1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Munir, Kunci Penuntasan HAM yang Dinanti

21 September 2010

Pelanggaran HAM di Indonesia menjadi sorotan komunitas Jerman -ndonesia. Dalam seminar yang diselenggarakan InWent, istri almarhum aktivis HAM Munir dihadirkan sebagai simbol rapuhnya penegakan HAM di Indonesia.

https://p.dw.com/p/PI6t
ÍnWentFoto: http://www.millenniumziele-mainz.de/aktionskreis/logos/inwent.gif

Berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia menjadi keprihatinan komunitas Jerman-Indonesia. Mulai dari kasus penghilangan orang, kekerasan terhadap wartawan, hingga tak terselesaikannya kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Lembaga bantuan InWent semalam (20/09), di Bonn, Jerman, menggelar diskusi dengan menghadirkan pembicara Karl Mertes dari Masyarakat Indonesia-Jerman, istri almarhum Munir, Suciwati dan peneliti masalah HAM di Papua, Khristina Neubauer.

Pembunuhan Munir, yang pernah meraih Nobel Perdamaian Alternatif menjadi sorotan utama dalam diskusi ini, karena hingga enam tahun berlalu, kasusnya belum juga terselesaikan. Diungkapkan Suciwati, bila saja kasus Munir ini urung terselesaikan, maka kasus pelanggaran HAM lain, yang tak terlalu disorot, akan lebih mengenaskan: „Kasus Munir adalah kunci. Bila kasus Munir selesai, maka kasus-kasus lain mengikutinya. Alasannya sederhana, Munir adalah orang terkenal di dunia, itu bagian dari proteksi. Munir seperti Munir saja bisa dibunuh dan kasusnya tak selesai, apalagi mereka yang berada di ujung Papua sana? Baru-baru ini saja ada pembunuhan jurnalis. Itu akan terus terjadi.“

Sejak enam tahun lalu, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir masih belum menemukan titik terang. Kasus tersebut bahkan kini cenderung meredup dan dilabaikan pemerintah. Demikian yang dirasakan setidaknya oleh istri Munir, Suciwati.

Pegiat HAM Munir meninggal dunia dalam perjalanan menuju Belanda dengan pesawat Garuda pada tanggal 7 September 2004. Dugaan kuat Munir dibunuh dengan diracun mencuat setelah adanya hasil otopsi dari Belanda, yang menyebutkan terdapat senyawa arsenik di tubuh Munir dengan dosis tinggi. Hingga saat ini belum terungkap siapa dalang dibalik pembunuhan tersebut. Sementara Bekas Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara, Muchdi Purwopranjono dibebaskan. Muchdi, sebelumnya dituntut hukuman 15 tahun penjara karena dinilai menganjurkan dan memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir.

„Sementara di awal-awal begitu Muchdi dibebaskan, akan dilakuakn peninjauan kembali. Tapi tak ada respon yang dilakukan oleh jaksa agung. Novum yang harus dibawa ini malah dihilangkan. Ada rekaman telefon antara Pollycarpus dan Muchdi, ada 41. bahkan kepolisian bekerjasama dengan FBI untuk mendengarkan lagi apakah betul ada suaranya. Kepala bareskrimnya waktu itu mengatakan memang ada. Kita diyakinkan kembali ketika kita ditemukan dengan jaksa penuntut umum, perdebatannya dulu apakah akan dijadikan novum. Diajukan ke pengadilan juga tidak. Ternyata jadi novum juga tidak.“ Novum merupakan data yang memang belum terungkap. Dan untuk menguji kebenaran itu dilakukan dengan pemeriksaan ulang.

Setelah enam tahun berlalu, Suciwati tidak pernah berhenti mencari keadilan untuk mengungkap kasus kematian suaminya itu. Setelah dari Jerman, Suciwati akan menemui Parlemen Eropa, di Straßburg, untuk mengingatkan kembali pentingnya desakan masyarakat internasional kepada pemerintah Indonesia untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, termasuk kasus pembunuhan Munir.

Ayu Purwaningsih

Editor : Renata Permadi