1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pameran Baru di Berlin: Ketika Seniman Tanggapi Krisis Dunia

Stefan Dege
28 November 2023

Museum "Neue Nationalgalerie“ di Berlin menampilkan pameran terbarunya: "Extreme Tensions“. Fokusnya tentang bagaimana para seniman bereaksi terhadap krisis dunia antara tahun 1945 dan 2000.

https://p.dw.com/p/4ZUE0
Museum Neue Nationalgalerie di Berlin
Museum Neue Nationalgalerie di BerlinFoto: Fabian Sommer/dpa/picture alliance

Museum Neue Nationalgalerie di Berlin menggelar pameran permanen berjudul "Zerreissprobe", yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "Extreme Tension." Pameran ini ingin menunjukkan hubungan kompleks antara seni, politik, dan masyarakat.

"Pameran ini menggambarkan pergolakan radikal pasca 1945,” kata salah satu kuratornya, Maike Steinkamp. Memang pada paruh kedua abad lalu, dunia menghadapi banyak pergolakan yang menyebabkan kesengsaraan besar, termasuk pergolakan peradaban seperti Perang Dunia II dan peristiwa Holocaust.

Era pasca 1945 kemudian ditandai dengan  konfrontasi ideologis antara blok Barat dan blok Timur selama Perang Dingin. Runtuhnya Uni Soviet yang saat itu dijuluki negara Tirai Besi, dan apa yang sebelumnya dikenal sebagai blok Timur atau blok Pakta Warsawa menjadi peristiwa sejarah yang dramatis dan berdampak besar pada kehidupan masyarakat.

Berbagai peristiwa itu membuat dunia gelisah. Pada saat yang sama, kejadian dramatis itu menginspirasi para seniman, memberikan motivasi kepada mereka untuk melakukan refleksi, yang selanjutnya sering kali melahirkan terobosan baru.

Seniman bereaksi terhadap pengalaman buruk

Hal ini terlihat jelas pada bagian yang diberi judul "Pengalaman Eksistensial” pada pameran di Berlin. Bagian ini menunjukkan bagaimana para seniman bereaksi dengan ketidakpastian yang mendalam dan terhadap kengerian perang serta keruntuhan budaya akibat Holocaust setelah tahun 1945.

Ketakutan dan kekacauan batin misalnya tercermin dalam karya pematung Swiss Alberto Giacometti yang terlalu kurus dan terlalu panjang. Lubang hitam pada relief suram karya seniman AS Lee Bontecou menyerukan orientasi baru, begitu juga surealisme yang melekat pada "boneka artikulasi" karya seniman Jerman Wilhelm Lachnit (1899-1962).

Pembagian dunia politik dan militer antara Timur dan Barat, pergulatan antara ideologi yang mengusung kebebasan berekspresi dan politik propaganda juga dapat dilihat pada seni rupa. Di Eropa Barat dan Amerika Serikat, seniman muda beralih ke bentuk ekspresi baru yang abstrak. Artis Jerman K.O. Götz (1914-2017), misalnya, melemparkan cat ke atas kanvas dan lalu menciptakan struktur yang abstrak dengan busa pembersih. Seniman Amerika Mark Rothko (1903-1970) dan Morris Louis (1912-1962) melukis bidang-bidang warna yang besar, terkadang hanya menggunakan satu warna.

An icon returns: Berlin's Neue Nationalgalerie

Kontroversi antara seni abstrak dan seni figuratif

Sebaliknya, di Jerman Timur dan negara-negara sosialis lainnya, realisme sosialis diangkat sebagai gaya dan karya tertinggi. Temanya sering menunjukkan para pekerja keras dan petani, seni „resmi" yang menjadi bagian dari propaganda politik.

Namun ada juga seniman Jerman Timur yang menentang politik itu, seperti Harald Metzkes atau Werner Tübke (1929-2004). Dan seni figuratif juga hidup di banyak studio di Barat, misalnya pada patung-patung besar karya Henry Moore (1898-1986).

Di tengah ketegangan antara politik dan masyarakat, seni sering menemukan perannya. "Seni sering kali berfungsi seperti seismograf, karena dapat mengetahui tren lebih awal dibandingkan di tempat lain,” kata kurator pameran Maike Steinkamp. Pameran permanen museum Neue Nationalgalerie berjudul "Zerreissprobe" atau dalam bahasa Inggris "Extreme Tension" akan berlangsung sampai akhir September 2025.

(hp/as)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.