1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mousavi dan Karoubi Tolak Penghitungan Sampel Suara

27 Juni 2009

Kandidat presiden Iran yang dikalahkan menuntut dibatalkannya hasil pemilu. Presiden Ahmadinejad mengancam akan lakukan pendekatan lebih keras terhadap negara barat. Iran juga menolak "campur tangan kasar" G-8.

https://p.dw.com/p/IcVx
Seorang pendukung Mir Hossein MousaviFoto: AP

Mir Hossein Mousavi, salah satu kandidat presiden Iran yang kalah dalam pemilihan, menolak penghitungan ulang sampel suara yang diusulkan oleh Dewan Garda. Sebaliknya, Mousavi mengulangi permintaannya agar hasil pemilihan presiden yang digelar bulan ini dibatalkan.

Badan legislatif tertinggi Iran dan pengawas pemilihan, Dewan Garda, menawarkan untuk melakukan penghitungan 10 persen suara dari hasil pemilihan presiden yang digelar 12 Juni lalu. Sedianya, penghitungan ulang tersebut akan dihadiri oleh pejabat senior Iran mewakili pemerintah dan oposisi.

“Penghitungan ulang ini tidak menghapus ambiguitas. Tidak ada jalan lain selain pembatalan hasil pemungutan suara. Sejumlah anggota komite ini tidak obyektif,” ungkap Mousavi dalam sebuah pernyataan di situs internetnya.

"Pemilu terbersih sejak 30 tahun"

Kandidat lain presiden Iran yang kalah dalam pemilu, cendikiawan pro reformasi Mehdi Karrubi, juga menolak tawaran penghitungan ulang sampel suara. Ini dinyatakan Karoubi dalam situs internetnya.

Kandidat presiden lainnya, Mohsen Rezai, Sabtu (27/06), menyatakan bahwa dia tengah mempersiapkan untuk hadir dalam penghitungan ulang dan meminta dua saingannya, Mousavi dan Karoubi, untuk bergabung.

Aksi protes massal yang digelar pendukung Mousavi menunjukkan perpecahan dalam kemapanan politik Iran dan menyeret negara itu ke dalam krisis terdalam sejak Revolusi Islam 1979. Media pemerintah menyatakan, 20 orang tewas dalam bentrokan pasca pemilihan presiden.

Dewan Garda Iran sudah menyatakan, tidak ditemukan pelanggaran dalam proses pemungutan suara yang digelar dua pekan lalu. Hari Jumat lalu (26/06) Dewan Garda bahkan menyebut pemilu terakhir merupakan pemilu terbersih sejak Revolusi Islam 30 tahun yang lalu.

Sabtu (27/06), Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengancam akan melakukan pendekatan yang lebih keras di periode kedua masa jabatannya. Menurut Ahmadinejad, itu patut dilakukan agar negara barat “menyesal” telah mencampuri urusan dalam negeri Iran.

“Tanpa ragu, pemerintah baru Iran akan lebih tegas dan keras dalam menghadapi negara barat,“ kata Ahmadinejad seperti yang dikutip dari kantor berita Iran IRNA. “Kali ini Iran akan bereaksi keras dan tegas” agar negara barat menyesali campur tangannya,” tambah Ahmadinejad.

Usulan Obama

Pernyataan Ahmadinejad itu disampaikan sehari setelah Presiden AS Barack Obama memuji keberanian warga Iran yang memprotes hasil pemilihan presiden di Iran, di tengah apa yang disebut Obama sebagai kekerasan yang “luar biasa”.

Menjelang pemilhian presiden di Iran, Obama mengajukan usulan diplomatik kepada Iran, setelah kedua negara bertahun-tahun mengalami ketegangan hubungan. Hubungan Iran dengan negara-negara barat selama ini dibayangi oleh program atom Iran yang dipersengketakan. Negara-negara barat mencurigai, program nuklir Iran sebenarnya bertujuan mengembangkan bom atom.

Iran menyangkal tudingan ini dan berkeras bahwa mereka hanya ingin memproduksi energi untuk kepentingan damai.

Pihak berwenang di Iran menuding Mousavi bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi pasca pemilu. Pendukung Mousavi menggelar aksi protes hampir sepekan setelah pemilihan presiden. Aparat berwenang Iran sejak itu menggunakan peringatan keras, penangkapan dan ancaman aksi keras polisi untuk mengusir para demonstran dari jalanan Teheran. Pengumpulan massa dalam skala kecil dibubarkan dengan gas air mata dan pentungan.

Mousavi mengatakan, pemerintah yang bersalah dalam kekerasan yang terjadi. Mousavi juga mendesak kementerian dalam negeri agar mengizinkan pendukung Mousavi untuk menggelar aksi demonstrasi.

Pemerintah Iran sudah menegaskan, pemilihan presiden tidak akan diulang. Selain itu, mereka juga sudah membentuk tribunal khusus untuk mengadili ratusan demonstran yang ditangkap. Ulama garis keras Iran menyerukan agar pemimpin “perusuh” dieksekusi.

Kelompok tujuh negara industri terkemuka dunia dan Rusia G-8, Jumat (26/06), mengecam kekerasan yang terjadi di Iran pasca pemilihan presiden. Namun G-8 juga tetap membuka pintu bagi Iran dalam membicarakan program nuklirnya.

Menolak "Campur tangan kasar"

Kementerian luar negeri Iran, Sabtu (27/06), menolak imbauan G-8 dan menyebutnya sebagai “campur tangan kasar”. Seperti yang dikutip dari laporan kantor berita IRNA, pemerintah Iran bersikukuh pemilihan presiden berjalan dengan adil dan jujur.

Kementerian luar negeri Iran juga memanggil duta besar Swedia di Iran, Magnus Werndstedt. Kepada Wernstedt, kementerian luar negeri di Teheran menyampaikan keluhan mengenai aksi protes di Stockholm, Jumat (26/06), di mana para pengunjuk rasa berusaha melompati pagar kantor kedutaan besar Iran.

Kepolisian Iran menyatakan, dua demonstran ditangkap dengan tuduhan perusakan dan seorang dituduh melakukan penyerangan. IRNA melaporkan, seorang pegawai kedutaan cedera dalam apa yang disebutnya sebagai insiden “teroris“.

IRNA juga melaporkan, pengadilan Iran melarang Abolfazl Fateh, kepala bagian media kampanye Mousavi, untuk tidak keluar negeri karena keterlibatannya dalam perkembangan situasi pasca pemilihan. Fateh diketahui sedang menjalani studi doktoral di Inggris.


LS/RN/rtr/afp