1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

200611 GMF Auftakt

22 Juni 2011

Media dianggap bisa menjadi alat yang kuat untuk memperjuangkan hak azasi manusia.Kerap berdengung ungkapan seperti Revolusi Facebook. Tapi apa yang dimaksud dengan itu? Apa pula bahaya yang dihadapi para bloggers?

https://p.dw.com/p/11gRI
Gambar simbol jejaring sosialFoto: picture alliance/dpa

Media sosial, seperti Facebook, Twitter und Blogs telah menjadi motor dan katalisator gerakan-gerakan protes. Begitu ungkap Erik Betterman Dirjen DW, menilik perkembangan negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah di podium acara Global Media Forum.

Sementara, bagi pemenang kompetisi The BOBs Best of Blogs Deutsche Welle 2011, Lisa Ben Mhenni, penekanan media sosial adalah fungsinya sebagai alat komunikasi. Menurut dia yang menggerakkan revolusi, seperti yang berlangsung di Tunisia, adalah orang-orang yang dengan berani turun ke jalan.

Namun diakuinya bahwa internet telah banyak membantu kalangan pro reformasi sebelum revolusi terakhir di Tunisia. Ungkapnya, "Intel polisi Tunisia berada di mana-mana. Mereka membuntuti kelompok aktivis. Banyak orang yang ditangkap, bahkan dihilangkan dan dianiaya. Ada yang tewas dibunuh, situasinya betul-betul berbahaya.“

Dalam blog miliknya, "A tunisian girl", Lisa Ben Mhenni berusaha memberikan pencerahan kepada publik dengan mengupas perkembangan politik dan sosial di negaranya. Ia juga bercerita tentang penindasan dan penyensoran yang dilakukan rejim Ben Ali sebelum digulingkan. Bahwa kegiatannya bukan tanpa risiko, amat ia sadari. Di Tunisia maupun di banyak negara lain, kebebasan berpendapat seringkali hanya dihormati di atas kertas.

Hal ini juga ditegaskan Dunja Mijatovic. Perempuan Bosnia yang mewakili organisasi Kerjasama Keamanan Eropa OSCE dalam urusan media, mengingatkan bahwa di kawasan OSCE yang meliputi 56 negara, kebebasan bersuara tidak terjamin penuh. "Saya katakan jumlahnya. Selama lima tahun terakhir sedikitnya 30 jurnalis dibunuh di kawasan OSCE. Dan kita menyebut diri kita, sebagai klub negara demokratis!“

Menunjuk pada tekanan yang dialami aktivis HAM di Azerbaijan, Mijatovic juga memperingatkan pentingnya menjaga kebebasan internet dan agar upaya-upaya untuk mengontrol media ditilik kembali.

Namun bagaimana menjamin kebenaran informasi pada blogs dan media sosial? Janis Karklins dari UNESCO mengingatkan kepada sebuah kasus di Amerika Serikat, di mana seorang blogger mengaku bahwa ia seorang lesbian asal Suriah. Padahal bukan.

Menurut Ingrid Deltenre, dari Serikat Penyiaran Eropa, di era blogs dan tweets ini media tradisional memiliki posisi yang penting, karena wajib memeriksa, meriset dan membuat jalan di hutan informasi ini lebih ringan untuk diatasi. Meski begitu Janis Karklins menuntut agar para blogger mendapatkan perlindungan yang sama dengan jurnalis dan tidak diburu oleh pemerintah.

Hans-Jürgen Beerfelz, dari Kementrian Kerjasama Pembangunan Jerman, mengambarkan hubungan antara media baru, masyarakat sipil, HAM dan pembangunan, "Mitra yang kami tuju bukanlah pemerintahan, melainkan manusianya, masyarakatnya. Kementrian Kerjasama Pembangunan Jerman berusaha menguatkan masyarakat sipil dan mempromosikan pemerintahan yang baik. Dan ini termasuk mendukung kebebasan media.“

Matthias von Hein/Edith Koesoemawiria
Editor: Hendra Pasuhuk