1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

100910 USA Islam 11.9.

10 September 2010

Diskusi seputar Islam di Amerika Serikat memanas menjelang peringatan serangan 11 September. Apakah ini hanya kiat para politis untuk menarik simpati pemilih? Atau apakah warga AS benar-benar anti Islam?

https://p.dw.com/p/P9JY
Ground Zero, New YorkFoto: picture alliance / dpa

66% warga Amerika menolak pembangunan pusat aktivitas Muslim, dua blok dari Ground Zero. Demikian hasil jajak pendapat "Washington Post". Tidak masalah bahwa di jalan yang sama terdapat klub tari telanjang dan bar, tempat minum-minum, karena hal itu tak ada hubungannya dengan teroris yang menghancurkan World Trade Center.

Sejak serangan teror yang mengguncang Amerika dan dunia, banyak warga Amerika cemas jika berpikir tentang Islam, kata Jim Kolbe pakar migrasi di German Marshall Fund. "Jika menyangkut individu yang dikenal, tidak masalah bagi mereka. Tapi jika mereka mendengar hal-hal yang secara keliru dipersepsikan dengan Islam, maka banyak yang punya kesan negatif."

Menurut Kolbe, orang Amerika tidak memusuhi Islam. Tetapi, menurut jajak pendapat, 49% berpendapat negatif tentang Islam. Ini terutama karena pemberitaan di media, kata John Esposito, Direktur Institut untuk Studi Arab dan Islam di Universitas Georgetown, Washington. Islam banyak diberitakan berbarengan dengan ekstrimis, serangan dan bom bunuh diri, dengan orang-orang yang memprotes Amerika.

"Selama bertahun-tahun, di media kita banyak moderator acara talkshow, di stasiun televisi 'Fox News', juga stasiun lain, kolumnis di koran, pendeta, Kristen garis keras dan lainnya yang phobia terhadap Islam. Dan publik Amerika terpapar hal-hal itu setiap hari," papar Jim Kolbe.

Ditambah lagi politisi yang melontarkan pernyataan anti-Islam demi mendapat simpati pemilih. Mungkin bukan kebetulan bahwa diskusi tentang pusat Islam di New York menghangat saat ini, dua bulan sebelum pemilu kongres

Menurut banyak penelitian, Muslim di Amerika terintegrasi dengan baik, kata John Esposito. Mereka berintegrasi dengan masyarakat secara ekonomi, dari tingkat pendidikan, dan secara politik juga makin bertambah. Banyak yang berpenghasilan di atas rata-rata orang Amerika.

Namun, mengingat situasi ekonomi yang buruk, orang sering mencari kambing hitam dan menemukannya pada Muslim. Tingginya angka pengangguran ikut berpengaruh, juga ketidaksukaan yang berkembang saat ini terhadap orang asing dan imigran ilegal, kata Muqtedar Khan, profesor ilmu politik di Universitas Delaware.

"Ada ketakutan bahwa Amerika berubah. Pilihan terhadap presiden berkulit hitam, yang nama tengahnya Hussein, ikut berkontribusi. Banyak orang Amerika kuatir, perubahan tidak bisa dielakkan. Sebagian ingin negara kembali didominasi umat Kristen kulit putih. Mereka takut terpinggirkan di negara mereka sendiri,“ ungkap Muqtedar Khan, yang lahir di India dan sudah 20 tahun hidup di AS.

Khan menganggap Amerika negara hebat dan tidak mau tinggal di tempat lain. Tetapi ia kuatir jika perdebatan seperti saat ini tetap berlangsung maka citra Muslim akan semakin rusak. Itu bisa berarti, mereka bukan hanya diperiksa semakin ketat di lapangan terbang, tapi juga saat melamar pekerjaan dan berbagai kerugian dalam hidup keseharian.

Namun, pakar politik itu juga melihat aspek positif lewat dukungan bagi Muslim dari para pemimpin politik seperti Presiden Obama dan Menlu Hillary Clinton. Khan mencatat, bahkan Sarah Palin dari Partai Republik dan Glenn Beck, moderator televisi berhaluan kanan keras, ikut mengecam rencana aksi bakar Al Quran. "Jadi saya berharap politisi dan aktivis konservatif kanan sadar bahwa mereka sudah terlalu jauh dan mencoba untuk kembali."

Bagaimanapun, citra negatif sulit dihapus. Situasi ekonomi di AS tidak akan berubah dalam semalam. Dan kampanye pemilu kongres baru saja dimulai.

Christina Bergmann/Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk