1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membangun Toilet, Wujudkan Mimpi

rzn22 Juni 2015

Kalavati (50 tahun) saban hari banting tulang buat membangun toilet umum di kawasan kumuh India. Kisahnya membuktikan, hal-hal kecil bisa membuat perubahan besar di masyarakat.

https://p.dw.com/p/1FiR7
Foto: DW/S. Waheed

Hujan sedang membasahi pagi di kota Kanpur, Uttar Pradesh, ketika Kalavati Devi hendak keluar rumah. Berteman angin dingin dan langit yang menggelegar, perempuan berusia 55 tahun itu melangkah ke stasiun bus terdekat.

Ia lalu menumpang dua bus dengan jurusan berbeda dan berjalan kaki sejauh lima kilometer untuk tiba di tujuannya: Rakhi Mandi, kawasan kumuh terbesar di Kanpur. Di sinilah ia bekerja, di antara 3500 kaum terpinggirkan India.

Hingga dua tahun silam kawasan kumuh ini belum punya toilet. Selokan yang melintang di sana sini meluap oleh kotoran dan sampah. Bau busuk menggelayut di udara. Perempuan tidak jarang harus buang air besar di udara terbuka, tanpa dinding dan pintu yang melindungi.

Toilet Umum demi Kesehatan

Pernah seorang nenek berusia 50 tahun diperkosa ketika hendak buang air besar. Kata orang dia dipukuli hingga babak belur dan kehilangan pita suara untuk selamanya. Seperti banyak kasus serupa, tidak seorangpun berani mengadukan kepada polisi.

Sanitasi yang buruk di Rakhi Mandi menggerakkan sebuah LSM lokal, Shramik Bharti, untuk membangun toilet umum. Proyek yang didukung program WaterAid asal Inggris ini antara lain mempekerjakan perempuan seperti Kalavati Devi.

"Dengan membangun toilet saya tidak cuma menjamin kebersihan lingkungan, tetapi juga menjaga martabat perempuan dan ibu-ibu," ujarnya.

Dilahirkan di Sitapur, salah satu kawasan paling terbelakang di India, Kalavati dinikahkan di usia 14 tahun. Ia tidak pernah mengeyam bangku sekolah. Kehidupan sebagai kaum papa tidak mudah, tapi suaminya setidaknya selalu ada.

"Saya menikmati pekerjaan ini"

Hingga ketika suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu, Kalavati terpaksa membiayai kehidupan keluarga dengan bekerja membangun toilet. "Kerja adalah kerja. Setiap pekerjaan punya martabatnya sendiri," ujarnya. Saat ini ia membiayai putri tertuanya, Lakhsmi, seorang janda dengan dua anak, yang kini tinggal bersamanya setelah ditinggal mati sang suami.

Kalavati tidak mengeluh soal pekerjaannya yang tergolong berat. "Seberapa lama saya bekerja bergantung pada tenggat waktu sebuah proyek harus diselesaikan. Kadang-kadang kami bekerja hingga malam atau memulai sejak pagi sekali," ujarnya.

Tapi perempuan paruh baya itu puas. Ia bangga atas pekerjaannya itu. "Saya sudah menyempurnakan metode membangun pipa pembuangan, di mana aliran airnya tidak tersendat," imbuhnya. "Saya menikmatinya. Pekerjaan ini membuat saya bahagia dan perasaan itu selalu bisa mengusir rasa lelah."