1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masyarakat ASEAN Desak Militer Myanmar Akhiri Kudeta

9 April 2021

Sedikitnya 225 kelompok sipil di Asia Tenggara dalam deklarasi bersama menyatakan dukungan penuh dan solidaritas terhadap masyarakat Myanmar terkait krisis politik yang terjadi di negara itu.

https://p.dw.com/p/3rkic
Protes masyarakat Myanmar menentang kudeta militer (28/03)
Protes masyarakat Myanmar menentang kudeta militer (28/03)Foto: AFP

Sedikitnya 225 kelompok sipil di Asia Tenggara seperti LSM, organisasi masyarakat, dan organisasi pemuda memberikan pernyataan bersama pada Kamis (08/04), dalam menanggapi situasi yang semakin memburuk di Myanmar pascakudeta militer di negara tersebut pada awal Februari lalu.

Dalam pernyataan tersebut mereka menyampaikan keprihatinan atas kudeta militer dan krisis politik di Myanmar, yang sejauh ini telah merenggut lebih dari 500 korban jiwa. Mereka menyatakan dukungan penuh dan solidaritas terhadap masyarakat Myanmar.

"Kami masyarakat Asia Tenggara memastikan bahwa rakyat Myanmar tidak sendirian dalam perjuangan mereka untuk menegaskan martabat mereka sebagai manusia dan untuk mendapatkan kembali hak mereka untuk hidup dalam demokrasi damai,” demikian bunyi pernyataan itu.

Ada 27 poin pernyataan bersama yang dibacakan secara bergantian oleh para peserta dalam acara diskusi virtual yang bertajuk Southeast Asian People-to-People Region Hall on the Political Crisis in Myanmar ini.

Diskusi virtual ini diselenggarakan oleh Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dan pemenang Nobel Perdamaian sekaligus Presiden Timor Leste periode 2007-2012, Jose Ramos Horta.

Sanksi menyeluruh terhadap militer Myanmar

Dalam kesempatan ini, Ramos Horta mengutuk keras aksi kekerasan dan kebrutalan yang dilakukan militer Myanmar. Menurutnya sanksi menyeluruh harus dijatuhkan kepada junta Myanmar.

"Harus ada sanksi senjata militer yang komprehensif, sanksi keuangan yang komprehensif yang menargetkan militer dan kepentingan keuangan ekonomi mereka yang menyeluruh,” ujar Ramos Horta.

Sementara Dino mengatakan bahwa prinsip untuk tidak campur tangan (nonintervensi) bukanlah menjadi alasan untuk tidak melakukan apa-apa dan tidak mengambil sikap.

"Nonintervensi bukanlah tentang diam saat hak asasi manusia dilanggar. Ini bukan tentang diam ketika para pemimpin terpilih sedang dipenjara. Nonintervensi bukanlah tentang diam ketika sebuah ‘kamar' di rumah Asia Tenggara kita sedang terbakar,” ujar mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI ini.

Menurut Dino opini publik bisa menjadi senjata terkuat dalam menanggapi krisis politik di Myanmar. "Opini publik dapat memulai proses, memberi energi pada gerakan, dapat mengubah persepsi, dapat membentuk kebijakan, dapat memberikan dampak, dapat membuat perbedaan."

Dino Patti Djalal
Dino Patti Djalal saat membacakan deklarasi bersama masyarakat ASEAN terkait krisis di Myanmar (08/04)Foto: Privat

Menlu RI: ASEAN ingin bantu mengatasi situasi di Myanmar

Dalam pertemuan ASEAN-UK Open Ended Troika Dialogue yang dilaksanakan secara virtual pada Rabu (08/04), Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan, kekerasan yag terjadi di Myanmar harus dihentikan untuk mencegah terus berjatuhannya korban. Ia juga mengatakan, demokrasi harus ditegakkan kembali.

Menurutnya ASEAN harus menjadi kawasan yang aman, stabil, dan damai. Ia juga menambahkan,ASEAN ingin memberikan bantuan untuk mengatasi krisis di Myanmar.

"Saya dengan jelas sampaikan bahwa ASEAN hanya ingin mengulurkan bantuan untuk mengatasi situasi di Myanmar. Hanya dengan begitu, kita sebagai keluarga dapat mencapai kemakmuran bersama," tutr Retno dalam pertemuan yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri Inggirs Dominic Raab.

Militer Myanmar batasi internet

Rakyat Myanmar kini makin kesulitan untuk mendapatkan akses informasi di negara itu, setelah pihak berwenang di beberapa daerah menyita antena parabola yang biasa digunakan untuk mengakses siaran berita internasional.

Milter Myanmar telah memutus jaringan setidaknya dua penyedia jaringan internet di negara itu yakni MBT dan Infinite Networks. Dilansir kantor berita AP, MBT mengatakan layanan mereka terblokir karena pemutusan jalur antara Yangon dan Mandalay, dua kota terbesar di Myanmar. Rakyat Myanmar pun mengeluhkan sulitnya mengakses layanan internet di sana.

Militer Myanmar secara bertahap memblokir akses layanan internet sejak melancarkan kudeta 1 Februari lalu. Pengguna tidak bisa mengakses layanan data seluler dan layanan media sosial seperti Facebook di malam hari.

rap/as (dari berbagai sumber)