1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Para Demonstran Memadati Bangkok Menuntut Pemilu Baru

14 Maret 2010

Di Bangkok, pemimpin pengunjuk rasa anti pemerintah mengancam akan menggelar aksi turun ke jalan jika pemerintah tidak membubarkan parlemen dalam kurun waktu 24 jam.

https://p.dw.com/p/MSXq
Ribuan pengunjuk rasa anti pemerintah berkumpul di Bangkok, Minggu (14/03).
Ribuan pengunjuk rasa anti pemerintah berkumpul di Bangkok, Minggu (14/03).Foto: AP

Para demonstran, yang dikenal dengan Kaus Merah, menuntut Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva menggelar pemilihan umum baru, yang mereka yakini akan membuka jalan sekutu politisnya menuju kekuasaan.

Mereka menganggap Abhisit naik jabatan dengan cara yang tidak sah, dengan menggunakan cara militer dan kaum elit kekuasaan tradisional Thailand yang iri dan sebenarnya khawatir terhadap popularitas PM Thaksin Sinawatra.

Sinawatra yang mendapat dukungan penuh dari demonstran berkaus merah, menjabat sebagai perdana menteri Thailand mulai tahun 2001 hingga digulingkan pada 2006.

“Kami menuntut pemerintah meletakkan kekuasaannya dengan membubarkan parlemen dan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat,“ ujar Veera Musikapong, pemimpin pengunjuk rasa, di hadapan para pendukungnya yang berkaus merah. “Kami memberikan waktu pada pemerintah 24 jam mulai dari sekarang,“ lanjutnya.

Para pengunjuk rasa, sebelumnya pada hari Sabtu (13/03) memberikan ultimatum serupa dan batas waktunya berakhir pada Ahad ini (14/03). Massa berkaus merah dalam tuntutannya mengancam akan turun ke jalan di wilayah-wilayah kunci jika pemerintah tidak bereaksi hingga Senin tengah hari (15/03) waktu setempat. Wilayah penting itu termasuk pangkalan infantri ke-11, di mana Abhisit tinggal beberapa hari ini.

Dalam pidato mingguannya di radio pada Minggu pagi, Abhisit mengisyaratkan tidak berencana membubarkan parlemen.

“Pembubaran dan desakan untuk mundur adalah hal biasa dalam sistem demokrasi. Tapi kami harus memastikan, pembubaran parlemen akan menyelesaikan masalah dan tidak akan menyulitkan pemilu berikutnya,“ kata Abhisit.

Abhisit juga menyangkal kabar kemungkinan adanya kudeta militer dan menambahkan bahwa dirinya tidak akan memberlakukan keadaan darurat yang akan memberikan militer kewenangan lebih besar dalam menangani pengunjuk rasa.

Akibat demonstransi raksasa akhir pekan ini, lalu lintas di Bangkok tampak sepi, usaha berjalan lambat, dan acara-acara umum dibatalkan. Demonstrasi empat hari ini resminya berlangsung mulai Ahad ini, namun sejak dua hari terakhir para pengunjuk rasa sudah mendirikan tenda-tenda. Para demonstran yang sebagian besarnya berasal dari Thailand utara dan timur laut ini dikhawatirkan akan mengulang kekerasan seperti sebelumnya. Tapi para demonstran menekankan bahwa mereka akan menggunakan cara damai dalam menuntut pemilu baru.

Salah seorang pemimpin demonstran, Jatuporn Prompan, menggambarkan aksi yang akan mereka gelar sebagai “perang terbesar rakyat dalam sejarah Thailand. Dia juga memperkirakan, sejuta orang akan memenuhi kota Bangkok pada Minggu tengah hari. Namun kepala polisi wilayah digelarkan aksi unjuk rasa, Jenderal Wichai Sangprapai memperkirakan jumlah demonstran di seluruh Bangkok akan mencapai 150 ribu orang.

Surat kabar lokal memperkirakan jumlah pengunjuk rasa antara 80 ribu hingga 100 ribu. Meski massa dari daerah mulai berdatangan ke Bangkok dengan truk, bus, sepeda motor hingga dengan perahu menyusuri Sungai Chao Phraya.

Sekitar 50.000 prajurit, polisi dan aparat keamanan lainnya dikerahkan pemerintah ke wilayah pemerintahan di Bangkok untuk mengamankan pelaksanaan demonstransi.

Hingga berita ini diturunkan tidak dilaporkan adanya aksi kekerasan. Baik Abhisit maupun Jatuporn memuji aparat berwenang yang memberikan kemudahan para demonstran yang menuju ke Bangkok. Abhisit mengatakan bahwa pemerintah sudah meminta para pemimpin demonstran untuk mengawasi semua kelompok pengunjuk rasa yang mungkin ingin memicu kekerasan.

Sejumlah surat kabar memperingatkan kemungkinan bentrokan akan terjadi di pusat kota Bangkok. Namun aksi protes berjalan damai. Demonstrasi digelar bahkan dengan penampilan musik dan tari, sebagai selingan orasi-orasi politis.

Aksi demonstrasi ini dinilai oleh beberapa pihak sebagai peluang terakhir bagi kembalinya Thaksin ke Thailand.

LS/CS/ap/rtr/ips