1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesjid Mevlana di Konstanz

1 Juni 2013

Memiliki kubah dan menara gaya tradisional, mesjid ini dipahami sebagai tempat berdialog dan menarik banyak pengunjung non-muslim, belakangan juga dari negara tetangganya di pegunungan Alpen.

https://p.dw.com/p/QgVJ
Bildergalerie Moscheen in Deutschland Konstanz
Foto: picture alliance/JOKER

Siang hari pada sebuah Jumat yang dingin di kota Konstanz. Walaupun udara membekukan badan, sekitar 100 orang berkumpul di depan pintu kayu mesjid. Mereka lantas melepas sepatu sambil berbincang-bincang, lalu bergiliran mengambil air wudhu. Percakapan berlangsung dalam beberapa bahasa, Jerman dan Turki yang paling banyak digunakan. Lima menit berlalu, pintu dibuka dan semua melangkah masuk.

Adegan ini berulang setiap Jumat di mesjid Mevlana. Sekitar 4.000 umat muslim bermukim di Konstanz. Hampir separuhnya merupakan generasi ke dua atau ke tiga dari pendatang Turki. Salah satunya Kurban Aras, anggota Dewan "Komunitas Muslim Turki". Ahli pembuat sepatu berusia paruh baya itu mengenang, saat organisasinya memulai dialog dengan masyarakat Kristen dan dewan kota, sebelum mesjid dibangun tahun 2000. Mereka sama sekali tidak menghendaki munculnya rasa saling curiga. Mesjid itu bahkan dibangun dengan menara setinggi 35 meter, ketika itu yang paling tinggi di Jerman.

„Kami tinggal di sini, di Jerman. Kami warga Jerman yang baru. Dan anak-anak kami akan menetap di sini. Karena itu kami juga harus membangun mesjid baru yang bagus di sini. Untuk itu kami berbicara dengan masyarakat sekitar. Gereja-gereja juga mendukung kami," dikatakan Kurban Aras.

Sebelum mesjid dibangun, berkali-kali perhimpunan umat Muslim mengundang masyarakat yang skeptis untuk menghadiri pertemuan. Wakil umat Kristen ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan ikut hadir dalam pesta selamatan. Dari situlah muncul kelompok kerja bagi pertemuan umat Kristen dan Islam.

Lebih dari satu dekade berlalu dan mesji Mevlana menjadi bagian dari panorama kota. Warga Muslim tampaknya berhasil membangun kepercayaan masyarakat kota Konstanz. Bukan hanya berpartisipasi dalam acara-acara yang dilakukan pemerintah kota, tetapi juga aktif dalam kegiatan kepemudaan. Tujuan resmi yang ingin dicapai pengurus mesjid adalah "berkontribusi bagi pemahaman yang baik antara warga Muslim dan non-Muslim, dan menawarkan peluang bagi umat Muslim untuk merasa sebagai bagian dari masyarakat kota Konstanz.

Mesjid Mevlana juga menarik perhatian warga di negara tetangga, Swiss. Ismail Toprak, wakil imam di mesjid Mevlana menyambut gembira fenomena wisata menara mesjid'. Dengan bangga ia menuturkan bahwa semakin banyak warga Swiss, Muslim maupun non-Muslim yang berkunjung ke mesjid Mevlana.

Di mesjid ini, khotbah disampaikan dalam Bahasa Jerman, yang dipahami sebagian besar warga Swiss. Faktor bahasa ini juga yang merupakan nilai tambah, mengingat umat Muslim yang datang ke mesjid Mevlana berasal dari negara yang berbeda-beda, terang Toprak, yang berasal dari Turki.

"Kita di Jerman, atau di negara lain, harus menggunakan bahasa negara yang bersangkutan sebagai bahasa pertama untuk khotbah. Dan bahasa lainnya sebagai bahasa ke dua. Generasi penerus kami hanya memahami Bahasa Jerman. Kalaupun mereka mengerti Bahasa Turki, mereka tidak memahami istilah-isitlah Islam dalam Bahasa Turki," demikian papar Ismail Toprak.

Yasser Abumuailek/Asril Ridwan

Editor: Yuniman Farid