1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Meraih Peluang di Myanmar

Michael Wetzel21 Juni 2012

Myanmar telah membuka diri dan melakukan serangkaian reformasi. Kini para investor, juga dari Jerman, berharap mendapat peluang di sana.

https://p.dw.com/p/15Iw4
Foto: DW

Dengan tercengang satu kelompok asal Jerman berdiri di depan gedung Parlemen Myanmar. Gedung yang jauh lebih besar dari gabungan Buckingham Palace di Inggris dan Istana Versailles di Perancis ini dapat dianggap angkuh dan berlebihan, berdiri di tengah satu area yang sangat luas. Beberapa tahun lalu, penguasa telah membangun ibukota baru di wilayah terpencil yang kosong, beberapa ratus kilometer dari ibukota lama, Yangon. Menurut kabar, tempat ini dipilih berdasarkan nasehat para astrolog. Ibukota baru ini bernama Naypyidaw atau Kota Para Raja.

Dengan bus perjalanan dilanjutkan, melalui jalan-jalan yang beberapa diantaranya memiliki 16 jalur. Hampir tidak ada mobil lain yang terlihat dalam perjalanan. Dan sepanjang jalan tidak terlihat adanya kehidupan. Orang mungkin akan berpendapat bahwa kelompok asal Jerman ini berada sendirian di lorong yang panjang. Kelompok sekitar 40 orang ini terdiri dari pengusaha, bankir, insinyur dan konsultan. Mereka tengah mencari peluang bisnis di Myanmar. Kunjungan ke berbagai departemen tertera dalam jadwal perjalanan mereka.

Parlamentsgebäude in Naypyidaw Myanmar
Gedung Parlemen Myanmar di NaypyidawFoto: DW

Antrian Investor

Saat tiba di Kementrian Industri semuanya terlihat berbeda sama sekali: kelompok perwakilan asal Jerman ini tidaklah sendirian. Kesibukan terlihat di gedung ini. Perwakilan dari Jerman harus menunggu lama. Mereka merupakan perwakilan ke empat yang hari ini harus menunggu, dikatakan pejabat departemen sambil minta maaf, yang dilanjutkan dengan kalimat yang sering pernah mereka dengar: Investor, terutama dari Jerman, disambut baik di Myanmar. Peraturan investasi baru, dikatakan, sedang dirumuskan. Nantinya, investor asing akan mendapatkan lebih banyak hak dan jaminan keamanan. Kata-kata ini bagaikan mantra di Myanmar dewasa ini.

Bus kembali melanjutkan perjalanan kembali ke Yangon, ibukota lama yang masih menjadi kota terbesar dan terpenting di Myanmar. Dalam perjalanan melalui jalan tol ke Yangon disadari masih begitu banyaknya hal yang harus dilakukan di Myanmar.  Jalon tol membutuhkan perbaikan karena banyak bagian yang rusak dan retak. Akibat buruknya kondisi jalan, perjalanan ke ke Yangon sangat melelahkan dan memakan waktu lama, cukup lama untuk dapat mengobrol.

Misalnya dengan Werner Zimmermann, pengusaha cat dan pelapis coating asal Rheinland-Pfalz. Di Myanmar ia berharap dapat memasarkan produknya. Sebagian besar rumah di sini sangat membutuhkan cat baru, katanya. “Ini mungkin akan menjadi satu cara untuk menunjukkan rakyat Myanmar bahwa sesuatu telah berubah di negara mereka.“ Satu kemungkinan lainnya adalah membangun jalan baru, ditambahkan Zimmermann sambil ketawa saat bus melewati satu lubang besar berikutnya.

Bimbingan dalam Demokrasi

Myanmar merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Sekarang para investor asing datang berlomba-lomba menawarkan invesatasi di sana. Namun booming belumlah terlihat. “Nanti,“ dikatakan U Tin Oo, wakil ketua pihak oposisi. Ia memperingatkan terhadap investasi yang terburu-buru dan tidak terkendali. Karena ini hanya menguntungkan segelintir pihak saja, terutama penguasa, bukannya rakyat Myanmar. U Tin Oo meminta Jerman untuk memberikan bimbingan dalam hal demokrasi, hak asasi anusia dan pemerintahan.

Kesibukan kota Yangon dapat disetarakan dengan kota-kota lainnya di Asia. Hanya saja Yangon tidak memiliki gedung bertingkat tinggi, yang terbuat dari kaca dan baja, seperti biasa terlihat di kota-kota besar di Asia. Namun ini dapat segera berubah. Werner Zimmer mungkin akan mengamati perkembangan ini. Ia merencanakan untuk kembali lagi ke Myanmar dalam waktu dekat untuk lebih menjalin hubungan dengan mereka yang ia kenal pada kunjungan kali ini.