1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Melihat Umat Islam Jalani Ramadan di Tahun Kedua Pandemi

Jennifer Holleis | Cathrin Schaer
12 April 2021

Pemerintah di berbagai negara telah membahas dan menetapkan serangkaian peraturan dalam menjalani ibadah di bulan suci Ramadan yang dimulai pada pekan ini di tengah pandemi.

https://p.dw.com/p/3rrEh
Jamaah di Kairo, Mesir
Jamaah harus tetap mengenakan masker dan menerapkan jaga jarak sosial saat menjalani ibadah di masjidFoto: SAMER ABDALLAH/AFP/Getty Images

Beberapa negara di benua Amerika mulai menjalani ibadah di bulan Ramadan pada hari Senin (12/04), sementara sebagian besar negara lainnya di dunia baru memulainya pada hari Selasa (13/04).

Pemerintah di sejumlah negara menerapkan serangkaian regulasi khusus yang bertujuan agar umat muslim dapat dengan nyaman dan tenang menjalani ibadah Ramadan di tahun kedua pandemi COVID-19.

Pemberlakuan jam malam

Untuk mengekang penyebaran virus, banyak negara memutuskan untuk mengurangi jamaah yang beribadah di masjid hingga 20-30% dari kapasitas biasa.

Beberapa layanan ibadah, seperti khotbah boleh dilakukan secara streaming. Namun, ulama di Mesir dan Arab Saudi telah sepakat dan mengeluarkan fatwa terkait tidak sahnya salat berjamaah yang dilakukan secara virtual. Solusi mereka adalah "berdoa di rumah dengan keluarga tercinta."

Pemberlakuan jam malam juga telah diperpanjang, seperti di Kerajaan Kesultanan Oman yang baru saja mengumumkan larangan pergerakan kendaraan dan orang-orang di luar ruangan mulai pukul 9 malam hingga 4 pagi selama Ramadan, serta melarang segala aktivitas komersial.

"Kurangnya kepatuhan yang terjadi pada Ramadan lalu, pencabutan aturan jam malam, dan pembukaan kembali tempat-tempat ibadah ... menyebabkan konsekuensi serius yang berlangsung selama berbulan-bulan,” kata Ahmed Al-Mandhari, Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia untuk Mediterania Timur.

Lentera khas Palestina
Seorang pemilik toko di kota Nablus, Tepi Barat, menggantung lentera yang biasa dibeli umat muslim menjelang Ramadan (10/04)Foto: Majdi Mohammed/AP Photo/picture alliance

Di Pakistan, jumlah kasus baru yang pertambahannya kurang dari 800 per hari pada awal Ramadan tahun lalu, melonjak menjadi lebih dari 6.000 per hari beberapa minggu setelah bulan suci berakhir. Namun, pihak berwenang di Islamabad tetap mengizinkan masjid untuk tetap buka selama Ramadan, tetapi melarang jamaah berusia di atas 50 tahun salat di masjid.

Saat ini pemerintah Maroko juga telah memperpanjang jam malam dari pukul 8 malam hingga 6 pagi. Sementara di Turki, jam malam akan dibatasi hingga akhir pekan. Tak jauh berbeda dengan di Irak, sebagian jam malam akan diberlakukan selama seminggu dari pukul 9 malam hingga 5 pagi, di mana larangan menjadi lebih komprehensif pada hari Jumat dan Sabtu.

Aturan pembatasan selama Ramadan

Sejak hari Sabtu (10/04), Iran mulai menerapkan kebijakan lockdown selama 10 hari di tengah lonjakan infeksi virus corona setelah masyarakat menikmati liburan panjang saat Nowruz, Tahun Baru Persia.

Untuk mencegah pertemuan besar di bulan Ramadan, Arab Saudi melarang seluruh masjid melayani buka puasa dan sahur bersama. Sedangkan di Mesir, pemerintah mengizinkan sebagian besar masjid untuk kembali dibuka, mengizinkan pelaksanaan salat tarawih dengan menerapkan protokol kesehatan dan mempersingkat durasi ibadah.

Pembersihan masjid jelang Ramadan
Relawan membersihkan area luar Masjid Mohabat Khan di Peshawar, Pakistan (09/04)Foto: Muhammad Sajjad/AP Photo/picture alliance

Dengan infeksi baru harian yang melebihi jumlah kasus sebelumnya di India, cendekiawan muslim di negara itu telah mengimbau komunitas mereka untuk secara ketat mentaati peraturan pembatasan dan menahan diri menghadiri pertemuan besar.

Jamaah sedang melaksanakan salat
Umat Islam menunaikan salat magrib di Masjid Sunni Abdul-Qadir al-Gailani, Baghdad, Irak (10/04)Foto: Khalid Mohammed/AP Photo/picture alliance

Selain itu, pemerintah Afganistan menyarankan kepada jamaah, untuk tetap saling menjaga jarak dan menjauh dari masjid jika mereka merasa sakit.

"Menyelamatkan nyawa manusia adalah sebuah kewajiban ... Anda tidak dapat membahayakan nyawa manusia sama sekali,” kata Sayed Mohammad Sherzadi, Kepala Departemen Urusan Haji dan Agama untuk Provinsi Kabul.

ha/as (AP)