1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ketahanan PanganKroasia

Mungkinkah Bahan Pangan Ukraina Diekspor Lewat Kroasia?

8 Agustus 2023

Setelah Rusia menarik diri dari Kesepakatan Laut Hitam pada bulan Juli lalu, Kroasia menawarkan untuk mengekspor bahan pangan Ukraina lewat pelabuhannya. Apakah ini pilihan yang realistis?

https://p.dw.com/p/4UrXY
Laki-laki di Nigeria memasukkan gandung dari Ukraina ke sebuah karung
Keputusan Rusia untuk menarik diri dari kesepakatan ekspor gandum dan bahan pangan Ukraina dinilai berisiko menggoyahkan kestabilan pangan.Foto: Sunday Alamba/AP Photo/picture alliance

Semua itu terdengar seperti kabar baik yang telah ditunggu jutaan orang di seluruh dunia. Pada hari Senin (07/08) Ukraina mengumumkan bahwa Kroasia mengizinkan bahan pangan asal Ukraina diekspor melalui pelabuhannya di Sungai Donau dan Laut Adriatik. Bagi sebagian orang, ancaman serius terhadap keamanan pangan global akibat perang dan blokade Rusia di pelabuhan Laut Hitam Ukraina tampaknya bisa dihindari.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengumumkan hal ini setelah pertemuan dengan koleganya dari Kroasia, Gordan Grlic Radman, di Kyiv, Ukraina.

Dalam sebuah pernyataan, Kuleba mengatakan bahwa "setiap kontribusi untuk membuka blokir ekspor, setiap pintu yang dibuka, adalah kontribusi yang nyata dan efektif untuk ketahanan pangan dunia" dan bahwa kedua belah pihak sekarang akan "bekerja untuk menetapkan rute yang paling efisien ke pelabuhan-pelabuhan ini dan manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya."

Benturan kendala logistik

Namun, tentunya tidak semudah itu. Bahkan pengamatan singkat terhadap peta di wilayah ini akan menunjukkan rintangan logistik yang sangat besar yang harus diatasi untuk mewujudkan gagasan ini.

Bahan pangan dari Ukraina dapat dikirim melalui dua pelabuhan Ukraina di Sungai Donau, yakni Izmail dan Reni. Kedua pelabuhan itu baru-baru ini menjadi target serangan drone Rusia. Pilihan lainnya adalah mengirimkan pangan melalui Laut Hitam ke pelabuhan Constanta di Rumania dan dari sana ke Sungai Donau. Bahan pangan ini kemudian harus diangkut sejauh 1.000 kilometer ke hulu ke pelabuhan sungai Donau di wilayah Kroasia di Vukovar.

Pelabuhan Vukovar tidak punya cukup kapasitas

Masalahnya adalah kapasitas pelabuhan di Vukovar kecil. Saat ini mampu menangani maksimal 1,2 juta ton angkutan per tahun. Jumlah ini mungkin terdengar banyak, tetapi penting untuk dicatat bahwa kapasitas ini tidak hanya terkait dengan pengiriman massal (seperti bahan pangan), tetapi juga untuk semua pengiriman, termasuk peti kemas.

Tambahan pula, Vukovar saat ini hanya punya satu silo yang biasa dipakai untuk menyimpan gabah dan hanya berkapasitas 10.000 ton.

Sebagai gambaran, menurut Uni Eropa, Ukraina mengekspor lebih dari 30 juta ton biji-bijian dan bahan makanan lainnya sebagai bagian dari Inisiatif Laut Hitam antara Agustus 2022 dan Mei 2023. Butuh lebih dari 1.080 kapal untuk mengangkut volume kargo ini. Singkatnya, pelabuhan di Vukovar tidak akan berperan besar dalam pengiriman biji-bijian asal Ukraina.

Bisa lewat transportasi jalan dan kereta api?

