1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Masa Depan Biofuel

Dirk Kaufmann25 September 2012

Apakah biofuel atau bahan bakar hayati ramah lingkungan atau tidak, bagaimanapun bahan bakar alternatif ini tidak harus dikesampingkan begitu saja.

https://p.dw.com/p/16E1V
Foto: picture-alliance/dpa

Pompa-pompa bensin di Jerman menawarkan bahan bakar jenis E10, bensin dengan 10 persen biofuel. Namun banyak pemilik kendaraan enggan membeli bahan bakar jenis ini karena khawatir bahwa unsur tumbuhan dalam bahan bakar ini bisa merusak mesin kendaraan. Beberapa dari mereka juga mempunyai kekhawatiran lain.

Misalnya Menteri Pembangunan Jerman Dirk Niebel. Beberapa minggu lalu, Dirk Niebel mengangkat kembali perdebatan, apakah bahan makanan sebaiknya dibudidayakan untuk kebutuhan manusia daripada untuk menjadikan kendaraan lebih ramah lingkungan. Niebel menggambarkan konflik ini dengan “Tanki Bensin atau Piring Makanan“. Tuntutan Niebel untuk menghentikan penjualan E10 di Jerman mendapat banyak dukungan.

Akhir E10 Bukan Akhir Biofuel

Hari Selasa (25/12), perusahaan minyak dan gas Shell mempublikasikan hasil studi mengenai masa depan biofuel atau bahan bakar hayati. Dengan omset tahunan sebesar hampir setengah triliun US Dollar, Shell merupakan perusahan minyak dan gas terbesar kedua di dunia. Bersama dua lembaga swasta yang memusatkan penelitian berkelanjutan dan isu lingkungan, Shell meneliti peran biofuel di masa depan.

Penelitian Shell ini menyimpulkan bahwa apa yang disebut biofuel akan memperoleh peningkatan pangsa di pasar “energi campuran ” masa depan. Saat ini, menurut studi Shell, biofuel di pasar energi di Jerman memiliki pangsa sebesar 5,6 persen dan rata-rata di Eropa baru sebesar 4,5 persen. Menurut perkiraan, pangsa biofuel akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 20 persen dan pada tahun 2050 sampai 70 persen.

Generasi ke 2

Peningkatan pangsa bensin dan solar berunsur tumbuhan ini, menurut studi tersebut, bagaimanapun tidak akan membahayakan pasokan pangan. Karena, di masa depan, unsur aditif organik ini akan digantikan dengan unsur “generasi ke dua“. Sejauh ini, pangan dan pakan tanaman seperti rapa, jagung dan tebu dimanfaatkan untuk produksi biofuel. Inilah yang menimbulkan konflik “Tanki Bensin atau Piring Makanan“. Biofuel generasi mendatang diharapkan dapat dihasilkan dari tanaman bukan pangan, seperti sampah atau limbah dari batang yang tidak dapat dimakan, daun dan akar.

Namun, karena mesin pada kendaraan saat ini belum sesuai untuk unsur biofuel yang lebih tinggi, peralihan ini akan memakan waktu. Pakar biofuel Uwe Fritsche menuntut dilakukannya program pengenalan pasar selama 10 tahun di Eropa untuk biofuel generasi ke-2.

Dorongan Komisi Uni Eropa

Sementara itu Komisi Uni Eropa di Brussel, Belgia, tengah membahas perubahan dalam spesifikasi untuk penambahan unsur tanaman dalam produk minyak bumi. Komisi Uni Eropa telah mengajukan rancangan undang-undang, yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari budidaya tanaman untuk bahan bakar dan pengurangan emisi gas rumah kaca.

Alasan untama penggunaan pproduk tanaman pada bahan bakar adalah alasan iklim: dibandingkan produk minyak bumi, biofuel melepaskan lebih sedikit gas CO2. Namun sampai sekarang Komisi Uni Eropa menyebut bahwa emisi gas rumah kaca dalam produksi komponen organik tidak cukup dipertimbangkan. Organisasi lingkungan, seperti BUND, sebelumnya telah mendesak pelarangan bahan bakar E10 di Jerman.

Pada saat Komisi Uni Eropa mendorong penggunaan biofuel generasi ke dua, mereka juga berupaya mencari solusi bagi konflik “Tanki Bensin atau Piring Makanan“, salah satunya dengan mempromosikan penggunaan sisa tanaman dan selulosa.

Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Proporsi lebih besar tanaman dalam bahan bakar, seperti yang diprediksi Shell dalam studinya, hanya bisa diwujudkan jika konsumsi bensin dan solar secara umum menurun. Jika hal ini berhasil dan diikuti dengan budidaya dan pemanfaatan tanaman yang diperlukan bagi biofuel tidak membahayakan lingkungan, maka emisi CO 2 dari jalanan dapat dikurangi secara signifikan.

Alasan kenapa biofuel generasi ke dua ini akan sangat menjanjikan di masa depan adalah: cadangan minyak bumi terbatas, sementara bahan baku untuk biofuel terus tumbuh. Jika proporsi aditif organik yang bekelanjutan meningkat, maka secara keseluruhan akan meningkatkan performa lingkungan transportasi.