1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Palestina Cari Dukungan Internasional bagi Batas Negaranya

17 November 2009

Palestina akan menempuh upaya sepihak mencari dukungan bagi negara mereka di masa depan. Israel menolak keras, dan balik mengancam merampas wilayah Palestina lain.

https://p.dw.com/p/KZ01
Kepala tim perunding Palestina Saeb Erekat (kiri) bersama Presiden AbbasFoto: picture alliance/dpa

Perkembangan baru ini memperparah kerumitan mengenai prospek perdamaian Israel Palestina. Sebelumnya, keputusan Presiden Mahmud Abbas untuk tak mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden yang dijadualkan Januari 2010 mendatang, membuat masa depan perundingan tampak suram. Abbas mengambil keputusan itu sebagai ungkapan frustrasinya atas mandeknya proses penyelesaian konflik Palestina-Israel. Pemilihan presiden itu sendiri sudah pasti akan ditunda, karena kelompok Hamas tak mengizinkan berlangsunya pemilihan di Jalur Gaza yang mereka kuasai.

Palestina menandaskan niatnya melancarkan upaya baru mewujudkan suatu negara Palestina merdeka, yakni dengan menggalang dukungan internasional mengenai garis perbatasan untuk wilayah bagi negeri mereka di masa depan.

Kepala Tim Perunding Palestina, Saeb Erekat, menyatakan, "Palestina dan negara-negara Arab sedang melakukan pembicaraan dengan negara-negara Eropa, Rusia, PBB, kelompok negara-negara Afrika, kelompok negara-negara Amerika Latin dan negara-negara Amerika lainnya. Konsultasi luas itu dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan PBB mengeluarkan suatu resolusi mengenai solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967."

Israel langsung memperingatkan Palestina, bahwa langkah semacam itu merupakan tindakan sepihak yang tak bisa diterima. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebutkan, segala bentuk langkah sepihak akan menghancurkan lagi kerangka kerja kesepakatan antara Israel dan Palestina. Pemimpin Israel dari kubu kanan ini lebih jauh memperingatkan, jika Palestina meneruskan langkah sepihak ini, Israel akan terpaksa mengambil langkah sepihak juga. Apa langkah sepihak dari sisi Israel, Netanyahu tidak menjelaskan lebih lanjut.

Namun menteri lingkungan Israel., Gilad Erdan yang dekat dengan PM Netanyahu dengan gamblang menyatakan, jika Palestina mengumumkan kemerdekaan sepihak, harus dijawab Israel dengan merampas lagi wilayah Palestina. Dengan mengesahkan undang-undang yang memasukan sejumlah wilayah pemukiman Yahudi di Tepi Barat ke dalam wilayah Israel.

Kepala perunding Palestina Saeb Erekat menegaskan, yang akan dilakukan Palestina bukanlah menyatakan kemerdekaan secara sepihak, melainkan mengupayakan pengakuan internasional melalui resolusi dewan Keamanan PBB, mengenai batas-batas negara Palestina masa depan. Dan mereka akan melakukannya dengan persiapan yang matang.

"Kami tidak akan tergesa-gesa. Kami akan mempersiapkan pekerjaan rumah kami dengan sebaik-baiknya. Dan kami akan menjelaskan sikap kami kepada masyarakat internasional sebelum kami mengajukannya kepada Dewan keamanan PBB."

Saeb Erekat menyatakan, kekukuhan Israel dan kebuntuan masa depan perundingan memaksa Palestina menempuh upaya baru meminta pengakuan internasional itu. Sebaliknya, juru bicara kantor perdana menteri Israel, Mark Regev, dalam wawancara dengan jaringan pemberitaan Inggris BBC menyatakan, langkah Palestina itu tidak akan membawa hasil yang bermanfaat untuk menyelesaikan konflik Timur Tengah. Ia mengatakan, penyelesaian damai sejati hanya bisa dicapai melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak.

Menurut Mark Regev, justru Palestinalah yang kukuh tak mau kembali ke meja perundingan, dengan menetapkan prasyarat. Palestina menuntut penghentian sepenuhnya pembanguan pemukiman Yahudi, sebelum perundingan bisa dimulai lagi. Israel hanya bersedia melakukan pembatasan pembangunan pemukiman. Masalahnya, bagi Palestina, kebijakan Israel itu dari waktu ke waktu, makin menggerogoti wilayah masa depan negara Palestina. Sejauh ini sekitar setengah juta warga Israel tinggal di sekitar 100 kompleks pemukiman Yahudi yang dibangun di kawasan pendudukan sejak 1967. Seluruh pemukiman itu ilegal menurut hukum internasional, namun Israel membantahnya.

GG/HP/afp/rtr