1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mayoritas Anggota Parlemen Absen di Pesta Ahmadinejad

25 Juni 2009

Dua pertiga anggota parlemen absen dari resepsi kemenangan Ahmadinejad. Sementara Mousavi mengaku ruang geraknya sangat dibatasi.

https://p.dw.com/p/Ib8F
Seorang perempuan dengan batu di tangan dalam demonstrasi di teheran, Sabtu 20 JuniFoto: AP

Kaum elit politik Iran mulai terpecah. Hal ini tersirat dari resepsi perayaan kemenangan Mahmoud Ahmadinejad, yang hanya dihadiri 105 anggota parlemen. Padahal seluruh 290 anggota parlemen diundang. Ini berarti, hampir dua pertiga anggota parlemen, tidak hadir. Absennya anggota parlemen dalam jumlah begitu besar, sulit ditafsirkan lain kecuali boikot.

Sementara itu, hari berkabung yang dirancang hari Kamis ini (25/06)oleh kaum oposisi Iran batal diselenggarakan. Masih muncul sejumlah unjuk rasa, namun pesertanya ratusan, tak mencapai puluhan ribu seperti beberapa waktu lalu. Hari berkabung dimaksudkan untuk mengenang para demonstran yang tewas, yang sejauh ini sudah mencapai sedikitnya 17 orang, termasuk Neda Agha-Solnat, seorang perempuan 26 tahun yang kematiannya terekam video.

Betapapun, pemimpin oposisi Iran Mir Hossein Mousavi menyatakan, bangsa Iran memiliki hak untuk mengungkapkan protes terhadap hasil pemilihan presiden. Dalam pernyataan yang dimunculkan di situs internetnya, Mousavi menegaskan, unjuk rasa menentang hasil Pemilu versi pemerintah merupakan hak konstitusional rakyat Iran.

Mousavi juga mengecam keras tindakan pemerintah Ahmadinejad yang menggrebek sebuah surat kabar dan menahan puluhan wartawannya, dan membredel koran itu. Menurut Mousavi, pembredelan dan penangkapan ilegal terhadap wartawan dan koran Kalameh-ye Sabdz justru akan mendorong rakyat untuk menoleh ke media asing.

Seorang redaktur koran itu, Alireza Beheshti, heran atas penutupan korannya. Ia berpikir, aparat salah sasaran, keliru menyangka bahwa kantor redaksi koran Kalameh-ye-Sabdz adalah kantor situs Mir Hossein Mousavi. Karena situs Mousavi namanya agak mirip, yakni Kalemeh.

Keliru atau tidak, pengawasan terhadap media yang tak sejalan dengan pemerintah merupakan hal biasa di Iran. Pers dibatasi, disensor, dan diawasi ketat. Khususnya media yang tak satu suara dengan pemerintah Ahmadinejad. Ini diungkapkan Badrosadat Mofidi, Ketua Perhimpunan Wartawan Iran: "Dinas sensor bisa mengirimkan para petugasnya ke tempat surat kabar dicetak. Mereka membaca semua pemberitaan yang akan dicetak, dan bisa memerintahkan diubahnya suatu berita. Kalau mereka menganggap suatu berita terlalu kritis atau 'tidak cocok' dengan pandangan mereka, mereka bisa memerintahkan agar berita itu sepenuhnya dihilangkan."

Selain membredel koran dan menangkap wartawan, pemerintah Iran juga menagkap sekitar 70 profesor berbagai universitas tak lama setelah mereka bertemu dengan Mir Hossein Mousavi.

Sementara itu, Presiden Ahmadinejad mengecam Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang dinilainya mencampuri urusan Iran. Beberapa hari lalu, Obama mengecam penggunaan kekerasan oleh pemerintah Iran dalam menangani demonstrasi Iran. Namun Obama tetap menghindar untuk mengambil pemihakan dalam sengketa hasil pemilihan presiden. Kecaman Ahmadinejad yang sejak hari Jumat lalu (20/06) tak sebagaimana biasanya menghindar dari pemunculan di muka publik, dilaporkan sebuah kantor berita.

Tuduhan turut campur urusan dalam negeri, juga dilontarkan diplomat Iran terhadap Uni Eropa. Kecaman dilontarkan duta besar Iran di Uni Eropa dalam pertemuannya dengan Ketua Parlemen Eropa Hans-Gert Pöttering, yang menawarkan dibentuknya misi khusus Uni Eropa untuk menengahi kemelut politik Iran. Sebelumnya, Hans-Gert Pöttering bertemu pemenang Nobel Perdamaian asal Iran, Shirin Ebadi. Shirin Ebadi mendesak Uni Eropa memberlakukan sanksi terhadap pemerintah Iran atas kebrutalannya menangani unjuk rasa kaum pro-reformasi.

ZER/GG/afp/rtr/dpa