1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Milisi Somalia Perluas Medan Perangnya

13 Juli 2010

Pesan dari aksi teror di Uganda yang menewaskan sedikitnya 70 orang itu adalah jangan campuri urusan dalam negeri Somalia. Dengan serangan teror di Uganda perang di Somalia kini menjadi masalah internasional.

https://p.dw.com/p/OI4F
Serangan teror di ibukota Uganda, Kampala merupakan balas dendam milisi Somalia Al-Shabaab atas keterlibatan kontingen militer Uganda dalam misi Uni Afrika di Somalia.Foto: AP

Serangan teror di Uganda terhadap penonton pertandingan final Piala Dunia menjadi sorotan sejumlah harian internasional. Harian liberal kiri Inggris Independent dalam tajuknya menulis : Intervensi dari luar negeri hanya memperburuk situasi di Somalia. Pengiriman pasukan perdamaian untuk mendukung pemerintah transisi yang dilindungi PBB dan untuk memerangi kelompok perlawanan Islam, justru memicu lebih banyak aksi kekerasan. Pengiriman pasukan Ethiopia yang kemudian ditarik lagi tahun 2009, dipandang dengan kebencian sebagai pendudukan oleh negara tetangga yang bermusuhan. Menganggap Somalia hanya sebagai bidak catur dalam perang melawan terorisme, terbukti sebagai kontra-produktif. Masyarakat internasional dan negara-negara di kawasan bersangkutan, seharusnya berkonsentrasi pada persyaratan istimewa di Somalia, dan berusaha menciptakan perdamaian serta rekonsiliasi. Bukannya memaksakan solusi dari luar negeri.

Harian Jerman Tageszeitung menulis : Serangan teror terhadap penonton final Piala Dunia di ibukota Uganda, Kampala menunjukkan, bahwa perang di Somalia pada akhirnya juga menjadi masalah internasional. Sejak lama kelompok perlawanan Islam di Somalia mengancam Uganda dan Burundi, karena kedua negara ini mengirimkan serdadunya dalam pasukan Uni Afrika, untuk mendukung pemerintahan transisi yang tidak memiliki kekuasaan di ibukota Somalia, Mogadishu. Ketika kelompok perlawanan Islam menciptakan banjir darah langsung di Kampala, konfliknya kini meningkat ke tatanan baru. Sekarang dikhawatirkan, balas dendam yang dilancarkan akan sama berdarahnya. Dan AS dapat memandang memiliki kewajiban untuk aktif secara militer di kawasan tsb.

Harian Jerman lainnya Tagesspiegel berkomentar : Serangan teror itu menunjukkan, perang di Somalia antara pemerintahan transisi yang tidak memiliki kekuasaan melawan milisi Al Shabaab yang memiliki kaitan dengan Al Qaida, terus menarik lingkaran yang lebih luas. Uganda menjadi sasaran, karena bersama Burundi mengirimkan kontingen militer terbesar dalam pasukan perdamaian Uni Afrika, untuk menunjang kekuasaan pemerintahan transisi Somalia. Dan dengan begitu menghambat pembentukan negara syariah seperti yang diinginkan kelompok perlawanan Islam. Barat tidak boleh mengabaikan situasi di sana. Jika tidak, kawasan Tanduk Afrika akan terancam terjerumus ke dalam situasi mirip di Afghanistan.

Terakhir harian Jerman Märkische Oderzeitung menulis : Pemerintahan transisi Somalia diakui dunia internasional, akan tetapi hanya menguasai sepetak lahan di Mogadishu, dan seharusnya sudah sejak lama tumbang jika tidak didukung pasukan dari luar negeri. Karena itulah, milisi Al Shabaab memperluas medan operasinya ke luar Somalia. Dengan itu hendak dilancarkan tekanan kepada negara-negara yang mengirimkan pasukannya seperti misalnya Uganda. Juga bukan kebetulan, jika sasaran serangan teror di Kampala adalah sebuah restoran Ethiopia. Karena pemerintah di Addis Abeba juga mengirmkan pasukannya ke Somalia untuk memerangi milisi Al Shabaab. Tapi yang paling mengkhawatirkan adalah, milisi ini dipandang sebagai jaringan Al Qaida, dan dengan itu mengancam destabilisasi seluruh kawasan Tanduk Afrika.

AS/AG/dpa/afpd