Para Pemenang Nobel Perdamaian Adakan Pertemuan di Berlin
12 November 2009Di Balai kota Berlin, pakar keamanan Jonathan Granoff berbicara tentang pentingnya perlucutan senjata nuklir. Baginya senjata atom adalah penghamburan sumber daya yang sia-sia. Tidak seorang pun dalam pertemuan itu yang harus diyakinkan lebih dulu dengan data dan fakta sejarah. Tidak ke-300 delegasi yang duduk di kursi peserta tidak pula pemenang hadiah Nobel Gorbachev dan de Klerk yang duduk di podium bersama Granoff.
Pertemuan para pemenang hadiah Nobel Perdamaian ke-10, kali ini membahas motivasi dan rangsangan. Setelah menyampaikan pidatonya Granoff menyampaikan bagaimana Gorbachev, Frederick Willem de Klerk, Muhammad Yunus dan 15 pemenang hadiah Nobel lainnya membangkitkan motivasinya.
Granoff terutama berterima kasih kepada mantan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev. Seorang pria yang menurutnya telah menyelamatkan sejarah. Gorbachev adalah salah satu penggagas dilaksanakannya pertemuan di Berlin tersebut.
Sebagian besar delegasi yang datang ke Berlin adalah organisasi non pemerintah yang diundang oleh para pemenang hadiah Nobel Perdamaian ke pertemuan tersebut. Kebanyakan dari mereka berusia muda, bahkan di bawah 20 tahun. Seperti Tobias Tullius. Remaja berusia 19 tahun itu aktif untuk organisasi yang memungkinkan berlangsungnya pertukaran murid internasional.
Delegasi dari Spanyol, Italia, Ceko datang ke Berlin dan bertukar pengalaman dan gagasan. Mereka melakukan perdebatan apa yang dapat mereka lakukan untuk dunia yang lebih damai dan adil. Bagi pemenang hadiah Nobel Perdamaian asal Afrika Selatan Frederick Willem de Klerk, dasar semangat inilah yang juga abadi dalam pertemuan semacam itu. Pernyataan resmi seperti dokumen akhir dimana para pemenang Hadiah Nobel menyerukan masyarakat internasional untuk perlucutan senjata sebaliknya kurang memiliki pengaruh berkesinambungan.
Tapi de Klerk tidak tampak cemas akan hal itu. Ia tahu semangat para delegasi sangat tinggi dan pesan perdamaian dari pertemuan tersebut akan dibawa ke seluruh dunia.
Heiner Kiesel/Dyan Kostermans
Editor: Yuniman Farid