1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pandangan Asia Terhadap Iran

23 Juni 2009

Dalam memahami konflik antara pengikut Presiden Ahmadinejad dan para demonstran pendukung Mir Hossein Mousavi, tiap pengamat punya posisi yang berbeda.

https://p.dw.com/p/IXM5
Perkembangan di Iran lewat twitter dan facebook.Foto: AP / DW Fotomontage

Di panggung internasional pemerintah Iran dan Cina selalu saling mendukung. Tetapi dalam hari-hari belakangan ini pihak oposisi di kedua negara juga bekerja sama erat. Para pengguna internet di Iran membanjiri 'server proksi' dan situs-situs yang membantu mereka untuk menghindari sensor. Banyak di antaranya dikelola oleh warga Cina yang tinggal di pengasingan dan punya banyak pengalaman untuk memungkinkan akses ke situs yang diblokir pemerintah. Ajang diskusi di internet Cina tiba-tiba dipenuhi dengan perdebatan mengenai perkembangan politik di Iran. Shi Ming, seorang wartawan dan pakar internet Cina mengatakan: "Ada blogger yang rupanya menulis atas kehendak pemerintah dengan nada 'lihat, apa dampak dari pemilu demokratis! Hanya kekacauan. Di Cina tidak ada pemilu, oleh sebab itu keadaan kita lebih baik dari warga Iran'. Tapi hal itu langsung dibanjiri oleh para blogger dan peserta diskusi yang intinya mengemukakan 'ngawur! warga Iran jauh lebih berani dari warga Cina. Kita ini pengecut, membiarkan dan menerima saja ulah negara'."

Sebenarnya Iran bukan sorotan masyarakat Cina, tetapi dalam perdebatan aktual nampaknya bangkit kenangan dan persamaan dengan gerakan di Lapangan Tian Anmen 20 tahun lalu. Di negara-negara lainnya, perkembangan di Iran diamati dari sisi lain. Shamim-ur-Rahman, wartawan dari harian Pakistan "Dawn" menerangkan mengapa di Pakistan terdapat simpati bagi Presiden Ahmadinejad: "Ahmadinejad lebih populer terkait sikapnya terhadap AS dan soal nuklir. Bagi mayoritas warga di Pakistan yang penting adalah, siapa yang melawan tekanan dri AS dan siapa yang tegar dalam soal senjata atom?"

Di lain pihak Pakistan dan Afghanistan juga menginginkan stabilitas di Iran. Mereka tidak menginginkan krisis baru di kawasan itu, yang sudah menanggung beban berat. Mereka juga ingin meluaskan hubungan ekonomi dan politik dengan Teheran. Afghanistan merasa punya hubungan dekat dengan Iran sebab sebagian besar warga Afghanistan mengerti bahasa Persia dan banyak pula yang tinggal di Iran. Tetapi para ulama Syiah di Afghanistan mengutamakan kemandirian mereka sendiri dari Teheran dan sama sekali tidak mengekor para ulama di Iran. Demikian pendapat Said-Musa Samimy, kepala redaksi Afghanistan di Deutsche Welle. Ditambahkannya: "Kelompok-kelompok Syiah Afghanistan tidak dapat dikatakan sebagai pengikut para Ayatollah di Iran, karena mereka sendiri bersikap kritis. Misalnya Ayatollah Mohseni dari Kandahar adalah ulama besar Afghanistan. Pada jamannya Ayatollah Khomeini di tahun 80-an keduanya punya pandangan yang berbeda. Oleh sebab itulah Ayatollah Mohseni meninggalkan Iran dan pindah ke Pakistan!"

Apakah demokrasi dan pemilu yang bebas, hubungan internasional atau politik keagamaan. Krisis di Iran dapat diamati dari berbagai sudut pandang Asia yang berbeda-beda.

Thomas Bärthlein / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk