1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mousavi, Harapan Iran Yang Lebih 'Moderat'

16 Juni 2009

Mousavi menjadi buah bibir sejak mencalonkan diri sebagai presiden Iran. Sejak mantan Presiden Mohammad Khatami, juga dari kubu moderat, mundur dari pencalonannya, Mousavi dipandang sebagai saingan terkuat Ahmadinejad.

https://p.dw.com/p/IAls
Mousavi bersama istrinya, Zahra

Mir Hossein Mousavi lahir di Khameneh, 67 tahun silam. Ayahnya seorang pedagang. Lulus dari sekolah menengah atas, Mousavi pindah ke Teheran. Ia meraih gelar master untuk bidang arsitektur dari Universitas Shahid Behesti. Pada awal-awal tahun revolusi Iran, Mousavi menjabat sebagai pemimpin redaksi Jomhouri-e Islami, koran resmi partai Republik Islam.

Mousavi bukan orang asing di panggung politik Iran. Ia pernah menjabat sebagai menteri luar negeri. Ia juga merupakan perdana menteri terakhir Iran. Jabatan itu dipegangnya tahun 1981-89, saat Iran berperang melawan tetangga dekatnya Irak. Pos perdana menteri kemudian dihapus oleh amandemen konstitusi. Sejak itu, Mousavi yang juga dikenal sebagai pelukis dan arsitek, menjauh dari hiruk pikuk politik dan publisitas.

Mousavi yang berjanggut dan berkacamata berulangkali menekankan keyakinannya sejalan dengan petunjuk Ayatollah Ruhollah Khomeini, mendiang penggagas Revolusi Islam Iran tahun 1979. Sebagai perdana menteri di masa perang, Mousavi mempertahankan kontrol negara terhadap ekonomi. Tetapi belakangan, terutama saat kampanye, ia menyokong lebih banyak liberalisasi sebagai cara terbaik untuk menangani masalah seperti inflasi dan pengangguran. Ia juga mendukung kebijakan luar negeri yang mengarah pada Barat.

Hubungannya dengan pemimpin spiritual tertinggi Ayatollah Ali Khamenei sering menjadi topik spekulasi. Kedua pria yang sebetulnya masih terhitung keluarga jauh itu, berbeda pandangan. Ini tampak jelas tahun 80-an, ketika Khamenei menjabat sebagai presiden dan Mousavi perdana menteri. Pada kampanye presiden yang baru lalu, Khamanei menyerukan kepada para pemilih untuk mendukung kandidat yang anti-barat.

Seperti Ahmadinejad, Mousavi mengatakan Iran tidak akan menghentikan program nuklirnya. Tetapi ia menyatakan akan berbuat lebih banyak untuk meyakinkan Barat bahwa Iran hanya akan menggunakan nuklir untuk pembangkit tenaga listrik, bukan membuat bom. Ia juga berjanji mengubah citra 'ekstrimis' yang diperoleh Iran di luar negeri di bawah pemerintahan Ahmadinejad.

Mir Houssein Mousavi menikah dengan Zahra Rahnavard, seniman perempuan, akademisi dan penasehat politik mantan Presiden Iran Mohammad Khatami.

Zahra membuat terobosan baru dalam politik Iran dengan berkampanye secara aktif bagi pencalonan suaminya sebagai presiden. Pasangan itu bahkan berpegangan tangan pada saat rapat umum, sebuah gestur yang jarang ditunjukkan politisi Iran di depan publik. Zahra yang berusia 61 tahun populer di kalangan terpelajar Iran. Para pendukungnya yakin, nenek dan professor itu bisa menjadi ibu negara pelopor di Iran. Ia menolak dibandingkan dengan Michelle Obama, tetapi berjanji memainkan peran penting untuk peningkatan hak perempuan di Republik Islam Iran.

Seberapa besar dukungan suaminya terhadap komitmen itu digambarkan oleh Zahra dengan pernyataan bahwa jika terpilih sebagai presiden, Mousavi akan menunjuk perempuan untuk mengisi posisi penting dalam pemerintahan. Setidaknya dua sampai tiga jabatan menteri kabinet, ditambah lagi wakil menteri, duta besar, penasehat serta direktur jendral.

Mir Hossein Mousavi kalah telak dari Mahmud Ahmadinejad dalam pemilihan presiden Iran pekan lalu. Puluhan ribu pendukungnya turun ke jalan memprotes hasil pemilu dan menuduh pemerintah melakukan kecurangan.

HP/RP/afp/dpa/rtr