1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nirwan Dewanto Menulis Puisi Dalam Sunyi

8 Oktober 2015

Nirwan Dewanto menulis puisi dalam sunyi untuk mengeksplorasi kekayaan kata-kata dalam bahasa. Tapi karirnya dalam film membuatnya harus tampil di depan publik dan keramaian.

https://p.dw.com/p/1GjSz
Frankfurter Buchmesse 2015 Partnerland Indonesien - Nirwan Dewanto EINSCHRÄNKUNG
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)

Nirwan Dewanto pada usia 30 tahun ibarat menggiring ranah seni dan budaya memasuki pusaran badai dengan pidatonya di Kongres Kebudayaan Nasional 1991. Ia mengugat asumsi arus utama dengan mengatakan, tidak ada yang dapat mengklaim sebagai wakil budaya Indonesia. Ia menyebutkan, setiap individu punya potensi untuk menciptakan budaya.

Disamping dikenal sebagai pemikir dan pemerhati budaya, Nirwan juga salah satu penyair kenamaan Indonesia dewasa ini. Ia memilih menulis puisi, karena itu merupakan aktivitas perporangan yang dilakukan dalam sunyi. Nirwan mengakui, pembaca kumpulan pusi jauh lebih sedikit dibanding pembaca cerita pendek, roman atau novel.

Nirwan Dewanto

Nirwan memang memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk publik dan membuka semua peluang untuk mengeksplorasi bahasa serta arti bahaya yang tidak tersentuh oleh pelaku komunikasi lainnya. Kiprah Nirwan di dunia kepenyairan membuahkan dua kali penghargaan Khatulistiwa, sebuah penghargaan sastra yang bergengsi di Indonesia. Tahun 2008 untuk kumpulan puisi Jantung Lebah Ratu dan 2011 untuk Buli-Buli Kaki Lima.

Tahun 2012 karir Nirwan Dewanto berubah 180 derajat dengan manapakkan kaki di dunia film. Ia didapuk memegang peran utama dalam film Soegija, karya sutradara kenamaan Garin Nugroho. Nirwan yang beragama Islam memerankan Monseigneur Albertus Soegijapranata, uskup Katolik pribumi pertama di Indonesia yang juga dianugerahi gelar pahlawan. Fase ini dalam karir dan kehidupannya yang selalu bergulat dengan sunyi, secara tiba-tiba melontarkannya menjadi figur publik yang harus tampil du dunia ramai.