1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Narsisme Picu Bunuh Diri Spektakuler

31 Maret 2015

Depresi digabung narsisme diduga picu aksi bunuh diri horor yang membunuh 149 orang lainnya dari kopilot Germanwings Andreas Lubitz. Juga tes psikologi dan aturan harus berdua di kokpit kini jadi sorotan tajam.

https://p.dw.com/p/1Ezw0
Deutschland Facebook "Remembering Andreas Lubitz" (Screenshot)
Foto: Facebook

Harian-harian Eropa masih mengomentari aksi bunuh diri kopilot Germanwings dengan cara menjatuhkan pesawat berisi 150 orang ke pegunungan Alpina Perancis. Dipertanyakan sejauh mana aturan tes psikologi, surat cuti sakit dari dokter buat pilot serta keharusan berdua di kokpit ditaati, hingga penerbangan tidak jadi faktor risiko bagi penumpang dan awak lain.

Harian Italia Corriere dela Sera yang terbit di Milan dalam tajuknya berkomentar: pembunuh massal memang tidak pernah mengumumkan niatnya. Tapi seperti juga penembakan amok di Amerika, aksi pembunuhan massal semacam itu akan selalu berakhir dengan aksi bunuh diri pelaku. Dalam kasus kopilot Andreas Lubitz adalah dengan menabrakkan pesawat Airbus ke gunung Alpina Perancis. Bukan tugas kita menilai kasus tersebut, melainkan bagaimana para penyidik memahami perilaku ini. Andreas Lubitz pernah menyatakan kepada teman wanitanya: "Suatu hari nanti, semua orang akan kenal nama saya". Terbukti semua media kini menyebutkan nama kopilot yang jadi pembunuh massal itu.

Harian Denmark Politiken yang terbit di Kopenhagen menulis komentar: Narsisme dalam zaman ini bisa jadi ancaman serius. Pelaku bunuh diri spektakuler tidak pernah memikirkan bagaimana trauma yang dialami saksi mata atau keluarga korban. Apakah itu kaum fanatik pelaku serangan bunuh diri yang meledakan diri di tengah pasar dan menewaskan ratusan orang atau seorang kopilot depresi tapi narsis yang menabrakan pesawat ke gunung dan menewaskan 150 penumpangnya, semua berperilaku sama. Dalam keputusaasaannya, mereka seolah ingin melihat sendiri kematian yang juga membawa orang lain sebagai korban.

Harian Inggris The Times yang terbit di London menulis komentar seputar keharusan tes psikologi bagi pilot dan kopliot sebagai konsekuensi dari kasus Germanwings itu. Dampak penyakit psikis pada kopilot Germanwings terbukti berakibat lebih mengerikan ketimbang jika ia alami serangan jantung. Jika Germanwings mematuhi aturan tes psikologi mungkin kasus bunuh diri kopilot yang jadi pembunuhan massal bisa dicegah. Memang kasus pilot atau kopilot bunuh diri dengan menjatuhkan pesawat amat jarang terjadi. Tapi juga harus diingat, separuh dari seluruh kasus kecelakaan pesawat, terjadi akibat kesalahan pilot.

Sementara harian Austria Der Standard yang terbit di Wina dalam komentarnya menepis aksioma bahwa aturan tes psikologi dan aturan harus berdua di kokpit bisa mencegah aksi semacam itu. Aturan sudah cukup lama diberlakukan. Tapi apakah dalam praktiknya jika semua aturan ditaati, bisa mencegah terjadinya peristiwa spektakuler yang sudah dirancang? Tidak ada yang tahu persis. Diskusi mengenai tes psikologi, cuti sakit dengan keterangan dokter diyakini taka akan mampu mencegah reaksi ekstrim. Manusia tetap jadi salah satu faktor risiko.

as/ml (dpa,afp)