1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Menggapai Mimpi ke Angkasa

25 Desember 2021

Mimpi mereka sama, membuat pesawat. Terbentang jarak 10 ribu km, seorang remaja di Jakarta memimpikan sekolah di Jerman, sementara pemuda lainnya di Jerman kuliah sambil bekerja.

https://p.dw.com/p/44LMa
Eryck Septian Hartoyo Influencer
Eryck Septian Hartoyo mahasiswa di JermanFoto: Ayu Purwaningsih/DW

Sejak kecil Pitono Witjaksono, siswa sebuah sekolah menengah pertama (SMP) di Jakarta, kagum dengan pesawat terbang. Meski berdasarkan nilai di sekolahnya, Pitono masuk daftar 10 besar siswa terbaik, remaja yatim ini tidak yakin ia bisa meneruskan studinya untuk membuat pesawat terbang. "Jangankan membuat pesawat terbang, naik pesawat saja saya tidak pernah. Ibu saya penghasilannya kurang mencukupi, adik saya ada dua, Bapak sudah almarhum. Kami, anak-anak bergantian membantu ibu menjaga warung,” ungkapnya.

Namun setiap kali ia melihat pesawat terbang di angkasanya, angannya kembali menguatkan tekad, untuk bisa melanjutkan studi di jurusan pembuatan pesawat terbang. Bahkan jika mampu, ia ingin mempelajari ilmu tersebut di Jerman. "Saya suda pelajari macam-macam persyaratan beasiswa, baik dari pemerintah Indonesia, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), atau dari Jerman, DAAD (Deutsche Akademische Auslandienst-ed) atau yang lainnya. Mudah-mudahan bisa," ujarnya perlahan, setengah tidak yakin, sambil menata kerupuk di warung ibunya.

Lebih dari 10 ribu kilometer di mana Pitono  berada, tepatnya di Kota München, Jerman yang menjadi incarannya untuk studi, Eryck Septian Hartoyo, bergegas berangkat ke tempat kerjanya, Rolls Royce. Di perusahaan moda ini ia kerja sampingan, sambil menyelesaikan kuliahnya di jurusan Aeospace, di Technische Universität München. "Saya bekerja di i bagian ‘project management'-nya. Jadi proyeknya adalah membuat mesin turbo di pesawat-pesawat yang lebih kecil,” paparnya bangga. "Tapi jangan dipikir ebgitu acari kerja lamngsung dapat pelerjaan di perusahaan besar ini, ya. Saya mulai dari kerja macam-macam dulu. Di Jerman, asal kita rajin, kesempatannya ada saja. Bisa kuliah ambil menyambi jadi pelayan, atau jadi kurir sepeda, atau jadi pelayan, kerja di hotel dan lain-lain," ungkapnya.

Membuat pesawat  berbobot ringan

Sebagaimana Pitono, Eryck punya mimpi besar punya mimpi besar untuk bisa membangun moda pesawat terbang yang berbahan bakar hemat energi. "Perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi pesawat seperti Airbus atau Boeing yang mungkin kalian sudah kenal, mereka tidak memproduksi seluruh bagian pesawat sendiri, sedangkan mereka ada beberapa bagian pesawat yang mereka beli dari perusahaan-perusahaan lainnya atau anak perusahaannya. Nah, waktu itu saya melakukan riset salah satu metode produksi di anak perusahaannya. Nah, lalu kenapa karbon? Karena selama ini kan pesawat itu dibuat dari aluminium, besi atau nikel, titan, itu campuran dari itu semua. Tapi di sini, dengan menggunakan karbon, karbon itu menawarkan keuntungan salah satunya adalah jauh lebih ringan. Nah, kalau lebih ringan artinya itu sudah pasti irit bahan bakar," papar Eryck.  Dengan menggunakan karbon, ia menjelaskan pesawat berukuran besar bisa berkurang bobotnya sampai dua ton, yang artinya bisa menambahkan 200 penumpang lainnya.

