1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mediasi Bush di Timur Tengah, Akankah Berhasil?

8 Januari 2008

Presiden AS George W. Bush bertolak ke Timur Tengah untuk bertemu Presiden Abbas dan PM Olmert. Pertemuan ini menindak-lanjuti Konferensi Timur Tengah di Annapolis, AS akhir tahun lalu.

https://p.dw.com/p/CmTf
Sorang warga Yahudi Orthodox di Yerusalem dengan latar belakang bendera AS
Sorang warga Yahudi Orthodox di Yerusalem dengan latar belakang bendera ASFoto: AP

Setahun sebelum masa jabatan George W. Bush berakhir, presiden Amerika Serikat mengubah haluan politiknya. Tujuh tahun lalu, saat Bush pertama kali terpilih sebagai presiden Amerika, ia menegaskan tak akan terlalu turut campur dalam konflik Timur Tengah. Tapi sekarang, Bush berupaya dengan segala cara untuk menjadi penengah antara pihak yang bertikai.

„Ini adalah tugas berat. Sejumlah pertanyaan kompleks membutuhkan jawaban yang konkret. Tapi saya optimistis, upaya ini akan berhasil. Amerika merasa bertanggung jawab untuk membantu kedua pihak dalam mewujudkan satu visi: dua negara demokratis, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan dengan damai dan aman.“

Itu dikatakan Presiden Bush beberapa hari sebelum bertolak ke Timur Tengah untuk bertemu Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Ada yang mengkritik, pertemuan tingkat tinggi ini hanyalah upaya untuk memperbaiki citra Amerika Serikat di Timur Tengah.

Benarkah upaya mediasi Bush akan membuahkan hasil? Faktanya, konflik Timur Tengah merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Masalah pengungsi Palestina, status kota Yerusalem dan batas-batas negara Palestina yang akan dibentuk hanyalah beberapa poin yang harus diselesaikan.

Setidaknya, dan ini perlu dicatat sebagai keberhasilan, Israel dan Palestina kini sudah kembali ke meja perundingan. Bukan berarti perundingan akan otomatis berjalan lancar.

Presiden Mahmud Abbas menuntut Israel menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di kawasan yang diduduki. Selain itu, semua operasi militer Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat Yordan harus dihentikan, demikian ditegaskan Abbas:

„Bentrokan tetap terjadi di Jalur Gaza dan Tepi Barat Yordan, terutama di Nablus. Aparat keamanan Palestina menjalankan tuganya, terlepas dari tuduhan pihak berwenang Israel yang mengatakan kami lalai dalam hal ini. Itu perlu ditegaskan kembali.“

Dalam perundingan untuk mencapai perdamaian, Bush memang mengandalkan Abbas dan kelompok Fatah yang dipimpinnya. Bagi Bush, Hamas, yang memenangkan pemilu Palestina dua tahun lalu, bukan mitra bicara, selama kelompok berhaluan keras tersebut tetap menuntut penghapusan Israel dari peta dunia.

„Mereka harus menghapuskan bagian, di mana mereka menuntut Israel dihancurkan. Bila itu tidak mereka lakukan, maka kami tidak mau berurusan dengan mereka.“

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menanggapi tuntutan Abbas dengan menyatakan, operasi militer di Jalur Gaza dan tepi barat Yordan bertujuan untuk melumpuhkan sel-sel teroris yang diduga bersembunyi di kawasan tersebut: „Menteri pertahanan memerintahkan untuk meningkatkan aksi militer. Dalam minggu-minggu terakhir, kami berhasil memukul kelompok berhaluan keras di Jalur Gaza.“

Sejumlah pengamat mengkritik sikap tidak konsisten Bush dalam menghadapi penguasa Palestina dan Israel. Di satu pihak, Bush menolak berbicara dengan Hamas. Tapi di pihak lain, Bush tidak pernah mengkritik sepak terjang Israel, apapun kebijakan politik yang dijalankan Israel. Bila Bush ingin berhasil sebagai penengah, begitu menurut pengamatan sejumlah pakar politik, Bush harus menunjukkan sikap lebih tegas terhadap Israel.(ag/zer)