1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menanti Raja Thailand Turun Tangan

4 Desember 2013

Ini adalah momen terpenting dalam sejarah politik Thailand – bentrokan maut di jalanan Bangkok – di mana Raja diharapkan akan memanggil pimpinan militer dan demonstran untuk berlutut dan berdamai di hadapannya.

https://p.dw.com/p/1AStg
Foto: Reuters

Dua dekade setelah perdamaian lewat raja, perseteruan politik kini kembali menanti Raja Bhumibol Adulyadej menenangkan kekerasan yang dipicu oleh aksi unjuk rasa yang bertujuan menjatuhkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.

Kedua kubu akan mendengarkan dengan seksama semua pesan yang akan disampaikan lewat pidato ulang tahunnnya dari istana pinggir pantai di Hua Hin hari Kamis, yang untuk sementara membawa ketenangan di tengah suasana permusuhan di jalan-jalan kota Bangkok.

Kembali intervensi?

Intervensi dramatik seperti terjadi pada 1992, kata para ahli, kelihatannya tidak akan terulang oleh Raja yang kini semakin menua dan menderita sejumlah penyakit beberapa tahun terakhir dan semakin jarang muncul di hadapan umum.

Pada masa itu, intervensi perdamaian raja berhasil mengakhiri bentrokan antara militer dengan kelompok pro demokrasi yang meninggalkan korban puluhan nyawa.

Kini Bhumibol, yang diperlakukan hampir sama seperti dewa oleh banyak warga Thailand, bisa “meminta ketenangan dan argumen“, kata Paul Handley, pengarang biografi "The King Never Smiles", yang dilarang beredar di Thailand.

“Untuk melakukan lebih dari itu, dia hanya bisa meminta kepada para demonstran, untuk mundur, yang secara esensial adalah dukungan kepada pemerintahan Yingluck – sesuatu yang tidak diinginkan istana dilihat oleh orang luar,“ tambah Handley.

Para demonstran, yang termasuk diantaranya banyak pendukung kerajaan, menentang keras Yingluck dan kakaknya, bekas Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, tokoh yang telah menciptakan perpecahan besar, tujuh tahun setelah ia digulingkan oleh para jenderal yang loyal kepada istana.

Kongolomerat yang menjadi politisi itu dicerca oleh para elit, kelas menengah Bangkok dan orang-orang wilayah selatan, yang melihatnya sebagai sosok yang korup dan sebuah ancaman bagi kerajaan.

Tapi ia dipuja oleh banyak rakyat di luar Bangkok, khususnya di basis pendukungnya di bagian utara dan timur laut, karena kebijakan populisnya yang menyasar kaum miskin pedesaan.

Thaksin dan sekutunya memenangkan pemilu lebih dari satu dekade, dan pelengseran dirinya memicu tahun-tahun kekacauan politik.

Di atas perpecahan politik

Bhumibol telah menjadi raja lebih dari enam dekade, mengalami pemerintahan 20 perdana menteri, dan hampir semua kudeta yang terjadi di negeri itu, termasuk beberapa diantaranya yang gagal.

Dibantu proyek-proyek pembangunan pedesaan yang terpublikasi dengan baik dan dilindungi undang-undang pencemaran nama baik yang keras, raja pendiam berkacamata itu menikmati gambaran dirinya sebagai kekuatan moral yang baik hati di dalam sebuah kerajaan yang punya sejarah panjang tidak punya stabilitas politik.

Bhumibol diam pada tahun 2010 ketika terjadi bentrokan maut antara pasukan militer pro pemerintah dengan “Kaus Merah” pro Thaksin yang menyebabkan lebih dari 90 orang tewas dan hampir 1.900 lainnya terluka.

“Dengan tetap berada di atas keributan kaus kuning dan kaus merah, ia berada di atas kegetiran politik,“ kata Paul Chambers, direktur riset Institute of South East Asian Affairs di Chiang Mai University.

Pada 2008, ketika “kaus kuning“ merebut bandar udara di Bangkok dan markas-markas utama pemerintahan, intervensi dilakukan oleh pengadilan, dengan dua perdana menteri yang dekat dengan Thaksin kemudian dipecat oleh keputusan pengadilan.

Setiap intervensi untuk mengakhiri kebuntuan itu hanya mungkin melalui pengadilan atau militer, kata Chambers.

Tapi sebuah kudeta “kelihatannya sangat tidak mungkin jika pengadilan dapat mencabut legitimasi Yingluck“, tambah dia.

Protes terakhir ini dipicu oleh undang-undang amnesti, yang dicemaskan kelompok oposisi akan memungkinkan Thaksin kembali dari pengasingan tanpa harus menjalani hukuman penjara atas tuduhan korupsi yang selama ini dibantah Thaksin dan disebut lebih bermotif politik.

ab/hp (afp,ap,rtr)