1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Pasar Hewan Liar Potensi Picu Wabah Zoonosis

30 Maret 2020

Makin kuat bukti Virus Corona berasal dari pasar hewan di Wuhan. Potensi penyakit dari hewan menular kepada manusia atau zoonosis sangat besar di pasar hewan liar semacam itu.

https://p.dw.com/p/3aBCN
Pasar hewan di Wuhan tampak kandang ayam dan di tengahnya ada bayi dalam tempat tidur anak
Pasar hewan di Wuhan, dimana manusia dan binatang hidup bersama di ruang sempitFoto: Getty Images/China Photos

Teori konspirasi bahwa virus corona jenis baru SARS-CoV-2 berasal dari laboratorium rekayasa barat makin pudar, seiring dengan rekor lonjakan infeksi Covid-19 di AS. Para pakar kedokteran dan virologi menunjukkan bukti makin kuat, bahwa virus berasal dari hewan liar yang melakukan mutasi dan menyerang inang baru, manusia.

Diduga kuat virus corona jenis baru  berasal kelelawar yang kemudian melompat ke inang baru apakah itu ular atau trenggiling dan akhirnya menyerang manusia. Kondisi di pasar hewan liar di Wuhan, dimana berbagai jenis hewan berinteraksi dengan manusia di lahan yang sempit dan tertutup, mendukung lompatan atau infeksi silang semacam itu.

Pakar evolusi biologi Jared Diamond dan pakar Virologi Nathan Wolfe dalam artikel di harian Jerman Süddeutsche Zeitung menyebutkan, penularan virus SARS maupun virus corona jenis baru SARS-Cov-2 diduga kuat terjadi lewat pasar hewan liar di Cina.
Selain untuk dikonsumsi, bagian tubuh hewan liar juga digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Misalnya sisik trenggiling, hewan yang diduga kuat jadi  inang perantara virus corona, diyakini punya khasiat pengobatan.

Pasar hewan liar di Wuhan langsung ditutup dan disemprot desinfektan setelah pecahnya wabah. Namun pasar hewan liar semacam itu tidah hanya ada di Wuhan, melainkan tersebar di seluruh Cina

Trenggiling dalam kotak berwarna merah
Perdagangan trenggiling untuk dikonsumsi dan bahan obat tradisionalFoto: AFP/G. Ginting

Tetap yakin keampuhan pengobatan tradisional Cina

Dalam perang melawan wabah Covid-19, bahkan kantor berita resmi Xinhua mempropagandakan keampuhan pengobatan tradisional Cina ini. Disebutkan, terbukti selama ribuan tahun metode itu ampuh melawan wabah cacar, dan pada tahun 2003 membuat pasien SARS sembuh.

Juga komisi nasional kesehatan Cina menyarankan pengobatan kasus Covid-19 yang gawat dan kritis, dengan cairan empedu beruang. Di Cina sejak 800 tahun terakhir, cairan empedu beruang digunakan untuk pengobatan batu ginjal atau penyakit hati.

Sementara itu, pakar dari akademi teknik dan rekayasa Cina, Zhang Boli menyarankan, agar dalam kondisi pandemi seperti saat ini, semua pihak bekerjasama dengan erat. Teknologi kedokteran barat  menwarakan pengetahuan untuk mempertahankan fungsi kehidupan, seperti mendukung pernafasan, metabolisme dan peredaran darah. 

Sedangkan metode pengobatan tradisional Cina, berkonsentrai pada penguatan sistem kekebalan tubuh dan memperbaiki kondisi pasien. “Kedua metode saling mengisi“, ujar Zhang Boli.

Menyiapkan diri untuk pandemi berikutnya
Lompatan virus corona dari inang hewan ke manusia, bukan hal baru, karena dalam beberapa dekade terakhir manusia makin sering mengalaminya. Penyakit menurunnya kekebalan tubuhh HIV mulanya berasal dari kera besar, yang kemudian melompat menginfeksi inang baru yang punya kemiripan genom ebih 90 persen, yakni manusia.

Virus corona pemicu SARS misalnya, berasal dari kelelawar yang kemudian melompat ke inang perantara binturung, sejenis kucing liar sebelum melompat ke manusia sebagai inang baru. Virus Ebola juga sejenis virus corona berasal dari kelelawar yang bermutasi dan menyerang inang baru, manusia. 

MERS juga sejenis virus corona yang menular ke manusia lewat inang onta. Sejauh ini cara penularan SARS, MERS atau SARS-CoV-2 atau juga HIV masih terbatas pada infeksi lewat kontak, dari manusia ke manusia.

Menanggapi fenomena ini, pakar evolusi biologi Jared Diamond dan pakar Virologi Nathan Wolfe menegaskan, kita harus bersiap menghadapi pandemi berikutnya. Kedua pakar menyebutkan, ketidak tahuan atau ketidak pedulian, akan menyebabkan penyakit hewan berikutnya bermutasi dan melompat menyerang manusia. 

Walaupun sulit diterapkan, kedua ilmuwan menyarankan pelarangan perdagangan hewan liar global. Hal itu bertujuan mengurangi risiko terjadinya zoonosis. (as/vlz)