1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Mengapa Indonesia Belum Berlakukan Lockdown?

Prihardani Ganda Tuah Purba
18 Maret 2020

Meski kasus positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah, pemerintah tampaknya belum mau mengambil opsi lockdown. Sebagai gantinya, edukasi masyarakat tentang social distancing yang terus digencarkan.

https://p.dw.com/p/3Zc7s
Indonesia Bandara Soekarno Hatta
Foto: DW/C. Rianda

Angka kasus infeksi positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah sejak lebih dari dua pekan lalu pemerintah mengumumkan kasus positif pertama di tanah air.

Sampai pada 17 Maret 2020, sudah ada 172 kasus positif COVID-19 yang dilaporkan terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Sebanyak 5 pasien dilaporkan meninggal dunia, sementara 9 pasien sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19.

Meski angka kasus infeksi terus bertambah, pemerintah tampaknya masih enggan memilih opsi karantina wilayah atau lockdown untuk menghambat penyebaran virus corona.

Melalui konferensi pers yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (16/03), Presiden Joko Widodo juga sempat menyinggung tentang kebijakan lockdown. Menurutnya, kebijakan karantina baik di tingkat nasional maupun daerah menjadi wewenang pemerintah pusat.

Pemerintah, ia tegaskan belum memikirkan opsi karantina wilayah namun mendorong masyarakat untuk melakukan social distancing atau menjaga jarak sosial guna menghambat penularan virus corona.

"Sampai saat ini tidak ada kita berpikir ke arah kebijakan lockdown,” ujar Jokowi, Senin (16/03).

‘Lockdown menyulitkan ekonomi'

Dalam konferensi pers BNPB Indonesia pada Rabu (18/03), Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan COVID-19 yang diwakili oleh Prof. Wiku Adisasmito beberkan alasan pemerintah belum memberlakukan lockdown.

Ia menyebut kebijakan lockdown akan memiliki implikasi terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan keamanan di Indonesia.

"Secara ekonomi berbahaya maka dari itu kita belum masuk dalam situasi dan kebijakan seperti itu,” ujar Wiku.

Menurutnya, masih banyak warga di tanah air yang menggantungkan hidup dari upah harian sehingga jika kebijakan lockdown diberlakukan, aktivitas ekonomi dikhawatirkan akan menjadi sulit.

"Dengan lockdown orang ada di rumah semuanya maka aktivitas ekonominya sulit untuk berjalan,” jelasnya.

Wiku pun mengajak masyarakat untuk fokus melaksanakan imbauan pemerintah terkait social distancing atau menjaga jarak dari kerumuman sosial. "Pemahaman social distancing itu mungkin tidak harus dikaitkan dengan lockdown. Social distancing betul-betul membuat jarak sosial, itu yang harus kita lakukan dengan baik”, ujarnya.

Selain imbauan untuk melakukan social distancing, pemerintah juga mengambil beberapa tindakan tambahan guna menghambat penyebaran wabah corona di tanah air, salah satunya menangguhkan kebijakan bebas visa kunjungan (BVK), visa kunjungan saat kedatangan (visa on arrival) dan bebas visa diplomatik dan dinas selama satu bulan. Kebijakan ini berlaku bagi seluruh pendatang asing dari semua negara, efektif berlaku mulai 20 Maret 2020 mendatang.

Fokus edukasi masyarakat

Lebih lanjut, Wiku mengatakan bahwa selain terus bekerja menangani pasien positif COVID-19 termasuk melakukan pelacakan terhadap orang yang diduga melakukan kontak dengan pasien positif, pemerintah akan terus melakukan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat.

"Selama tiga bulan yang kita lakukan terutama, tidak hanya satu-satunya yaitu dengan edukasi masyarakat,” ujar Wiku.

Dengan edukasi masyarakat, harapannya kasus infeksi virus corona di tanah air dapat turun secara drastis karena penularannya terkendali.

"Ini adalah kita perang bersama untuk perang bersama kenali lawan kalau kita kenali lawan dan cara kerjanya harapannya pasti kita bisa melakukan,” pungkasnya.

Wiku pun tekankan lima hal kunci pencegahan virus corona yang dapat dilakukan masyarakat, yaitu jaga jarak dengan orang lain, dilarang berjabat tangan, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan memakasi masker di tempat ramai.

gtp/rap