1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir Tidak Perlu Babysitter Berseragam

24 November 2011

Kerusuhan berdarah dalam aksi protes yang kembali terjadi di Mesir menimbulkan sejumlah korban tewas. Situasi di Mesir kembali menjadi sorotan media cetak internasional.

https://p.dw.com/p/13Gik
An Egyptian protester hangs an effigy representing Egypt's military ruler, Field Marshal Mohamed Hussein Tantawi, the head of SCAF, The Supreme Council of the Armed Forces, at Tahrir Square in Cairo, Egypt, Tuesday, Nov. 22, 2011. Egypt's ruling military moved up the date for transferring power to a civilian government to July next year and consulted Tuesday with political parties on forming a new Cabinet. But the major concessions were immediately rejected by tens of thousands of protesters in Cairo's iconic Tahrir Square threatening a 'second revolution.' (Foto:Ben Hubbard/AP/dapd)
Protes terhadap Dewan Militer di Lapangan TahrirFoto: dapd

Mesir tidak perlu babysitter yang berseragam. Demikian komentar harian Austria Die Presse

"Perlahan-lahan para aktivis perdamaian menyadari, bahwa jalan ke arah demokrasi masih panjang dan sulit. Impian para jenderal bahwa militer untuk beberapa waktu dapat menjadi pengawas demokrasi, mirip seperti masa Kemal Ataturk di Turki, buyar sudah. Para demonstran yang tewas di Lapangan Tahrir, bukan untuk membantu para jenderal naik ke pucuk kekuasaan. Demokrasi adalah bisnis yang sulit, penuh tantangan dan kadang penuh kekacauan. Bagi siapa pun yang setelah pemilu memegang kekuasaan di negara itu berlaku: Untuk demokrasi warga Mesir tidak perlu pengasuh bayi, dalam bentuk tentara-tentara berseragam.“

Sementara harian Italia La Repubblica menulis

“Kebebasan masih tetap sulit diraih dan untuk itu membutuhkan latihan yang lama. Di Mesir meskipun berlangsungnya revolusi musim semi Arab, masih akan banyak terjadi kerusuhan. Masih akan terjadi pertumpahan darah. Karena militer, yang menampilkan sebuah negara di dalam negara, tidak akan begitu saja melimpahkan kekuasaannya. Kemungkinan lebih besar adalah bahwa militer akan segera melakukan kesepakatan dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, untuk membagi bersama kekayaan negara tersebut.“

Mengomentari situasi di Mesir, harian Perancis Le Figaro menulis

“Sering dikatakan bahwa revolusi di kawasan Arab mulai dari Kairo melalui Tripoli, sampai ke Tunis, adalah karya orang-orang tidak dikenal. Tapi kini di Mesir yang sangat dibutuhkan adalah sebuah wajah, seorang tokoh yang mampu membuka pintu ke sebuah masa depan yang damai. Mohammad el Baradei, mantan direktur Badan Energi Atom Internasional memiliki impian memainkan peran ini. Amr Mussa, mantan sekretaris jenderal Liga Arab masih lebih memiliki kemampuan dan sarana untuk itu. Tapi selama ini tidak ada satu pun yang dapat mewujudkan niatnya.

Tema Eurobonds memicu perdebatan antara Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso. Gagasan Barroso meluncurkan obligasi bersama zona Euro, Eurobonds, sebagai sarana mengatasi krisis hutang, ditolak oleh Merkel. Perdebatan mengenai Eurobonds juga menjadi sorotan media cetak. Harian Jerman Tageszeitung menulis:

"Langsung ada tiga variasi yang diolah Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso untuk meyakinkan Jerman yang kesal. Karena selama ini pemerintah Jerman bersikeras menolak perundingan membahas Eurobonds. Pecahnya doktrin berdiam diri Jerman saat ini, bukan kebetulan. Eurobonds kini kembali menjadi agenda pembicaraan, karena beberapa pekan lalu terjadi perubahan mendasar pada krisis Euro. Kepanikan di pasar keuangan kini juga melanda negara-negara inti zona Euro seperti Perancis dan Austria, yang juga bermasalah dengan naiknya tingkat suku bunga. Perbedaan antara negara-negara Euro yang lemah di Selatan Eropa dengan negara-negara kawasan Euro di Utara yang kelihatannya aman, tidak berfungsi lagi. Jadi kini semua negara di zona Euro berada dalam satu perahu, jadi sebaiknya mereka mendayung bersama-sama.“

Mengenai perdebatan seputar Eurobonds, harian Spanyol El Mundo berkomentar

"Kini Jerman juga merasakan sendiri dampak krisis hutang. Lemahnya permintaan terhadap obligasi Jerman, dapat menjadi peringatan bagi Kanselir Angela Merkel. Epidemi masih terus meluas. Krisis hutang hanya dapat diatasi jika semua mendayung ke satu arah. Setidaknya kini Eurobonds menjadi tema bahasan. Merkel dengan sikap penolakannya terhadap obligasi semacam itu, di satu sisi memang benar, karena dengan begitu negara-negara yang menjalankan ekonominya dengan benar, ikut dihukum. Tapi masalahnya adalah kawasan pengguna Euro dalam situasi saat ini, tidak akan dapat lebih lama bertahan.

DK/HP/dpa/AFP