1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjajagi Film Bom Bali Di Bali

16 Februari 2007

Film Long Road To Haven untuk pertama kalinya diputar di Bali namun dengan penonton yang terbatas. Aeh: penggarapnya cemas film itu bisa menyinggung perasaan masyarakat Bali

https://p.dw.com/p/CTBc
Monumen peringatan korban bom Bali 2002
Monumen peringatan korban bom Bali 2002Foto: AP

"Long Rooad to Heaven", film tentang bom Bali 12 Oktober 2002, diputar untuk pertama kalinya di Bali, hari Jumat ini. Namun belum semua orang bisa menyaksikannya. Karena pemutaran pertama tidak dilakukan di bioskop umum, melainkan di Kantor Gubernur Bali. Penontonnya, masih hanya kalangan terbatas. Yakni tokoh agama, adat, anggota DPRD dan pimpinan partai politik, pejabat serta perguruan tinggi. Rupanya, ini merupakan semacam pemutaran percobaan , karena ada kekuatiran film yang disutradarai Enison Sinaro ini bisa menyinggung perasaan masyarakat Bali. Dijelaskan produser film ini, Nia Dinata,

melalui pemutaran pertama ini, ia ingin meminta dukungan dari para tokoh masyarakat Bali, agar film itu dapat diputar di bioskop-bioskop umum di Bali.

Kepala Badan Informasi dan Telematika Daerah Bali, Ngurah Gede mengatakan, sebetulnya sampai saat ini tidak ada keberatan atas film itu.

"Sampai sekarang nampaknya kita belum pernah mendengar ada reaksi negatif dari masyarakat menyangkut film ini. Ini barangkali juga salah satu bahan pertimbangan kita. Film ini juga tidak ada mempermasalahkan karena sudah diputar di Jakarta"

Memang aneh sebetulnya, bahwa ada keraguan untuk memutar langsung film ini untuk masyarakat umum di Bali. Karena di Jakarta dan berbagai kota lain, Long Road to Heaven atau Jalan Panjang Ke Surga ini diputar langsung, dan tidak ada masalah. Namun produser Nia Dinata punya alasannya sendiri:

"Kami memang ingin minta izin dulu. Kebetulan cerita ini sensitif dan mengenai Bali, sehingga kami harus ketok pintu dulu. Kendati sebetulnya secara luas film ini sudah diputar hampir tiga minggu dari tanggal 23 Januari dan tidak ada reaksi yang negatif"

Sementara itu, para keluarga korban bom Bali justru positif menanggapi film ini. Ni Luh Erniati, yang suaminya adalah seorang pegawai di Sari Club yang tewas dalam serangan keji itu, berkomentar:

"Memang film itu otomatis akan mengingatkan masa lalu. Ya perasaan sedih itu masih muncul , kalau marah bagi saya gak perlu lagi kalau marah seperti apa sekarang orangnya yang melakukan itu juga masih hidup"

Sedangkan Haji Bambang Priyanto, relawan yang membantu para korban saat serangan bom itu menganggap, film itu justru memberikan gambaran postifi tentang umat Islam Indonesia.

"Jangan menonton dengan kacamata yang sempit terutama sekali kepada teman-teman saya yang kaum muslimin. Dan kalau kita menyaksikan film ini dengan baik, kita menyaksikan secara detail sebenarnya umat Islam itu diuntungkan , bahwa tidak semua islam itu teroris. Bahwa tidak semua umat islam setuju dengan apa yang digambarkan oleh para treroris yang selama ini selalu membawa-bawa nama Islam"