1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Irak Setujui Undang-Undang Pemilu Baru

9 November 2009

Dengan demikian terbuka jalan untuk pelaksanaan pemilihan umum legislatif yang menurut rencana akan digelar 21 Januari mendatang.

https://p.dw.com/p/KSAw
Duta Besar AS untuk Irak Christopher HillFoto: AP

Sebelumnya Rancangan Undang-Undang Pemilu alot diperdebatkan di parlemen Irak. Rencana pengesahan sempat mundur beberapa minggu, karena belum dicapai kesepakatan luas. PBB, Amerika Serikat serta tokoh masyarakat di Irak berulangkali mendesak anggota parlemen agar segera menuntaskan pembahasan. Akhirnya pada hari Minggu (08/11) undang-undang itu lolos di parlemen. 141 dari 196 anggota parlemen menyetujui undang-undang yang baru.

Duta Besar AS untuk Irak, Christopher Hill, yang menghadiri sidang parlemen, menyambut keputusan parlemen. Christopher Hill sebelumnya melakukan pembicaraan berantai dengan berbagai kelompok agar UU Pemilu bisa diterima.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyampaikan selamat kepada Irak. Keputusan ini merupakan tonggak penting bagi warga Irak dalam membentuk masa depannya. Selanjutnya Obama mengatakan, "Irak sudah melalui berbagai tantangan. Beberapa minggu lalu kita menyaksikan bahwa masih ada pihak yang siap membunuh warga tak bersalah, pria, wanita, anak-anak, untuk menghindari Irak mencapai masa depannya. Langkah maju hari ini mengingatkan para musuh Irak, bahwa mereka tak akan berhasil.“

Kunci utama tercapainya mayoritas untuk UU Pemilu yang baru adalah kesepakatan mengenai pemungutan suara di provinsi Kirkuk. Kawasan ini dihuni oleh warga asal Kurdi, Arab dan Turkmenistan. Kirkuk jadi rebutan karena kawasan ini kaya minyak. Mayoritas warga Kurdi di utara Irak sejak lama melihat Kirkuk sebagai kawasan mereka. Selama pemerintahan Saddam Hussein dulu, warga Kurdi ditindas.

Setelah Saddam terguling, banyak warga Kurdi yang kembali ke Kirkuk. Warga Arab dan Turkmenistan mengeluh, mereka sekarang menjadi minoritas dan tidak dapat kesempatan politik yang sama dengan warga Kurdi. Menurut mereka, banyak warga Kurdi di Kirkuk sebenarnya bukan warga setempat dan merupakan pendatang dari daerah lain. Akhirnya disepakati, hasil pemilu di Kirkuk dan beberapa kawasan lain akan diperiksa secara khusus, dan baru akan dinyatakan sah setelah 1 tahun. Selama masa itu, sebuah komisi akan meneliti keabsahan daftar pemilih. Komisi yang juga beranggotakan wakil dari PBB ini berhak membatalkan hasil pemilu, jika daftar pemilih salah atau jika ada manipulasi.

Parlemen Irak yang baru akan beranggotakan 323 wakil rakyat. Parlemen sebelumnya beranggotakan 275 orang. Sedikitnya 8 kursi akan dialokasikan kepada kelompok minoritas, termasuk 5 kursi untuk kelompok Kristen. 25 persen kursi di parlemen ditetapkan untuk perempuan. Sistem pemilu sekarang membolehkan pemilih memilih nama seorang kandidat atau simbol partai. Dulu, pemilih hanya bisa memilih simbol partai. Menurut pengamat politik, sistem pemilu yang baru menguatkan posisi Perdana Menteri Nuri al Maliki.

Pemungutan suara tadinya akan dilangsungkan tanggal 16 Januari. Namun karena peresmian UU Pemilu tertunda, pelaksanaannya diundur lima hari, menjadi tanggal 21 Januari. Ketua komisi pemilu Irak, Faraj al-Haidiri menegaskan, pihaknya akan bekerja keras untuk memastikan pemungutan suara terlaksana tepat waktu. Menurut konstitusi, Irak harus menggelar pemilu selambatnya sampai 31 Januari 2010.

HP/DK/dpa/afp