1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB: Awal Bahaya Genosida di Republik Afrika Tengah

8 Agustus 2017

Bentrokan baru di Republik Afrika Tengah adalah tanda peringatan awal untuk ancaman genosida, kata PBB. Misi PBB di negara itu perlu diperluas untuk menjaga keamanan dan perdamaian.

https://p.dw.com/p/2hsn7
Zentralafrikanische Republik UN-Soldaten in Bria
Foto: picture-alliance/AP Photo/C. Vinograd

Sekitar 180.000 orang terpaksa mengungsi dari kampungnya tahun ini, kata PBB. Jumlah pengungsi internal di Republik Afrika Tengah sekarang lebih dari setengah juta, kata Stephen O'Brien, pejabat urusan humaniter dan bantuan darurat bencana PBB hari Senin (7/8).

"Tanda-tanda peringatan dini genosida ada di sana," kata O'Brien pada sebuah pertemuan PBB menyusul kunjungannya baru-baru ini ke Republik Afrika Tengah dan Republik Demokratik Kongo.

"Kita harus bertindak sekarang.., dan berdoa agar kita tidak menyesalinya."

Gruppe von Flüchtlingen mit UN-Blauhelm, Zentralafrikanische Republik
Anggota pasukan perdamaian PBB mengamati pengungsi yang meninggalkan desanya di Republik Afrika TengahFoto: DW/J.-P. Scholz

O'Brien mengatakan, sudah saatnya memberi mandat yang lebih kuat untuk pasukan dan polisi perdamaian PBB yang bertugas di Republik Afrika Tengah dalam misi MINUSCA. Hanya dengan itu, pasukan perdamaian dapat "memberikan perlindungan yang sangat penting."

Kepala misi perdamaian PBB Jean-Pierre Lacroix minggu yang lalu mengatakan bahwa dia mempertimbangkan untuk mengirim permintaan baru ke Dewan Keamanan PBB agar personel MINUSCA ditambah.

Republik Afrika Tengah, salah satu negara termiskin di dunia, terjerumus pertikaian berdarah antara milisi Muslim dan Kristen tahun 2013. Krisis itu pecah setelah Presiden Francois Bozize digulingkan oleh koalisi pemberontak Muslim Seleka.

Zentralafrikanische Republik Schulen
Mantan anggota milisi Seleka yang sekarang beralih menjadi anggotam militerFoto: picture-alliance/AP Photo/J. Delay

Mereka pada gilirannya digulingkan oleh intervensi militer yang dipimpin mantan penguasa kolonial Perancis. Peristiwa tersebut memicu beberapa kekerasan sektarian yang paling berdarah dalam sejarah negara itu, karena kebanyakan milisi Kristen lalu melakukan aksi balas dendam.

Penganut Kristen, yang berjumlah sekitar 80 persen dari penduduknya, mengorganisir aksi main hakim sendiri yang dijuluki "anti-balaka", referensi untuk parang yang digunakan kelompok pemberontak Muslim.

PBB sekarang menempatkan 12.350 tentara dan polisi untuk membantu perlindungan warga sipil dan mendukung pemerintahan Presiden Faustin-Archange Touadera, yang terpilih tahun lalu. Pemerintahan Touadera memang tetap memegang kendali di Bangui, namun otoritasnya di luar ibukota sangat lemah.

Zentralafrikanische Republik Militzionäre
Kelompok milisi bersenjata Anti Balaka di Republik Afrika TengahFoto: picture-alliance/AP Photo/J. Delay

Tahun ini saja, sudah sembilan anggota misi perdamaian MINUSCA terbunuh. Kini muncul kekhawatiran bahwa negara itu akan kembali ke pertumpahan darah yang meledak tahun 2013 menyusul penggulingan Bozize.

O'Brien mengatakan, dia merasa ngeri ketika mengunjungi sebuah gereja Katolik di kota selatan Bangassou, tempat sekitar 2.000 umat Muslim berlindung. Mereka dikelilingi oleh milisi Kristen anti-Balaka yang mengancam untuk membunuh mereka.

"Risikonya sangat tinggi, dan kita harus benar-benar mempertimbangkan, apakah akan memindahkan mereka ke tempat lain atau tidak," kata O'Brien.

PBB sampai kini hanya berhasil mengumpulkan 24 persen dari seluruhnya $ 497 juta yang dianggarkan untuk kebutuhan misi kemanusiaan di Republik Afrika Tengah.

hp (afp, rtr)