1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Muslim Sisterhood" Protes di Mesir

19 Desember 2013

Perempuan pendukung Ikhwanul Muslimin tidak lelah berdemonstrasi, menyerukan kembalinya Mohammad Mursi. Bentrokan juga terjadi dengan polisi.

https://p.dw.com/p/1AcgS
Dua anggota "Muslim Sisterhood"Foto: reuters

Kelompok perempuan itu tidak takut menghadapi polisi, mereka mengambil kaleng berisi gas air mata, yang ditembakkan ke arah mereka, dan melemparnya kembali ke polisi. Mereka tidak takut meski ditarik penutup wajahnya dan dilempar ke penjara. Dalam aksi protes di beberapa universitas, mereka juga berkelahi melawan mahasiswa perempuan yang tidak sependapat dengan mereka.

Taktik Gunakan Kaum Perempuan

Perempuan pendukung Ikhwanul Muslimin kini maju ke fron terdepan aksi protes, karena tidak semua cabang organisasi tersebut dipatahkan sejak Presiden Mohammad Mursi digulingkan lewat kudeta 3 Juli lalu. Mantan anggota kelompok itu mengatakan, aksi protes perempuan pendukung Ikhwanul Muslimin itu adalah taktik yang sengaja dilancarkan untuk menyelamatkan diri.

Tujuannya untuk tetap menghidupkan tekanan di jalan-jalan terhadap pemerintah baru. Itu dilancarkan dengan perhitungan, aparat keamanan akan menggunakan lebih sedikit kekerasan terhadap perempuan. Jika aparat keamanan tetap menggunakan kekerasan, mereka akan memenangkan simpati masyarakat umum.

Aksi demonstrasi ini menunjukkan berubahnya peran cabang Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan sebutan "Muslim Sisterhood" tersebut. Seperti halnya kader-kader pria, para perempuan ini sangat disiplin, dan melewati indoktrinasi selama bertahun-tahun, yang berisi prinsip-prinsip kepatuhan. Biasanya mereka sudah dididik demikian sejak kecil. Tetapi kaum perempuannya terutama dididik untuk berperan di belakang kaum pria, dan terutama dalam keluarga. Dalam aksi protes beberapa bulan belakangan, mereka terbukti keras dan ganas.

Ägypten Anti Muslimbrüder Proteste
Aksi protes mendukung militer dan menentang Ikhwanul Muslimin (02/03/2013). Mayoritas rakyat benci organisasi itu.Foto: picture alliance / landov

Menjaga Agama Islam

"Kami menjaga agama kami. Saya turun ke jalan bagi Islam," kata Souhidah Abdel Rahman yang mengenakan cadar dan berusia 13 tahun. Ia ditangkap bersama ibunya ketika ikut aksi protes Oktober lalu di Aleksandria. Souhidah segera dibebaskan akibat usianya yang masih muda, tetapi ibunya tetap ditahan. "Mereka ingin mematahkan perlawanan kami. Tapi kami tidak akan menyerah," ditegaskan Souhidah ketika menjenguk ibunya di penjara di Damanhour.

Seorang pemimpin remaja anggota Ikhwanul Muslimin dari kota Assiut mengatakan, ia dan rekan-rekannya akan bersembunyi jika pemerintah berusaha mematahkan perlawanan mereka. Tetapi mereka memperhitungkan, rakyat yang terutama mendukung penggulingan Mursi kemungkinan nantinya akan berbalik menentang militer dan pemerintahan sementara akibat tekanan kondisi ekonomi.

Perempuan Penting bagi Ikhwanul Muslimin

Ia menambahkan, kaum perempuan Ikhwanul Muslimin, juga anggota yang masih berkuliah memegang peranan penting. "Kaum perempuan hampir tidak mengalami tekanan, karena mereka tidak dikenal. Aparat keamanan tidak punya data tentang mereka," dikatakannya ketika menjelaskan kondisi anonimitas karena masalah keamanan. Di samping itu, kaum perempuan di organisasi itu membantu memperbaiki hubungan antara organisasi dan publik, sambil mengakui, bahwa Ikhwanul Muslimin sekarang dibenci rakyat biasa. Upaya untuk memperoleh simpati publik tampaknya tidak berhasil sepenuhnya.

Ägypten Studenten Protest Mursi-Anhänger
Mahasiswa Universitas Kairo yang mendukung Ikhwanul MusliminFoto: Reuters

Kemenangan bagi "Muslim Sisterhood" tercatat, ketika 21 perempuan ditangkap Oktober lalu dalam demonstrasi di Aleksandria. Mereka mendapat hukuman berat, bahkan hukuman penjara hingga 11 tahun. Beratnya hukuman dan foto perempuan yang diborgol dengan anak perempuan mereka yang berjubah putih mengejutkan warga, bahkan warga Mesir yang anti Islam radikal. Akibatnya hukuman dikurangi drastis, dan para perempuan dibebaskan.

Namun demikian Ahmed Ban, yang mantan anggota Ikhwanul Muslimin berpendapat, hukuman berat terhadap permpuan adalah pesan dari pemerintah. Jika Ikhwanul Muslimin mengirimkan kaum perempuannya, pemerintah akan menindak mereka seperti halnya menindak pria.

ml/hp (ap, rtr)