1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir Belum Juga Pulih

14 Februari 2011

Menyusul mundurnya Presiden Husni Mubarak, militer ingin segera mengembalikan Mesir ke situasi normal. Apakah militer mampu merebut kepercayaan warga, masih dipertanyakan. Militer telah menangkapi puluhan pengunjuk rasa.

https://p.dw.com/p/10Gsi
Para pengunjuk rasa yang masih bertahan di Lapangan Tahrir, Minggu (13/02)Foto: AP

Senin (14/02), militer Mesir memberi ultimatum terhadap puluhan pengunjuk rasa yang masih menduduki Lapangan Tahrir. Mereka harus segera pulang dan kembali menjalankan aktivitas mereka atau terancam ditangkap. Masih ada demonstran yang menolak pergi hingga negara yang demokratis, bebas dan dijalani pemerintahan sipil terwujud. Tujuan mereka bukan hanya menyingkirkan Presiden Husni Mubarak, namun reformasi total terhadap sistem yang korup. Pengunjuk rasa juga menuntut pembebasan tahanan politik, penghapusan pengadilan militer serta pemilihan umum yang adil.

Tentara sempat bentrok dengan pengunjuk rasa, hari Minggu (13/02) saat tengah mengatur lalu lintas di sekitar Lapangan Tahrir. Hari Jumat (18/02), para pengunjuk rasa akan kembali turun ke jalan. 'Victory March' atau demonstrasi kemenangan digelar untuk merayakan revolusi dan mengingatkan militer akan kekuatan jalanan.

Aly Bilal yang menjadi salah satu pemimpin unjuk rasa berkomentar, "Saya takut pada militer. Apa yang akan terjadi setelah kami pulang ke rumah? Di Sharqiyya ada pengunjuk rasa yang ditangkap begitu sampai di rumah. Di Lapangan Tahrir kemarin ini militer menangkap 38 orang. Sekarang saya tidak tahu mereka di mana. Saya tidak akan kembali bekerja hingga negara saya berada di tangan yang benar."

Namun seorang pemulung botol bekas di Lapangan Tahrir memiliki pandangan yang berbeda. "Revolusi telah berakhir. Hanya sedikit yang ingin tinggal dan mencari masalah. Kita telah mendapatkan yang kita inginkan. Mubarak telah pergi. Militer yang kini berkuasa. Mereka akan tunduk terhadap hukum dan menggelar pemilihan umum," ujarnya.

Dewan militer berencana mengeluarkan perintah untuk melarang pertemuan yang digelar serikat buruh atau sindikat profesional. Secara efektif melarang unjuk rasa dan mendorong warga Mesir untuk kembali bekerja. Militer akan melakukan apapun untuk menggerakkan kembali perekonomian Mesir, menarik turis dan investasi asing kembali.

Militer telah menangguhkan konstitusi dan membubarkan parlemen hari Minggu (13/02). Konstitusi akan direvisi dalam waktu 10 hari dan dimasukkan sebagai referendum dalam periode dua bulan.

Militer juga telah mengumumkan akan menggelar pemilihan umum yang bebas dan adil. Meski belum ada jadwal yang pasti, militer akan berkuasa selama 6 bulan atau hingga pemilihan legislatif dan presiden digelar. Yang pasti, kabinet yang dipilih Mubarak akhir bulan Januari lalu tidak akan dibubarkan.

Perdana Menteri Mesir Ahmed Schafik, yang baru diangkat, mengatakn, "Prioritas utama kabinet adalah menjaga situasi keamanan dan memberi rasa aman kepada warga Mesir. Rasa ketidakpastian sejak rangkaian unjuk rasa dimulai berangsur menghilang. Tugas utama kami adalah menciptakan kehidupan yang normal di Mesir."

Kini mogok kerja marak terjadi di Mesir. Ratusan pegawai berunjuk rasa di depan cabang Bank Alexandria di Kairo, menuntut pengunduran diri atasan mereka. Bank Sentral Mesir terpaksa meliburkan sektor perbankan hari Senin (14/02) ini. Mogok kerja, unjuk rasa dan pendudukan kantor juga terjadi di banyak perusahaan negara di berbagai penjuru Mesir. Termasuk bursa saham, industri tekstil dan baja, sektor media, layanan pos dan sejumlah kementerian.

Carissa Paramita/rtr/afp/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk