1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Marseille Ibukota Budaya Eropa 2013

Friederike Schulz3 Januari 2013

Marseille benahi diri sebagai ibukota budaya Eropa. Namun antara proyek berambisi dan pembangunan, kota di Perancis itu juga berjuang atasi kriminalitas dan kemiskinan yang muncul sejak beberapa dekade lalu.

https://p.dw.com/p/17CfO
- Blick auf die Küste der südfranzösischen Stadt Marseille mit der Sainte-Marie-Majeure-Basilika. (Undatierte Aufnahme) Seit 1985 hat die Europäische Union mehr als 40 Städten der Gemeinschaft den Titel Kulturhauptstadt verliehen. Foto: Eric Tschaen/epa (zu dpa Themenpaket Kulturhauptstadt «Marseille und Kosice werden Europas Kulturhauptstädte 2013» vom 07.12.2012) +++(c) dpa - Bildfunk+++ pixel Schlagworte .Frankreich , .Kultur , segelboot , .Slowakei , segelschiff , basilika , Mittelmeer , Sainte Marie Majeure , .Jahreswechsel , .Kulturhauptstadt
Ibukota Budaya Eropa MarseilleFoto: picture-alliance/dpa

Jam sembilan pagi di Vieux-Port, pelabuhan tua di kota Marseille. Di tempat nelayan menjual hasil tangkapannya setiap pagi, pagar besi menutup pandangan ke sebuah arah. Kebisingan palu dan traktor terdengar dari jauh. Waktu mendesak, karena dalam beberapa hari, tepatnya 12 Januari nanti, kota itu akan resmi menjadi ibukota budaya Eropa. Artinya, Marseille dengan lebih dari 97 kota kecil dan desa di sekitarnya akan bersinar dengan berbagai pameran spektakuler dan pertunjukan.

Untuk itu pelabuhan tua, di mana tahun 600 sebelum Masehi orang Yunani mendarat dan mendirikan kota "Massalia", akan menjadi zona bebas kendaraan, yang lengkap dengan atap tembus pandang. "Itulah kemajuannya", keluh seorang pedagang ikan perempuan bernama Nana. Perempuan berusia 82 tahun yang berambut pendek abu-abu itu khawatir, dengan renovasi Marseille, pasar ikan tradisional akan mati perlahan-lahan.

Baustelle Marseille Bau eines Hotels/Kinos/Park Auf dem Dach des Kulturzentrums „Le Silo“, Marseille, Rohbau eines Einkaufszentrums mit dem Namen Terrasse du port Bild:Ursula Duplantier, 12.11.2012
Proyek bangunan di MarseilleFoto: DW

Proyek Pembangunan Kota Terbesar

Di sebelah utara Vieux-Port terlihat banyak alat berat untuk konstruksi bangunan, tepatnya di lokasi proyek pembangunan kota terbesar di Eropa, yang disebut "Euroméditerranée". Pada lahan seluas 480 hektar, di sekitar bekas pelabuhan, akan berdiri menara-menara kantor, hotel mewah dan tempat hunian. "Kami mendirikan kota baru di atas kota yang sudah ada", dijelaskan pemipin proyek Euroméditerranée, Guy Tessier. "Bagian pelabuhan tua ini semakin kurang aktifitasnya dalam beberapa dasawarsa terakhir, dan semakin miskin, rumah-rumah tinggal semakin buruk kondisinya."

Di salah satu kota Perancis yang termiskin, di mana hampir 13% penduduknya tidak punya pekerjaan dan hanya sekitar 50% mampu membayar pajak, proyek raksasa itu akan menggerakkan perekonomian, terutama perekonomian di kota itu sendiri. Menurut statistik, dengan adanya rencana, sudah terbuka lapangan kerja bagi 20.000 orang, kata Guy Tessier. "Kami ingin mendirikan kota metropolitan besar di tepi Laut Tengah, dan menunjukkan, bahwa Marseille adalah kota yang ambisius dan rajin, di mana orang bisa hidup dengan layak."

Arsitektur Mutakhir

Juga di bidang arsitektur Marseille ingin berjaya. Arsitek kenamaan dari berbagai negara ikut merancang museum, pencakar langit dan bangunan perkantoran bagi kota kedua terbesar di Perancis tersebut. Di tempat, di mana bangunan bobrok dulunya menghalangi pandangan ke Laut -tengah, akan berdiri skyline yang indah, yang terdiri dari menara perkantoran. Di tepi pantai akan dibangun jalan sepanjang sekitar dua kilometer, di mana akan berdiri toko-toko, bioskop dan rumah makan.

"Salah satu tujuan utama Euroméditeranée adalah, perluasan pusat kota ke arah utara. Sejauh ini, pelabuhan hanya terbatas pada pelabuhan dan beberapa jalan di sekitarnya", demikian dijelaskan juru bicara proyed Euroméditerranée, Anthony Abihssira. Tujuan utamanya adalah membuat pusat kota semakin menarik bagi penduduk dan turis, sekaligus mendirikan pusat perekonomian di daerah itu dan di sekitar Marseille.

Ville de Marseille ©Thomas SERRIERE mupi+VDM©Thomas+Serriere.jpg ***Das Pressebild darf nur in Zusammenhang mit einer Berichterstattung über Marseilles als Kulturhauptstadt 2013 verwendet werden*** Pressefoto von der Seite: http://www.mp2013.fr/pro/espace-pro/espace-presse/photos-hd/la-capitale-saffiche-sur-le-territoire/
Plakat Marseilles Ibukota Eropa 2013Foto: Thomas Serriere

Dari Daerah Kumuh ke Objek Teladan

Di bekas area pelabuhan, selama ini tinggal warga dari lapisan bawah, misalnya imigran dari Afrika Utara atau ibu yang mengasuh anak sendirian. Sebagian bangunan dan tempat tinggal begitu bobroknya, sehingga harus dirobohkan seluruhnya. Jika masih bisa, akan direnovasi. Tetapi itu biasanya berarti, uang sewa akan meningkat, sehingga penghuninya terpaksa pindah ke daerah lain.

Abouatil Nouredile dari kelompok yang menamakan diri "Un centre ville pour tous" (tempat tinggal untuk kami di pusat kota) mengeluh, selama ini tidak ada rencana transparan tentang pemindahan penduduk di daerah itu. Makelar rumah hunian juga sudah mulai memanfaatkan kesempatan, katanya. Sedangkan jurubicara Euromediterranée, Anthony Abihssira menampik, pemindahan penghuni sebagian besar dilaksanakan berdasarkan peraturan yang ada. Khusus untuk lapisan masyarakat miskin sudah didirikan tempat tinggal tersendiri.

Seorang perempuan warga lanjut usia memandang miniatur kota Marseille yang baru dan berkomentar, "Mengikuti modernisasi ini sangat menarik. Dalam hidup sehari-hari juga sudah terlihat keberhasilan pertama, misalnya pada jalan pusat perbelanjaan rue de la république, yang banyak didatangi orang." Suaminya terutama berharap, kota Marseille tidak kehilangan karakternya yang asli, dan tidak menjadi kota mewah seperti Saint Tropez di tepi Côte d'Azur. Seperti pasangan itu, banyak warga Marseille senang dengan pembaharuan kotanya. Facelifting mendorong kemajuan di Marseille, dan itu diperlukan kota tersebut, juga agar semakin bersih dan indah. Demikian nada yang paling banyak terdengar. Tetapi sebagian warga Marseille juga khawatir, menara perkantoran dan museum modern akan membuat Marseille kehilangan karakternya.

Bunte Welt Wer es farbig mag und Street Art liebt, muss nicht nach Los Angeles oder New York reisen. In den Nebenstrassen rund um den Cours Julien in La Plaine gibt es Marseiller Graffiti zu entdecken. Kaum eine Häuserfassade ist nicht künstlerisch bearbeitet worden. Selbst die Rolltore der Geschäfte und Restaurants sind farbig verziert worden. Foto: Ralf Bosen/DW Aufgenommen in Marseille am 20.11.2012
Graffiti di MarseilleFoto: DW/R. Bosen

Kriminalitas di Daerah Sama

Daerah perumahan bagi warga yang kurang mampu, "Felix-Pyat" berada tidak jauh dari daerah pelabuhan tua. Yang mendominasi adalah blok-blok beton berwarna putih yang sampai tingkat 20, serta graffiti yang memenuhi dindingnya. Angin kencang membuat kantong plastik dan sampah bertebaran di jalanan yang sepi. Komore Karim yang berusia 14 tahun menatap menara perkantoran yang berkilauan. Untuk mencapai lokasi itu, Karim hanya perlu berjalan 15 menit. Tetapi baginya, dunia itu jauh dari kehidupan sehari-harinya.

Ia jarang keluar dari daerahnya, dan lebih sering tinggal di rumah, agar tidak terjerat jaringan narkoba. Ia bercerita, semua temannya dari daerah itu pernah mencoba narkoba dan tidak dapat melepaskan diri dari jeratnya. Daerah "Felix Pyat" terletak di bagian paling miskin kota Marseille. Di sini terutama tinggal warga yang berasal dari Afrika Utara, Komoro, dan imigran dari pulau Mayotte. 50% warga muda di daerah itu menganggur.

Warga Perancis Pergi

Noro, perempuan berusia 34 tahun asal Komoro besar di daerah itu dan menyesalkan perkembangan yang terjadi di daerah itu dalam beberapa tahun terakhir. "Daerah ini menjadi ghetto", keluhnya. Ketika ia ke sekolah di daerah Felix Pyat, di samping warga Komoro dan Aljazair, juga ada anak-anak dari keluarga Perancis. Sekarang keluarga imigran hanya bergaul di antara mereka saja, tanpa visi untuk masa depan. "Ibu mereka bekerja sebagai pembersih rumah di beberapa tempat. Ayah mereka tidak mendapat pekerjaan", demikian cerita Noro.

Temannya, Rachidi mengangguk setuju dan bercerita tentang anak perempuannya yang setelah lulus sekolah menengah atas, tidak mendapat pekerjaan. Juga tentang warga muda lain, yang sudah selesai kuliah dan tetap menjadi penganggur. Orang hanya perlu mendengar pelamar kerja berasal dari daerah "Felix Pyat", maka orang akan segera menolak.´

Mobiler Einsatz Marseille will ihr Image als Kriminellenstadt loswerden. Immer wieder wird sie Schauplatz brutaler Revierkämpfe von Drogenhändlern. Nun hat die europäische Kulturstadt 2013 massiv in Sicherheit investiert. Dabei setzt die Polizei auf Mobilität. Mit ihren Dreirädern sind die Patrouillen selbst in engen Gassen schnell unterwegs. Foto: Ralf Bosen/DW Aufgenommen in Marseille am 20.11.2012
Polisi yang bertugas di MarseilleFoto: DW/R. Bosen

Polisi Tambahan ke Marseille

Wakil serikat pekerja polisi, Alphonse Giovannini mengamati situasi perdagangan narkoba di Marseille sejak 20 tahun lalu dan menilai, polisi harus mengambil tindakan lebih tegas di kota itu. Beberapa tahun belakangan ini perdagangan narkotika meluas, dan sering terjadi pertikaian antar kelompok pedagang obat bius. "Mereka juga berani mengambil tindakan apapun agar jualan mereka laku," dijelaskan Giovannini.

Sebagai kota pelabuhan, perdagangan narkoba sangat sulit diawasi, kata Giovannini. Ia berharap rencana aksi dari pemerintah bisa berhasil. Menteri dalam negeri Perancis Manuel Valls berjanji untuk menangani masalah itu, dan memulainya dari berbagai bidang, seperti pendidikan, pekerjaan dan situasi pemukiman. Awal November 2012 ia juga telah memindahtugaskan 200 polisi tambahan ke Marseille.

Kebudayaan Sebagai Alternatif

Noro, perempuan yang berasal dari Komoro sudah menemukan jalannya sendiri, untuk mengarahkan para remaja keluar dari dunia obat terlarang. Di tengah sebuah blok perumahan di Felix Pyat ia menyewa apartemen untuk kelompok seni bernama "Pepse" yang didirikannya. Lewat kegiatan kelompok seni itu ia ingin membantu warga muda mencari pekerjaan. "Saya menarik mereka dengan aksi kebudayaan seperti tarian, musik dan olah raga, karena itu kerap menjadi cara untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Dan banyak dari mereka ingin keluar dari lingkungan narkoba", kata Noro.

Marseille adalah kota yang sedang dalam pembaruan. Kota kedua terbesar dan tertua di Perancis itu berusaha memperbaiki citranya dan mengatasi masalah-masalahnya. Sehingga kota yang selama ini dianggap anak tiri Perancis, di masa depan akan menjadi kepala berita karena citranya yang positif.