1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bangladesh Akan Pulangkan Pengungsi Rohingya

23 November 2017

Myanmar dan Bangladesh hari Kamis (23/11) menandatangani nota kesepahaman pengungsi Rohingya, kata pejabat senior Myanmar. Ratusan ribu pengungsi Rohingya lari ke Bangladesh.

https://p.dw.com/p/2o7jT
Bangladesch | Rohingya-Flüchtlingslager rund um Cox's Bazar
Foto: DW/ P. Vishwanathan

"Kami siap membawa mereka kembali sesegera mungkin setelah Bangladesh mengirim formulir kembali kepada kami," kata Myint Kyaing, pejabat senior di Kementerian Tenaga Kerja, Imigrasi dan Kependudukan Myanmar. Agar bisa kembali ke Myanmar, para pengungsi Rohingya di perbatasan Bangladesh itu harus mengisi formulir pendaftaran dengan rincian pribadi, sebelum pulang ke Myanmar.

Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan antara Aung San Suu Kyi dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood di Naypyidaw hari kamis (23/11). Kesepakatan itu berkaitan dengan pemulangan ratusan ribu warga Rohingya yang telah melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine.

Sejak Agustus lalu, sekitar 620.000 warga Rohingya menyeberangi perbatasan ke Bangladesh karena kekerasan militer di Rakhine. PBB dan Amerika Serikat menyebut kekerasan militer Myanmar itu sebagai "pembersihan etnis terhadap Rohingya."

Setelah mendapat kecaman luas, Aung San Suu Kyi akhirnya berkunjung ke Rakhine, 2 November 2017
Setelah mendapat kecaman luas, Aung San Suu Kyi akhirnya berkunjung ke Rakhine, 2 November 2017Foto: Reuters

Perundingan antara Suu Kyi dan Menlu Bangladesh dilakukan menjelang kunjungan Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus ke kedua negara. Paus Fransiskus beberapa kali menyatakan simpati mendalam atas penderitaan Rohingya.

Kunjungan Paus akan memperpanjang daftar panjang tamu yang sebelumnya berdatangan ke Naypyidaw untuk mendesak solusi konflik Rohingya. Desakan itu terutama ditujukan kepada orang kuat di militer Myanmar, Panglima Min Aung Hlaing, yang disebut-sebut memerintahkan kekerasan militer terhadap Rohingya.

Minggu lalu, Min Aung Hlaing mengatakan bahwa "tidak mungkin menerima jumlah orang yang diusulkan oleh Bangladesh". Namun perundingan dilanjutkan dengan pertemuan antara Suu Kyi dan Menteri Luar Negeri Bangladesh.

"Mereka membahas tentang pengembangan kerja sama dan hubungan antara kedua negara untuk menerima kembali warga yang meninggalkan tempat Rakhine," kata Kementerian Luar Negeri Myanmar dalam sebuah pernyataan.

Warga Rohingya yang mayoritas beragama Islam hingga kini tidak memiliki kewarganegaraan Myanmar sehingga sering menjadi sasaran kekerasan komunal dan sentimen anti-Muslim. Mereka juga secara sistematis ditindas oleh otoritas lokal yang sangat membatasi gerakan mereka serta akses terhadap layanan dasar.

Krisis pengungsi Rohingya yang terakhir ini berawal dari serbuan kelompok separatis ke sebuah pos polisi Myanmar 25 Agustus lalu. Militer Myanmar lalu melakukan aksi balasan diikuti oleh warga Budhis yang membantai dan membakari rumah-rumah Rohingya.

Hingga kini, militer membantah semua tuduhan kekerasan, namun tidak memberi akses kepada pengamat independen berkunjung ke zona konflik. Pemerintahan Aung San Suu Kyi juga menolak kunjungan tim fakta PBB yang bertugas memeriksa tuduhan kekerasan dan pelecehan yang dilakukan militer.

hp/vlz (rtr, afp)