Lalu ada pertanyaan tentang bagaimana Kroasia akan mengangkut biji-bijian dalam jumlah besar ini ke pelabuhan Adriatik di Rijeka, Zadar, atau Split. Bahkan truk berukuran besar sekalipun, hanya dapat mengangkut tidak lebih dari 45 ton barang sekaligus. Dengan kata lain, butuh lebih dari 22.000 truk untuk mengangkut satu juta ton biji-bijian pangan. Kapasitas transportasi jalan di Kroasia bisa dikatakan tidak akan sanggup mengatasi volume lalu lintas seperti itu.

Transportasi kereta api dipertimbangan sebagai opsi. Namun, tidak realistis untuk berpikir bahwa jaringan kereta api Kroasia, yang telah terbengkalai selama bertahun-tahun dan hampir tidak dapat mengelola angkutan penumpang reguler, akan mampu mengatasi volume angkutan barang ini.

Selain itu, banyak jaringan kereta Kroasia bahkan tidak dialiri listrik dan jalurnya dalam kondisi buruk. Singkatnya, transportasi kereta api di Kroasia lambat dan mahal. 

"Agar transportasi ini bisa berjalan, dibutuhkan investasi yang sangat besar dan banyak waktu. Itu akan memakan waktu bertahun-tahun. Karena tidak hanya kereta api, pelabuhan yang saat ini sedang dibahas juga tidak siap untuk menangani volume barang yang begitu besar. Semuanya akan jadi terlalu mahal," kata Ljubo Jurcic, profesor emeritus di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Zagreb dan mantan menteri ekonomi Kroasia.

Ibarat setetes air di lautan

Sementara apabila dihitung dari segi finansial, ekspor biji-bijian melalui Kroasia tidak akan terlalu menguntungkan bagi Ukraina. Gandum saat ini dijual sekitar €350 per ton di pasar dunia dan jagung seharga €260. Bahkan jika Kroasia berhasil mengirimkan satu juta ton biji-bijian, ini hanya akan menghasilkan keuntungan €300 juta.

Sebagian besar dari keuntungan ini tidak akan bisa dinikmati petani Ukraina karena semua orang yang terlibat di sepanjang rantai transportasi juga ingin untung.

Jurcic mengatakan kepada DW bahwa pengiriman biji-bijian Ukraina lewat pelabuhan Kroasia akan lebih banyak biayanya daripada dampak positifnya terhadap Ukraina. Dia yakin bahwa Kroasia ingin mengungkapkan simpatinya kepada Ukraina, untuk menunjukkan bahwa Kroasia ada di pihak Ukraina dan mendukung negara itu. "Ini lebih merupakan isyarat dukungan simbolis," ujarnya.

Bantuan Kroasia dinilai tidak signifikan

Kroasia juga memberikan dukungan militer kepada Ukraina. Pada awal Mei, Kroasia telah menyumbangkan 14 helikopter Mi-8 ke negara yang dilanda perang itu. Namun, kata Jurcic, ini juga tidak berbeda sifatnya dengan bantuan Kroasia lainnya ke Ukraina. "Apakah itu helikopter yang dikirim atau senjata dan amunisi, itu semua adalah ekspresi dukungan simbolis. Mereka mungkin sudah habis amunisi itu dalam satu hari."

"Bantuan Kroasia untuk Ukraina dalam perang ini nyaris berada pada tingkat kesalahan statistik. Dengan kata lain, tidak signifikan," Jurcic secara ringkas menyimpulkan dukungan Kroasia ke Ukraina.

Jurcic mengatakan kepada DW bahwa sikap Menteri Luar Negeri Kroasia di Kyiv adalah pesan yang disampaikan tidak hanya untuk Ukraina, tetapi juga secara tidak langsung untuk Komisi Eropa. "Kroasia sering mengungkapkan lebih banyak dukungan untuk UE daripada yang dibutuhkan dan membedakan dirinya sebagai salah satu negara di dalam UE yang paling mendukung politik Brussel," katanya.

(ae/hp)