1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Muhammad Yunus dan Idenya bagi Ekonomi Dunia

13 November 2008

Dunia finansial berada di persimpangan jalan. Sejumlah pakar berpendapat, masalah ekonomi dunia harus diselesaikan bersama. Mereka mendesak agar inisiatif sosial yang membantu warga miskin lebih digiatkan.

https://p.dw.com/p/Fu81
Muhammad Yunus, penerima Nobel Perdamaian 2006Foto: picture-alliance / dpa

Seperti yang dilakukan penerima Nobel perdamaian Muhammad Yunus. Pendiri Bank Grameen yang memberikan kredit mikro pada penduduk miskin juga menggagas sejumlah proyek sosial lainnya.

"Saat kami membangun Bank Grameen, kami berkeliling, mengunjungi rumah-rumah penduduk. Kami melihat banyak anak yang sakit, mereka tak dapat melihat apa-apa setelah matahari terbenam. Saya konsultasi pada sejumlah dokter, anak-anak itu menderita rabun senja akibat kekurangan Vitamin A."

Organisasi urusan anak-anak PBB UNICEF menawarkan untuk membagi-bagikan tablet Vitamin A secara cuma-cuma pada keluarga miskin. Tapi apa yang akan terjadi bila pasokan obat-obatan itu habis? Muhammad Yunus memilih untuk mencari solusi yang berkelanjutan.

"Kami lalu menjual benih berjenis sayuran kepada pengambil kredit Bank Grameen, satu paket benih seharga satu penny. Mereka menanam sayuran segar bagi anak-anak mereka, sementara kelebihannya dapat dijual. Para ibu yang meminjam uang di Bank kami sangat senang karena memiliki kebun sayur sendiri."

Proyek penjualan benih sayuran ini ternyata sukses besar. Tapi bagi Muhammad Yunus yang lebih penting adalah dampak sampingan proyek tersebut. Penyakit rabun senja di Bangladesh berhasil diatasi. Inisiatif lainnya yang digagas pakar ekonomi Yunus adalah pemberian kredit untuk membeli ponsel kepada penduduk miskin di desa-desa Bangladesh.

"Waktu itu, para politisi terheran-heran. Untuk apa penduduk di desa-desa memerlukan telepon genggam? Mereka beranggapan, teknologi ini hanya untuk orang kaya. Dalam proposal kami tercantum bahwa kami memberi pinjaman pada para perempuan untuk membeli ponsel. Nantinya, mereka dapat berbisnis dengan HP itu, misalnya dengan menjual pulsa. Tapi, pegawai pemerintah itu balik bertanya pada saya, lalu siapa yang akan mereka telpon? Rupanya ia tak percaya bahwa penduduk desa pun memiliki kenalan yang dapat ditelpon."

Muhammad Yunus berupaya keras meyakinkan pemerintah untuk mendukung proyek ponselnya. Ia dicecar sejumlah pertanyaan yang sebelumnya tak terlintas di benaknya.

"Mereka buta huruf, bisakah mereka menggunakan telpon genggam? Saya bingung, lalu saya jawab: di dunia ini kan hanya ada sepuluh angka. Saya sungguh putus asa, apa yang harus saya katakan? Kalau mereka bisa menghasikan uang dengan menekan sepuluh angka tersebut, mereka akan mengingatnya dalam sepuluh menit. Walau mereka miskin, tak berarti mereka bodoh."

Kini, sekitar 300.000 perempuan Bangladesh berbisnis dengan telepon genggam. Masalah global seperti kemiskinan dan tingginya angka pengangguran hanya dapat diatasi dengan konsep ekonomi sosial yang baru. Di masa depan pun, Muhammad Yunus akan bekerja sama dengan sejumlah lembaga riset dan universitas untuk menggagas inisiatif dan proyek sosial yang menguntungkan bagi penduduk miskin dunia." (zer)