1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masih Berlakukah Perdamaian Arab 2002?

31 Maret 2009

Negara-negara Arab tidak berhasil mencapai kesepakatan bersama menghadapi Israel. Bagaimana dengan perdamaian Arab yang diprakarsai Arab Saudi 2002?

https://p.dw.com/p/HNhR
Akankah kesepakatan dicapai antara Israel dan Arab demi perdamaian Tim-Teng?Foto: AP

Warga Arab tidak dapat mengatakan peristiwa mana lebih buruk: serangan Israel di Jalur Gaza atau keengganan pemimpin negara-negara Arab untuk membantu warga Palestina. Hassan Abu Nimah, mantan duta besar Yordania di Perserikatan Bangsa Bangsa menggambarkan dari pandangannya bagaimana politisi Arab menghadapi dilema. Nimah menjelaskan, jika waktu itu Arab membantu warga Palestina di kawasan Jalur Gaza, itu berarti sama dengan membantu Hamas.

"Beberapa negara Arab dan kalangan intelektuel menganggap Hamas bukan sebagai gerakan perlawanan Palestina yang otentik. Melainkan sebagai gerakan dari Iran yang tunduk pada perintah yang datang dari Teheran. Begitu juga Hisbullah. Ada pendapat, bahwa Iran berusaha memasuki ke kawasan itu dan hal ini seharusnya dicegah."

Korban Perang Gaza yang paling berat mungkin adalah perdamaian Timur Tengah yang diprakarsai negara-negara Arab tahun 2002. Waktu itu, negara-negara Arab mengusulkan agenda perdamaian antara Israel dengan Arab, yang antara lain mencakup penarikan Israel dari kawasan Arab yang diduduki Israel dalam perangnya tahun 1967. Untuk pertama kali, kini Arab tidak menuntut agar semua pengungsi Palestina kembali ke kawasan yang telah menjadi bagian dari Israel, melainkan menyerahkan semuanya pada pihak yang bertikai untuk merundingkan sendiri sebuah "solusi yang adil".

Kini, tujuh tahun kemudian, banyak yang mempertanyakan masih bergunakah usulan perdamaian itu untuk dipertahankan? Sebuah usulan yang tidak hanya oleh Israel saja diabaikan, akan tetapi juga oleh Amerika Serikat. Menurut Mouin Rabbani seorang wartawan di Amman, penilaian Barack Obama terhadap usulan perdamaian tersebut, yang dilontarkannya setelah ia dilantik sebagai presiden Amerika Serikat, oleh dunia Arab dianggap sebagai provokasi.

Mouin Rabbani memaparkan: "Obama mengatakan, usulan perdamaian itu mencakup 'beberapa elemen yang menguntungkan sendiri'. Dengan kata lain, usulan Arab itu kurang meyakinkan. Selain itu, Obama juga menuntut dari Arab untuk segera, sepihak dan tanpa syarat memulai menormalisasikan hubungannya dengan Israel. Nah, jika usulan itu menawarkan 'normalisasi sebagai reaksi atas penarikan', sekaligus menuntut Arab untuk mulai menormalisasikan hubungan dan berpura-pura Israel tidak pernah menduduki kawasan Arab, hal ini betul-betul adalah vonis mati untuk usulan perdamaian itu."

Walaupun demikian, usulan perdamaian itu masih tetap terbuka selama pihak inisiator yakni Arab Saudi merasa itu masih berguna.

Perang Gaza telah melemahkan posisi negara-negara Arab pro Barat seperti Arab Saudi, Mesir dan Yordania di mata dunia. Karena itu, di Israel jangan sampai ada yang merasa senang atas pertikaian di negara Arab, kata Hassan Abu Nimah. Mantan duta besar Yordania di PBB itu menambahkan: "Israel telah memblokir semua gerakan yang mengarah ke perdamaian. Negara itu mempertaruhkan semua kesempatan menjadi bagian dari kawasan ini untuk jangka waktu panjang. Serangan kejam ke Gaza telah menggeser jauh perdamaian di kawasan itu." (an)