1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Coba Kudeta Lewat Pengadilan

4 Februari 2014

Oposisi Thailand menuntut pembatalan pemilu akhir pekan lalu dan pembubaran partai yang berkuasa, melalui mekanisme pengadilan. Membuat situasi negara itu kian tak menentu.

https://p.dw.com/p/1B2Ic
Foto: Reuters

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra menggelar pemilu yang dipercepat hari Minggu lalu untuk meredakan demonstrasi menuntut pengunduran dirinya yang telah berlangsung selama tiga bulan, dan memicu kekerasan di Bangkok dan mendorong negara itu ke dalam kekacauan politik.

Langkah hukum terakhir yang diambil oposisi, berencana memasukkan gugatan atas hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi pada hari selasa (4/2), bersamaan dengan peringatan Amerika Serikat yang menentang setiap langkah untuk melakukan kudeta militer, dalam pesan paling keras yang pernah mereka sampaikan kepada sekutu penting mereka tersebut.

“Kami tentu tidak ingin melihat kudeta atau kekerasan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki setelah para demonstran oposisi mencegah para pemilih datang ke ribuan tempat pemungutan suara hari Minggu lalu, mendorong otoritas pemilu untuk melakukan penghitungan akhir hingga semua kertas suara sampai ke tangan konstituen.

Pengacara untuk kelompok oposisi Partai Demokrat mengatakan keberatan mereka ke Mahkamah konstitusi akan berporos pada pemberlakuan keadaan darurat, yang diumumkan menjelang pemungutan suara dengan alasan khawatir terjadinya kekerasan setelah serentetan adu tembak dan serangan granat di lokasi demonstrasi.

Demokrat mengklaim dekrit itu juga berusaha memberangus media yang kritis pada pemerintah – dan sebaliknya mempromosikan insitusi pemberitaan yang pro pemerintah – dan itu melanggar konstitusi.

“Ini artinya pemilu itu tidak bebas dan adil,” kata Virat Kalayasiri pengacara Demokrat.

“Kami juga menginginkan pembubaran Puea Thai (partai yang berkuasa) serta larangan berpolitik bagi para pimpinannya,” kata Virat, menuduh pemerintah juga bertindak inkonstitusional dengan menggunakan dekrit keadaan darurat untuk mencari kekuasaan.

Intervensi Hukum

Intervensi pengadilan Thailand diamati sebagai tanda-tanda mereka ingin melakukan “kudeta hukum” untuk menjatuhkan pemerintah.

Negeri itu kini terbelah antara kelompok pendukung kakak Yingluck, yakni bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang hidup di pengasingan dan memiliki dukungan kelompok masyarakat kelas bawah berhadapan dengan kelompok kelas menengah Bangkok yang setia pada kerajaan serta warga di wilayah Selatan yang mendukung kelompok oposisi.

Pemerintah Yingluck kini menghadapi sejumlah gugatan hukum, termasuk tuduhan korupsi terkait kebijakan kontroversial mengenai skema subsidi beras serta upaya untuk mengubah model senat Thailand menjadi sistem pemilihan penuh.

“Itu adalah sebuah permainan politik untuk memojokkan Puea Thai dan pemerintahan Yingluck," kata juru bicara partai Pormpong Nopparit, sambil menambahkan bahwa kebijakan pemberlakuan keadaan darurat adalah sah.

Para pengamat mengatakan, kelompok militer Thailand yang kuat enggan untuk masuk dalam arena saat ini, meski ada seruan dari para demonstran agar militer bertindak memecahkan krisis politik.

ab/hp (afp,ap,rtr)