kosong.

Konflik bermotif rasisme sudah menyertai AS sejak negara itu terbentuk. Konflik ini mendarah daging di negeri itu. Untuk bisa mengatasinya, AS harus melihat dirinya sendiri dengan jujur. Ini jadi salah satu tugas besar Presiden Obama, yang makin kuat menjelang berakhir masa jabatannya.

Mungkin Obama merasa mendapat dukungan, setelah mencapai sejumlah kesuksesan dalam beberapa bulan terakhir, sehingga bisa melakukan apa yang sudah lama didambakan para pendukungnya: memberikan pidato tentang konflik antar ras. Sebuah pidato, yang tidak menyelesaikan masalah dalam sehari, tetapi mungkin bisa mengubah AS dan dunia.