1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Merapi Mulai Meletus

26 Oktober 2010

Setelah hari Senin (25/10) dinyatakan dalam status "Awas", Gunung Merapi akhirnya memulai fase erupsi, Selasa (26/10/2010). Semburan awan panas sudah terjadi beberapa kali.

https://p.dw.com/p/PoMz
Foto: picture-alliance/dpa

Sampai laporan ini diturunkan, dikabarkan sembilan korban tewas akibat terkena awan panas Gunung Merapi yang seluruhnya laki-laki. Menurut Kompas Online, hingga Rabu (27/10) dini hari belum bisa dibawa pulang oleh keluarganya, karena masih dilakukan visum di Rumah Sakit dr Sardjito, Yogyakarta. Selanjutnya dilaporkan, 14 orang warga terluka, seorang di antaranya merupakan relawan yang hendak menyelamatkan seorang korban.

Sebelumnya dilaporkan, seorang bayi berusia tiga bulan tewas menjadi korban jiwa, akibat masalah pernafasan, setelah Gunung Merapi memuntahkan awan panas. Menurut keterangan seorang dokter, bayi tersebut mengalami kesulitan bernafas setelah menghirup material vulkanik.

Letusan Merapi kali ini diperkirakan lebih besar dibanding tahun 2006, dikatakan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono kepada AFP. Di tahun 2006, letusan Merapi menimbulkan gelombang awan panas selam 7 menit.

Sebelumnya, pemerintah setempat telah memerintahkan pengosongan area dalam radius 10 kilometer dari kawah. Namun masih banyak penduduk yang masih enggan mengungsi, dan bertahan untuk menjaga ternak dan harta bendanya. Menurut koordinator lapangan wilayah Sleman, Widi Sutikno, dari 11.400 warga yang tinggal di wilayah selatan gunung Merapi, hanya sekitar 3.700 orang saja yang bersedia mengungsi dan ditampung di tempat penampungan sementara.

Para pakar gunung berapi memperingatkan, energi yang disimpan Gunung Merapi kali ini lebih besar dibandingkan sebelum letusan pada tahun 2006. Letusan terhebat Gunung Merapi terjadi pada tahun 1930, menewaskan lebih dari 1.300 orang. Sementara, awan panas akibat letusan Merapi tahun 1994 menewaskan lebih dari 60 orang.

Yuniman Farid/afp/rtr

Editor: Ayu Purwaningsih