1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

120809 Thüringen NPD

13 Agustus 2009

Penghinaan rasis partai ekstrim kanan NPD terhadap politisi kulit hitam di Thuringen ditentang semua partai politik arus utama. Namun dituntut upaya lebih untuk mengikis rasisme yang masih melekat di masyarakat Jerman.

https://p.dw.com/p/J8uE
Zeca Schall dengan latar poster kampanye partai CDU untuk pemilu di negara bagian Thuringen.Foto: DPA

Kata-kata seperti "kuota negro" atau "pekerja tamu" muncul dalam pernyataan pers yang menyerukan agar Zeca Schall, politisi berkulit hitam dari partai Demokrat Kristen, CDU, pulang ke tanah airnya.

Ini adalah upaya terbaru partai ekstrim kanan Jerman NPD untuk menggalakkan sentimen rasis. Yang lebih menyeramkan, mereka mendorong anggotanya untuk menyampaikan pesan kepada Schall, secara pribadi.

Zeca Schall, lahir di Angola dan hidup di Jerman sejak 1988. Sosoknya sebagai spesialis integrasi ikut menghiasi poster-poster kampanye, menjelang pemilu tingkat daerah yang akan dilakukan di Thuringen, negara bagian di wilayah timur Jerman, 30 Agustus mendatang.

Schall mengaku syok tapi tidak takut. "Baru saja sebuah mobil NPD berhenti di depan kediaman saya dan megnungkapkan ketidaksukaan terhadap saya. Tapi kami tidak takut , kami dilindungi apart keamanan dan akan melanjutkan kampanye pemilu sampai selesai. Kami yakin akan memenangkan pemilu ini", kata Schall.

CDU mendukung penuh Schall. Partai konservatif itu juga menuntut polisi menyelidiki apa yang mereka sebut pelanggaran terhadap hak seseorang akan martabat kemanusiaannya.

Hajo Funke, Ketua Politik dan Kebudayaan di Freie Universität, Berlin, memuji reaksi tegas CDU. Tapi, jangan menganggap remeh NPD, kata Funke.

“Apa yang mereka tampilkan adalah pemikiran ekstrim kanan yang paling radikal. Mereka tidak berhenti sampai di situ. Coba lihat aksi kekerasan ekstrimis kanan yang jumlahnya meningkat tahun lalu. Ada isyarat jelas bahwa sesuatu terjadi dalam masyarakat, berkaitan dengan rasisme dan keyakinan pada ekstrim kanan. Jangan meremehkan bahaya ini pada budaya politik kita. Tidak berbahaya di parlemen tingkat nasional, tapi cukup berbahaya bagi pemilu di sejumlah negara bagian, terutama di timur Jerman”, kata Funke.

Informasi yang dikeluarkan badan intelejen nasional Jerman tahun 2008 menunjukkan, jumlah anggota NPD di Thuringen menyusut menjadi sekitar 500 orang. Partai ekstrim kanan itu tidak menunjukkan ancaman nyata, baik bagi pemilu regional maupun nasional.

Heiko Senebald, juru bicara CDU di Thuringen, mengamini angka statistik ini. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak memberi panggung bagi NPD.

“Thuringen adalah negara bagian yang toleran dan terbuka. Situasinya akan tetap seperti itu dan kami tidak takut pada ekstrimis sayap kanan. Ada solidaritas sesama warga, keberanian moral dan sejalan dengan upaya politik kami akan memastikan, NPD tidak akan mendapat pijakan kaki di Thuringen“, kata Senebald.

Senebald mengatakan, apa yang dilakukan CDU di tingkat negara bagian untuk memerangi rasisme, sudah memadai. Selain program untuk mengontrol ekstrimis sayap kanan, juga ada panduan bagi mereka yang ingin keluar dari NPD. Tapi menurut Hajo Funke, Ketua Politik dan Kebudayaan di Freie Universität, pernyataan itu berlebihan.

Ia mengatakan, “Arahnya sudah tepat tapi mereka masih belum cukup bertindak. Thuringen termasuk negara bagian yang paling tidak aktif di timur Jerman dan Jerman secara keseluruhan. Jadi bagus kalau mereka akhirnya mulai berbuat sesuatu.”

Komentar-komentar ekstrim kanan yang menyerang Zeca Schall, tampaknya akan menghidupkan kembali diskusi tentang apakah NPD seharusnya dilarang sebagai partai politik resmi. Larangan semacam itu membutuhkan mayoritas suara dalam parlemen dan itu tidak akan terjadi sebelum pemilu bulan September.

Sejauh ini CDU termasuk yang menentang pelarangan terhadap NPD yang memiliki sekitar 7.000 anggota di seluruh Jerman. CDU berpendapat, partai ekstrim kanan itu bukanlah ancaman politik serius dan justru bisa diawasi dengan lebih baik dalam aktivitas terbuka di masyarakat.

Tanya Wood/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk