1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Minoritas Agama di Iran Hadapi Represi Baru

Kersten Knipp
8 Februari 2020

Sebuah aturan baru tentang KTP di Iran makin menyulitkan kelompok minoritas agama, yang sejak dulu sering mengalami represi.

https://p.dw.com/p/3XPlw
Präsidentschaftswahlen
Foto: Fars

Di Iran ada empat agama yang diakui secara resmi: Islam, Kristen, Yahudi dan Zoroaster. Masih ada kelompok-kelompok agama yang lebih kecil dan statusnya tidak diakui. Mereka sering mengalami diskriminasi, beberapa bahkan sering mengalami penindasan brutal, seperti penganut agama Bahai.

Para penganut kelompok agama yang tidak diakui secara resmi, dulu di formulir permohonan KTP bisa memilih "agama lain" pada kolom agama. Dengan peraturan yang baru, kolom itu sekarang hilang. Pilihannya tinggal empat agama yang diakui secara resmi, sehingga mereka terpaksa memilih salah satu agama yang tertera.

Padahal KTP dibutuhkan untuk hampir semua urusan, dari urusan dengan bank, urusan di pemerintahan dan untuk banyak kegiatan lain.

Kelompok agama Bahai memiliki sekitar 300 ribu anggota diseluruh Iran dan termasuk kelompok minoritas yang kecil. Kelompok terbesar adalah Yarsani, dengan sekitar dua juta anggota.

Iran, minoritas, Mondaii
Kelompok minoritas agama Mondaii di IranFoto: DW

Pasal yang sering digunakan untuk represi

"Sejak 40 tahun pemerintah Iran menindas kami", kata Sepehr Atefi, anggota Bahai asal iran yang lari ke Jerman. Karena punya pengalaman panjang, "kami akan menemukan jalan untuk menghindarinya," dia melanjutkan.

Situs "iranhumanright" menayangkan sebuah surat yang dikirim kepala kantor pencatatan kependudukan Iran kepada seorang penganut Bahai. Pejabat itu mengakui bahwan aturan yang baru memang menyulitkan bagi kelompok minoritas agama. Namun dia mengusulkan agar formulir itu diisi saja, sekalipun dengan keterangan yang salah.

Secara resmi tidak boleh ada diskriminasi agama di Iran. Karena pasal 19 konstitusi Iran menyebutkan bahwa warga Iran "punya hak yang sama, tidak tergantung pada suku atau rasnya, warna kulit atau bahasanya. Namun di pasal 20 memang ada frasa bermasalah. Disitu disebutkan: "Warganegara menikmati perlindungan yang sama melalui undang-undang. Mereka menikmati semua hak asasi manusia dan hak-hak politik, ekonomi dan sosial yang selaras dengan kriteria Islam."

Frasa "kriteria Islam" yang tertera pada pasal 20 itu yang sering digunakan penguasa untuk menindas kelompok agama minoritas.

Bahai, Haifa, Israel
Kabah utama agama Bahai di Haifa, IsraelFoto: Getty Images/D.Silverman

Aturan baru membatasi kebebasan beragama

Sepehr Atefi menceritakan pengalamannya sebagai anggota minoritas agama di Iran. Tahun 2008 dia bermaksud mendaftarkan diri di sebuah universitas. Ketika ditanya apa agamanya, dia tidak mau berbohong dan mengaku penganut Bahai. "Akhirnya saya tidak boleh masuk universitas," katanya.

Organisasi hak asasi "Human Rights Watch" (HRW) mengatakan, kelompok minoritas agama di Iran, terutama penganut Bahai, sering mengalami penindasan seperti penangkapan dan penahanan sewenang-wenang. Pengusaha Bahai di Iran sering kehilangan ijin usaha atau dicabut lisensi usahanya, tulis HRW dalam laporan tahunan 2020.

Pemerintah Iran mendiskriminasi kelompok-kelompok minoritas agama, termasuk Islam Sunni, dan membatasi hak-hak budaya dan hak-hak politik mereka, kata HRW dan menyimpulkan, tidak ada kebebasan beragama di Iran sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. (hp/yp)