1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nobel Kesusasteraan 2006 untuk Orhan Pamuk

12 Oktober 2006

Pengarang Turki Orhan Pamuk yang berusia 54 tahun terpilih sebagai penerima hadiah nobel kesusasteraan tahun ini.

https://p.dw.com/p/CJa4
Orhan Pamuk
Orhan PamukFoto: AP

Orhan Pamuk berusaha menjadi penengah dan bersuara jika melihat ketidakadilan dan kebohongan. Untuk prestasinya Orhan Pamuk akan menerima penghargaan dan uang senilai 1 juta Euro pada 10 Desember mendatang, di Stockholm, Swedia.

Menunggu terbukanya pintu besar berwarna putih di gedung tua dari bursa efek Stockholm yang merupakan kantor Akademi Kerajaan Swedia, cukup menegangkan. Udara di ruangan tidak lagi segar dan agak panas. Para jurnalis dan juru kamera, penerbit dan pakar kesusasteraan gelisah dan berdiri berdesakan. Horace Engdahl, sekretaris tetap Akademi Kerajaan Swedia akhirnya secara resmi mengumumkan nama yang sudah ditunggu-tunggu.

Keputusan dari Akademi Kerajaan Swedia tidak mengejutkan para pakar kesusasteraan dan rumah-rumah penerbitan. Sejak beberapa tahun ini Orhan Pamuk termasuk calon favorit untuk hadiah penghargaan kesusasteraan paling bergengsi di seluruh dunia. Pengarang usia 54 tahun itu memperoleh hadiah Nobel Kesusasteraan karena melalui pencarian sisi melankolis dari Istanbul, kota asalnya, ia telah menemukan ungkapan baru untuk menggambarkan sengketa antar budaya dan kaitannya terhadap hal lain. Demikian alasan dari Akedemi Kerajaan Swedia yang memutuskan kepada siapa hadiah nobel diberikan.

Karya Orhan Pamuk telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa dan diterbitkan di lebih dari 100 negara. Dia termasuk pengarang yang melalui keindahan narasinya menjembatani bentuk novel Eropa modern dan tradisi mistik orientalis. Yang penting baginya adalah pencarian jejak, rasa saling menghormati dan pengetahuan mengenai kebudayaan lain. Karyanya yang terkenal antara lain “Salju”, “Benteng Putih”, “Merah Namaku” dan “Kehidupan Baru”.

Horace Engdahl, sekretaris tetap Akademi mengatakan:“Orhan Pamuk masuk jauh ke dalam sejarah Kerajaan Osmania dan melukiskan gambaran baru yang sensual, apakah itu menyangkut lukisan miniatur antik, perang dengan kekuasaan di Eropa ataupun tentang kota asalnya Istanbul. Ini membuat kita mengerti apa sebenarnya arti dari perbedaan kebudayaan. Dalam karyanya kita juga melihat kedekatan kepada Tuhan atau ketidakhadiranNya, tentang waktu dan tentang manusia.”

Dalam sebuah wawancara, Orhan Pamuk pernah menyinggung pembunuhan terhadap etnis Armenia. Oleh karena itu, di Turki dia diajukan ke pengadilan atas tuduhan menghina rasa nasionalis Turki. Namun proses tersebut dihentikan bulan Januari lalu. Di negaranya, Pamuk menuntut penjelasan dan kesadaran untuk bertanggung jawab. Dari negara Barat dia menuntut agar tidak lagi memakai argumentasi Kristen untuk penolakan masuknya Turki di Uni Eropa. Dia sendiri menganggap dirinya terutama sebagai pengarang kesusasteraan. Sementara dunia internasional melihat Pamuk sebagai juru tegur yang kritis dan berani. Tahun yang lalu Orhan Pamuk mendapat hadiah perdamaian Jerman "Friedenpreis“.