Eryck menambahkan, metode ini, mungkin bisa diterapkan jika saja misalkan Indonesia memroduksi pesawat yang lumayan besar.

Eryck merasa beruntung bisa kuliah di Jerman, karena ia hanya perlu membayar adminstrasi seperti untuk tiket transportasi publik, dan lain-lain kira-kira 200 euro per enam bulan atau dalam kisaran empat juta rupiah.

Namun untuk biaya hidup, tergantung dari masing-masing individu, tutur Eryck. "Gaya hidup kita atau tempat di mana kita tinggal, atau kotanya maksudnya. Kisaran itu bisa dari 500 euro sampai 1000 euro per bulannya. Itu berarti kira-kira delapan juta sampai 16 juta rupiah per bulannya.

Mengatur keuangan

Bagaimana cara mengatur keuangan yang baik sebaia mahasiswa juga ia baginya lewat kanal YouTubenya Holly Baquette. "Biaya hidupnya memang besar bagi saya, ya. Rasanya 500 euro atau 1000 euro itu hampir setara sampai 10 juta rupiah. Nah kalau di Jerman menariknya itu, kita bisa kerja sampingan dan menutupi biaya hidup kita juga," papar mahasiswa yang sudah leboh dari tiga tahun lamanya tidak menerima sepeser pun uang dari orang tua karena kuliah sambil bekerja di Jerman, "Sebenarnya saya pernah dapat beasiswa juga, ya tapi beasiswanya pun tidak menutupi biaya hidup saya. Jadi tetap saja aku harus kerja, " tandasnya.

Eryck memotivasi Pitono atau remaja-remaja lain yang ingin menggapai mimpinya dengan studi di Jerman. Menurutnya, yang utama adalah setiap mereka yang ingin kuliah  harus punya tujuan yang jelas. "Jadi kalau misalkan ke Jerman, mau apa tujuannya? Mau kuliah A, atau kuliah B, atau nantinya mau bawa pulang sesuatu ke Indonesia, atau mau kerja di Jerman dulu lalu ingin ke Indonesia. Buat saya, prinsip itu membantu sekali, supaya kita nanti kalau misalkan di rantau  sedih atau tidak ada motivasi, itu balik lagi ke tujuan semula, jadi hal itu yang akan menguatkan kita. Jangan sampai nanti kita jadi lemah di sini, lalu tidak kuat dan pulang ke Indonesia. Itu banyak terjadi,” paparnya melihat pengalaman para kawan-kawannya.

Kedua, perlu diingat rata-rata kuliah di Jerman menggunakan bahasa Jerman. Atau andaipun memakai Bahasa Inggris, Bahasa Jerman tetap diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. "Jadi jikaada waktu ya belajar saja bahasa Jerman. Itu tidak akan merugikan juga, ya untuk belajar bahasa Jerman. Rajin-rajin cari informasi, karena zaman sekarang cari informasi itu banyak , ada di Youtube, atau Google saja, atau website-website lainnya. Itu banyak informasi gratis, kalian bisa cari. Menurutku hal ini juga sebenarnya sederhana banget, tapi orang juga suka sering kali tidak yakin begitu. Jadi menurut aku yang keempat adalah harus yakin bahwa kita bisa. Karena banyak banget gitu rasanya, "Aduh, kayaknya ke Jerman susah!”, "Aduh, kayaknya butuh bantuan A-B-C-D!” Yakin saja kita bisa. Buktinya banyak mahasiswa Indonesia yang sekarang sedang kuliah di Jerman. Artinya, kalau banyak orang bisa, kalian juga pasti bisa, bagi yang beriman dibarengi dengan doa,” pungkas Eryck.

Di pojok warungnya, di Jakarta, Pitono menonton kanal YouTube Eryck dan membulatkan tekadnya meneruskan kuliah di Jerman. Sambil menjaga warung, ia belajar bahasa Jerman di internet telepon genggamnya. Di malam Natal, ia memanjat doa, memohon kemudahan "melangkahkan kaki ke angkasa".