1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

NATO Setujui Penambahan Pasukan di Afghanistan

4 Desember 2009

Setelah AS menyatakan akan penugasan 30 ribu prajurit tambahan, kini mitra aliansi ISAF menyatakan bersedia mengirimkan 7000 tentara tambahannya ke Afghanistan.

https://p.dw.com/p/KqeI
Pertemuan tingkat menteri luar negeri NATO di Brüssel, 3-4 Desember 2009.
Pertemuan tingkat menteri luar negeri NATO di Brüssel, 3-4 Desember 2009.Foto: AP

Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen dapat bernapas lega. Seruannya terhadap anggota NATO membuahkan hasil. Banyak mitra aliansi ini memenuhi desakan AS untuk menambah jumlah pasukannya di Afghanistan. Selain 30 ribu tentara tambahan AS, sekitar 7000 prajurit tambahan juga ditugaskan dalam pasukan internasional pelindung Afghanistan ISAF tahun depan.

Sekjen NATO Rasmussen mengatakan, "Itu artinya, pada tahun 2010 ISAF memiliki 37 ribu prajurit lebih banyak dari tahun ini. Itu merupakan solidaritas nyata. Dan efek di lapangan dapat berarti besar."

Lebih dari 22 negara yang terlibat dalam ISAF menyatakan akan menambah jumlah pasukannya, di antaranya Italia, Spanyol, Polandia, Slovakia, Turki dan Ceko. Namun Rasmussen tidak mengatakan berapa banyak jumlah negara NATO dan berapa negara anggota ISAF yang menyatakan kesediaannya itu.

Dalam beberapa pekan dan bulan ke depan, Rasmussen menunggu adanya lagi pernyataan kesediaan serupa. Terutama dari Jerman dan Perancis yang selama ini bersikap menahan diri.

Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle baru ingin memposisikan diri setelah konferensi internasional mengenai Afghanistan akhir Januari 2010. Westerwelle mengarahkan perhatian ke debat politik di pemerintah Jerman.

"Saya pikir sangat tidak kondusif jika keberhasilan penugasan di Afghanistan dibilang hanya bergantung pada jumlah pasukan, menambah pasukan atau tidak menambah pasukan, dan kalau kita melupakan bahwa keberhasilan yang sebenarnya mungkin terwujud, dan yang kita perlukan, sangat berkaitan dengan pembangunan masyarakat sipil," kata Westerwelle.

Sejumlah negara NATO sepakat bahwa keterlibatan mereka di Afghanistan di masa depan lebih bertujuan untuk pembangunan masyarakat sipil dan ekonomi. Guido Westerwelle menyebut pendidikan pasukan militer dan kepolisian Afghanistan sebagai butir penting.

"Di bagian itulah kami harus berbuat lebih. Ketika saya mengatakan, di bagian itulah kami harus berbuat lebih, artinya, kami sebenarnya sudah dapat berbuat lebih,“ ungkapnya.

Pada akhirnya dijelaskan tujuan negara-negara yang terlibat dalam ISAF bahwa dalam beberapa tahun mendatang akan menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada pemerintah Afghanistan. Bagi NATO, inilah artian utama perjuangan pemerintah Afghanistan misalnya dalam melawan pemberontakan, korupsi dan perdagangan narkotika. Guna mencapai tujuan ini, negara-negara NATO di masa depan harus bersikap lebih aktif, demikian desakan Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband di Brussel.

"Setiap pemerintah mestinya bertanya pada diri sendiri, apakah mereka sudah melakukan upaya maksimum, secara militer dan sipil, untuk meraih keberhasilan di Afghanistan. Kami tahu bahwa risikonya sangat tinggi,“ tegas Miliband.

Inggris ingin mengirimkan 500 prajurit tambahan. Sebaliknya Kanada dan Belanda ingin menarik pulang pasukannya dalam waktu dekat. Berlawanan dengan strategi baru NATO.

Belanda sebenarnya sudah berencana menarik pulang pasukannya dari Afghanistan dua tahun lalu. Seberapa banyak tekanan NATO yang ditujukan pada Belanda? Hal tersebut tidak ingin dijawab oleh Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen. "Keputusan mengenai tahun 2010 ini tidak ditentukan di Brussel, juga Washington. Tapi kami tentukan di Den Haag."

Belanda tetap akan memberikan bantuan dananya terhadap Afghanistan. Belanda menyatakan akan melipatgandakan dana bantuan bagi pendidikan kepolisian Afghanistan senilai 20 juta Euro.

Tekanan untuk berbuat lebih di Afghanistan tumbuh di setiap negara anggota NATO. Kemungkinan Jerman juga akan menyatakan penambahan pasukan setelah konferensi internasional Afghanistan awal tahun 2010.

Susanne Henn/Luky Setyarini

Editor: Anggatira Rinaldi