1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Meski Umumkan Gencatan Senjata, Gaddafi Gempur Kota-Kota

18 Maret 2011

Menlu Libya Mussa Koussa mengumumkan gencatan senjata. Namun apakah gencatan senjata itu menyelamatkan kelompok perlawanan di Benghazi atau wilayah lainnya? Gaddafi terus bertekad membalas dendam.

https://p.dw.com/p/10cOC
Rakyat Libya menyambut Resolusi PBB 1973.
Rakyat Libya menyambut Resolusi PBB 1973.Foto: picture-alliance/dpa

Beberapa jam setelah Resolusi PBB 1973 mengenai kemungkinan aksi militer terhadap Libya diumumkan, pemerintah di Tripoli menyatakan menghentikan semua operasi militernya. Negara telah memutuskan untuk "memberlakukan segera gencatan senjata" demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Mussa Kussa, Jumat (18/03) di ibukota Libya.

Lebih lanjut Kussa, "Berdasarkan pasal 25 Piagam PBB dan karena Libya adalah anggota PBB kami mematuhi Resolusi Dewan Keamanan. Untuk itu Libya memutuskan untuk memberlakukan segera gencatan senjata dan menghentikan semua operasi militer."

Gaddafi Terus Gempur Kelompok Perlawanan

Beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata, seorang jurubicara kelompok perlawanan Libya, Khaled al-Sayeh, di Benghazi melaporkan bahwa pasukan Gaddafi terus menggempur sejumlah kota. Menurut Al-Sayeh, kota Zintan, Ajdabiya, dan Misrata menjadi sasaran artileri militer Libya.

Dilaporkan, militer Libya menembaki perumahan, rumah sakit, dan mesjid di Misrata. Menurut laporan seorang dokter di Misrata, sejumlah rumah sakit hancur dan rumah sakit yang masih beroperasi kewalahan menerima korban cedera. Hingga berita ini diturunkan, sedikitnya enam orang tewas di Misrata. Sementara itu Ajdabiya dilaporkan dikepung pasukan Gaddafi.

Menurut laporan Badan PBB urusan Pengungsi (UNCHR) dan kelompok perlawanan, jumlah korban tewas sejak pertempuran sebulan terakhir ini berkisar seribu orang. Sementara itu Gaddafi mengklaim bahwa korban tewas hanya sekitar 150 orang.

Pemerintah Libya juga menyangkal pernyataan kelompok perlawanan. Seorang sumber militer Libya di Tripoli mengatakan bahwa militer menghormati gencatan senjata yang diumumkan dan komitmen melindungi warga sipil serta tidak melancarkan operasi militer.

Internasional Berencana Kerahkan Militer

Amerika Serikat mengatakan bahwa pengumuman gencatan senjata saja tidak cukup. Pemerintah di Washington menyerukan rezim Gaddafi untuk mundur dari wilayah timur Libya, yang sebelumnya dikuasai kelompok perlawanan.

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, "Ini merupakan situasi dinamis dan cair. Kami tidak akan menanggapi atau terkesan dengan kata-kata saja. Kami harus melihat tindakan nyata di lapangan dan hal itu masih belum jelas. Kami akan melanjutkan tugas dengan mitra kami dalam masyarakat internasional menekan Gaddafi untuk mundur dan mendukung aspirasi sah rakyat Libya."

Pemerintah AS juga mengumumkan akan mengirimkan beberapa kapal amfibi tempur ke Laut Tengah pertengahan minggu depan. PM Inggris David Cameron menyatakan bahwa pemerintah di London akan mengirimkan pesawat tempur Tornado dan Typhoon, pesawat pengisi bahan bakar dan pengintai ke Libya.

Uni Eropa juga menyatakan bersiap memberikan bantuan kepada rakyat Libya, termasuk penugasan militer. Pejabat tinggi UE urusan luar negeri Catherine Ashton hari Sabtu (19/03), dijadwalkan bertemu Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan PM Inggris Cameron. Perwakilan Liga Arab dan Uni Afrika juga akan hadir dalam pertemuan itu.

NATO Masih Pertimbangkan Zona Larangan Terbang

Sementara itu Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara NATO belum mengumumkan misi militer ke Libya. Melalui Sekjen Anders Fogh Rasmussen, NATO cenderung memikirkan upaya penerapan nyata Resolusi PBB 1973. Akhir pekan ini wakil 28 negara anggota NATO mengadakan pertemuan dan memutuskan apakah akan mendukung PBB atau tidak dalam menerapkan zona larangan terbang terhadap Libya.

Luky Setyarini/ap/rtr/afp/dpa/Ed. Permadi