1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakistan Minta Blokir Aset Afganistan Dibuka

21 September 2021

Pakistan minta agar aset miliaran dolar milik Afganistan yang diblokir dunia, segera dibuka untuk mencegah keruntuhan ekonomi yang lebih parah. Namun, Pakistan tak minta dunia terburu-buru akui pemerintahan Taliban.

https://p.dw.com/p/40alT
Afghanistan
Afganistan mengalami kekurangan uang sejak pengambilalihan TalibanFoto: Saifurahman Safi/Xinhua/picture alliance

Pakistan pada Senin (20/09), meminta kekuatan dunia untuk membuka blokir aset miliaran dolar Afganistan yang dibekukan setelah pengambilalihan pemerintahan oleh Taliban.

Menjelang pembicaraan tentang Afganistan di Majelis Umum PBB, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengatakan, prioritas paling mendesak adalah mencegah keruntuhan ekonomi yang lebih dalam dari negara tetangganya itu yang dapat memicu bencana kemanusiaan.

"Di satu sisi, Anda mengumpulkan dana segar untuk mencegah krisis dan di sisi lain uang yang menjadi milik mereka, tidak dapat mereka gunakan," kata Qureshi.

Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi
Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood QureshiFoto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance

"Saya pikir membekukan aset tidak membantu situasi," ujarnya, seraya menambahkan bahwa ‘'Uang itu adalah milik Afganistan dan sudah seharusnya digunakan untuk orang Afganistan‘‘.

Amerika Serikat (AS) membekukan aset bank sentral Afganistan senilai $9,5 miliar (Rp135 triliun). Sementara, pemberi pinjaman internasional telah menjauhi Afganistan karena khawatir uang pinjaman akan disalahgunakan oleh Taliban.

Tak terburu-buru mengakui Taliban

Pakistan adalah pendukung utama rezim kejam Taliban 1996-2001 dan telah lama menghadapi tuduhan AS bahwa dinas intelijennya mengobarkan perlawana jihadis Islam dalam pertempuran dua dekade mereka melawan pasukan NATO dan pemerintah Afganistan yang didukung Barat.

Menyinggung pemerintahan baru Afganistan di bawah Taliban, Qureshi tampaknya memiliki pendirian yang sama dengan AS, bahwa terlalu dini untuk membangun hubungan formal.

"Saya pikir tidak ada yang terburu-buru untuk mengakui (pemerintahan baru Taliban) pada tahap ini dan Taliban harus memperhatikan itu," kata Qureshi.

Jika Taliban menginginkan pengakuan, "mereka harus lebih peka dan lebih menerima opini internasional," katanya.

Qureshi menyuarakan harapan bahwa Taliban akan lebih inklusif setelah membentuk pemerintahan sementara yang memasukkan tokoh-tokoh yang ada dalam daftar hitam PBB atas tuduhan terorisme.

Menlu Pakistan ini mengatakan, melihat sisi "positif" dari Taliban termasuk deklarasi amnesti dan kesediaan untuk memasukkan kelompok etnis selain kelompok Pashtun yang dominan.

"Ini adalah tren yang harus didorong," katanya. 

Beda kenyataan dan janji Taliban

Qureshi mengungkapkan harapan Taliban memenuhi janji mereka "bahwa anak perempuan dan perempuan akan diizinkan pergi ke sekolah, perguruan tinggi dan universitas.”

Namun, aktivis dan saksi mata mengatakan kenyataan di lapangan berbeda dari janji Taliban. Perempuan dan anak perempuan dipersulit dalam pekerjaan dan pendidikan bahkan tanpa pengumuman resmi dari kelompok garis keras itu.

pkp/as (AFP, AP)